5 Kesalahan Umum Saat Investasi Reksa Dana

Date:

[Waktu baca: 5 menit]

Investasi reksa dana kian populer pada saat ini. Popularitas itu setidaknya ditunjukkan dari peningkatan jumlah investor reksa dana sebesar 59% pada November 2020 dibandingkan dengan akhir 2019.

Popularitas reksa dana itu menanjak disebabkan sejumlah faktor, mulai gencarnya pemasaran yang dilakukan oleh sejumlah pihak (termasuk perusahaan manajer investasi) hingga mudahnya transaksi melalui aplikasi financial marketplace.

Namun, tidak semua keputusan investasi reksa dana itu dibarengi dengan pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai reksa dana. Akibatnya, keputusan itu bukannya menghasilkan keuntungan, namun justru kerugian. 

Tidak sedikit investor reksa dana pemula yang mengalami kerugian akibat "kesalahan" dalam mengambil keputusan investasi. Tidak ada salahnya kita belajar dari pengalaman yang berharga tersebut. Berikut ini sejumlah kesalahan yang bisa dilakukan oleh investor reksa dana ketika membeli instrumen ini:

1. Asal Pilih Produk

Saat membeli reksa dana melalui aplikasi, calon investor akan dihadapkan dengan begitu banyaknya pilihan produk reksa dana. Produk mana yang sebaiknya dibeli? Produk mana yang akan memberikan keuntungan sesuai tujuan keuangan? Produk mana yang sesuai dengan profil risiko diri sendiri?

Jangan bingung dengan banyaknya pilihan. Pada dasarnya, produk reksa dana dibagi menjadi empat jenis yaitu reksa dana campuran, reksa dana saham, reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana pasar uang. Perbedaan mengenai reksa dana dapat dibaca di artikel ini: Mengenal 4 Jenis Reksa Dana.

Dari empat jenis reksa dana umum tersebut, investor dapat memilih sesuai tujuan dan jangka waktu investasi. Misalnya, calon investor ingin berinvestasi dalam jangka waktu hanya setahun (jangka pendek) maka jenis reksa dana yang dapat dipilih adalah reksa dana pasar uang.

Di sisi lain, apabila investor ingin berinvestasi dalam jangka waktu yang lebih panjang (tiga tahun, misalnya) maka jenis reksa dana yang dapat dipilih adalah reksa dana saham. Target dan jangka waktu investasi dapat disesuaikan dengan karakteristik jenis reksa dana.

Apabila calon investor reksa dana asal memilih produk untuk dibeli maka calon investor terebut berpotensi melakukan kesalahan pertama.

2. Tidak Membaca Fund Fact Sheet

Setelah menentukan jenis reksa dana yang akan dipilih, calon investor dapat memperkecil jumlah pilihan produk. Misalnya, seorang calon investor hendak membeli reksa dana pasar uang. 

Berdasarkan kategori ini, calon investor akan dihadapkan dengan berbagai produk reksa dana pasar uang yang ditawarkan oleh perusahaan manajemen aset. Produk mana ya yang dibeli? Apabila calon investor membeli reksa dana melalui aplikasi biasanya aplikasi akan menyodorkan daftar produk.

Dari daftar itu, calon investor dapat memilih minimal lima produk untuk diseleksi (lebih dari lima juga oke). Dari lima produk itu, calon investor dapat mencari fund fact sheet (FFS) terakhir dari reksa dana tersebut di mesin pencari dengan cara mengetik kata kunci seperti "fund fact sheet reksa dana XXX (nama produk). Apa itu FFS? Baca di artikel ini: Mengenal Fund Fact Sheet Reksa Dana.

Dari FFS itu, calon investor setidaknya perlu mencermati sejumlah hal. Misalnya, apakah kinerja reksa dana di masa lalu berhasil mengalahkan produk keuangan lain yang menjadi acuan? Dalam konteks reksa dana pasar uang, kinerja produk biasanya dibandingkan dengan rata-rata kinerja deposito.

Apabila kinerjanya di masa lalu ternyata selalu kalah dari kinerja deposito, calon investor tidak memiliki alasan yang kuat untuk bersikukuh membeli produk itu. Masih banyak produk reksa dana lain yang menarik.

Jika tidak membaca FFS ini, calon investor reksa dana berpotensi melakukan kesalahan kedua.

3. Membeli di Harga Tinggi

Pada dasarnya, mirip dengan harga instrumen investasi lain, harga reksa dana (NAB per unit penyertaan) dapat bergerak naik atau turun. Investor reksa dana tentu senang apabila harga unit itu naik.

