Perbedaan Situasi Jelang Lebaran 2019 dan 2020

Date:

[Waktu baca: 4 menit]

Sejarah akan mencatat lebaran 2020 sebagai lebaran yang paling berbeda dalam beberapa dekade terakhir. Penyebabnya tidak lain adalah penyebaran virus corona yang memaksa sebagian masyarakat mengurangi aktivitasnya di luar rumah.

Setelah virus ini menjadi ancaman di masyarakat, pemerintah membuat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di puluhan kota dan membuat kebijakan larangan mudik bagi masyarakat.

Tak pelak, suasana menjelang lebaran atau pekan terakhir bulan puasa di Indonesia pada 2020 menjadi sangat berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. 

Perbedaan situasi ini sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat yang kian melemah pada saat ini. Berikut ini sejumlah perbedaan situasi menjelang lebaran pada 2020 dan pada 2019:

1. Pusat Perbelanjaan Lebih Sepi

 

Menjelang lebaran 2019, sejumlah pusat perbelanjaan di berbagai kota besar seperti Jakarta mengadakan program great sale atau penjualan barang-barang yang diklaim disertai dengan potongan harga.

Pada 2019, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, pusat perbelanjaan dipenuhi oleh konsumen yang ingin membeli pakaian baru sebagai bagian dari kebiasaan masyarakat menjelang lebaran. Hari-hari menjelang lebaran adalah waktu yang tepat bagi pedagang ritel untuk meningkatkan penjualannya puluhan hingga ratusan persen. 

Sementara itu, menjelang lebaran 2020, sebagian besar pusat perbelanjaan di daerah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ditutup sampai Juni 2020. Di sebagian besar pusat perbelanjaan modern di Jakarta tidak ada great sale apalagi hiruk pikuk masyarakat yang ingin membeli pakaian baru. 

Kepadatan pengunjung terpantau hanya di sejumlah tempat perbelanjaan. Di sisi lain, sebagian masyarakat menggunakan cara lain dalam membeli pakaian baru yaitu melalui marketplace.

2. Jalan Tol Lebih Sepi

Berita mengenai kemacetan di jalan tol pada saat arus mudik lebaran adalah sesuatu yang sangat umum terjadi di Indonesia. Pada saat itu, volume kendaraan yang melintas di jalan tol untuk pergi ke kota lain sangat tinggi.

Berdasarkan data Jasa Marga, volume lalu lintas arus mudik lebaran di jalan tol mencapai lebih dari 1 juta kendaraan selama H-1 hingga H-7 lebaran 2019. Kepadatan terjadi di berbagai ruas jalan tol, termasuk Cikampek yang menjadi salah satu ruas terpadat.

Situasi yang berbeda terjadi saat menjelang lebaran 2020. Mengingat pemerintah melarang mudik hingga Juni 2020, Jasa Marga mencatat penurunan jumlah volume kendaraan yang melintas di jalan tol hingga 59% selama H-4 hingga H-7 atau hanya sekitar 306.000 kendaraan.

Aktivitas mudik dipercaya membawa efek yang besar terhadap perekonomian. Pada saat melakukan perjalanan mudik, masyarakat akan mengeluarkan uang untuk konsumsi di daerah lain. Nilainya ditaksir mencapai triliunan rupiah.

3. Tak Semua Orang Bisa Pakai Kereta Api

Kereta api adalah moda transportasi favorit bagi para pemudik. Setiap tahunnya, tiket kereta api yang terbatas menjadi incaran para pemudik. Kereta api dianggap lebih murah daripada tiket pesawat dan terhindar dari kemacetan di jalan raya.

Pada H-90 lebaran, pemesanan tiket KA biasanya sudah dibuka dan diserbu oleh para pemudik. Mendapatkan tiket kereta adalah sebuah keberuntungan tersendiri. Menjelang lebaran, stasiun kereta biasanya dipenuhi oleh pemudik.

Situasi yang terjadi berbeda pada 2020. Karena pemerintah melarang mudik, stasiun kereta menjadi sangat sepi. Masyarakat yang terlanjur membeli tiket kereta terpaksa membatalkan perjalanan dan melakukan proses pengembalian uang (refund).

Menjelang lebaran 2020, PT Kereta Api Indonesia (Persero) hanya mengoperasikan kereta luar biasa yang boleh ditumpangi oleh penumpang dengan syarat-syarat tertentu. Penumpang harus membawa sejumlah dokumen untuk memenuhi persyaratan tersebut.

4. Pesawat Hanya Untuk Perjalanan Dinas

Selain transportasi darat, transportasi udara seperti pesawat menjadi favorit bagi para pemudik. Berdasarkan data PT Angkasa Pura II (Persero), lebih dari 1 juta penumpang menggunakan pesawat di Bandara Soekarno-Hatta pada H-2 hingga H-7 lebaran 2019.

Situasi berbeda terjadi pada 2020. Karena pemerintah melarang mudik, bandara tidak seramai biasanya. Pesawat hanya diperbolehkan untuk perjalanan dinas dengan sejumlah syarat-syarat tertentu.

Berdasarkan penjelasan Angkasa Pura, sepanjang 10 sampai 19 Mei 2020, penumpang yang berangkat dalam rangka perjalanan dinas di tengah pembatasan penerbangan ini setiap harinya mencapai 60%-90% dari total jumlah penumpang setiap harinya. Sisanya merupakan penumpang yang membutuhkan pelayanan kesehatan dan WNI yang kembali ke tanah air dengan penerbangan repatriasi lalu melanjutkan penerbangan ke daerah asal.

Bisnis penerbangan adalah salah satu bisnis yang paling terpukul karena pandemi corona. Tidak hanya di Indonesia, berbagai maskapai penerbangan internasional mengalami kelesuan bisnis akibat virus corona.

 

 

Apabila Anda berencana untuk berinvestasi saham, Big Alpha telah menyusun sebuah e-book kuartalan yang berisi 15 saham pilihan. Klik di sini untuk melakukan pemesanan.