Namun, investor perlu mewaspadai jika harga reksa dana tersebut sudah naik terlampau tinggi. Kewaspadaan ini biasanya dapat diterapkan ketika hendak membeli reksa dana saham. Cara sederhana untuk menilai tinggi atau rendah harga unit tersebut adalah dengan membandingkan harga unit pada saat ini dengan harga unit beberapa waktu lalu (satu tahun, misalnya).

Apabila harganya sudah naik terlalu tinggi, misalnya, 40%-50% maka investor dapat lebih berhati-hati. Mengapa? Seperti diketahui, reksa dana adalah produk investasi yang "mengandung" produk investasi lainnya. Reksa dana saham berarti mengandung saham di dalamnya.

Baca Juga: Perbedaan Saham dan Reksa Dana Saham

Harga saham yang sudah naik tinggi memiliki potensi untuk turun. Tidak semua saham dapat kembali bangkit setelah turun bahkan ketika pasar sedang begitu bergairah dan bergelora (bullish market).

Anggapan seperti itu terbukti pada akhir 2020 dan awal 2021 ketika pasar saham sedang bullish. Pada saat itu, tidak semua reksa dana saham turut menghijau. Ada reksa dana saham yang tetap merah dan belum banyak berubah setelah turun dalam akibat market crash di kuartal I/2020.

Bagaimana sebaiknya? Calon investor dapat membaca FFS sebelum membeli reksa dana. Dari FFS itu, calon investor dapat mengetahui portofolio apa saja yang dikoleksi oleh reksa dana tersebut dan perkembangan harga unitnya.

Misalnya, jika harga unitnya belum naik tinggi namun saham yang dikoleksi oleh reksa dana saham tersebut adalah saham dari perusahaan yang memiliki fundamental baik maka calon investor dapat mempertimbangkan untuk membelinya.

Jika membeli reksa dana dengan harga yang sudah naik tinggi serta tidak memperhatikan FFS lebih rinci, calon investor reksa dana berpotensi melakukan kesalahan ketiga.

4. Tanpa Tujuan

Idealnya, berinvestasi dilakukan dengan tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu. Mengapa tujuan ini perlu ditetapkan? Salah satunya memudahkan investor menghitung potensi keuntungan, mengevaluasi investasinya dan mengetahui jenis reksa dana apa yang akan dipilih.

Misalnya, seorang calon investor ingin mengumpulkan uang untuk merenovasi rumah satu tahun mendatang. Dengan konsep present value, seorang investor dapat mengkalkulasi berapa uang yang perlu diinvestasikan dalam reksa dana pada saat ini untuk mencapai jumlah uang tertentu di masa depan.

Jika membeli reksa dana tanpa tujuan yang jelas, calon investor reksa dana berpotensi melakukan kesalahan keempat.

5. Tidak Mempertimbangkan Risiko

Sama seperti produk investasi lainnya, reksa dana adalah produk investasi yang berisiko. Selain menawarkan potensi keuntungan, reksa dana juga memiliki risiko kerugian. Kerugian itu terjadi karena berbagai faktor.

Sebagai contoh, reksa dana pendapatan tetap yang berisi obligasi, baik Surat Utang Negara (SUN) atau obligasi korporasi. Salah satu risiko obligasi adalah gagal bayar (default) yang dapat terjadi di obligasi korporasi. Saat perusahaan penerbit obligasi itu mengalami gagal bayar maka akan berdampak terhadap harga obligasi tersebut yang kemudian berpengaruh terhadap harga unit reksa dana.

Baca Juga: Mengenal Reksa Dana Indeks

Saat hal tersebut terjadi maka calon investor berpotensi mengalami kerugian jika harga unit reksa dananya turun atau lebih rendah dibandingkan dengan harga saat pembelian. Pada saat itulah risiko yang sebelumnya diabaikan ternyata benar-benar terjadi.

Salah satu cara mengantisipasi risiko ini adalah membaca FFS dan mempelajari efek apa saja yang dikelola oleh manajer investasi dalam reksa dana tersebut. Di samping itu, menyadari profil risiko juga dapat menentukan alokasi dana investasi serta jenis reksa dana yang dipilih.

Jika membeli reksa dana tanpa mempertimbangkan risiko yang melekat, calon investor reksa dana berpotensi melakukan kesalahan kelima.
 

Tags: