Sovereign Wealth Fund (SWF): Apa Dampaknya ke Saham 2021?

Date:

[Waktu baca: 5 menit]

Pemerintah membentuk Lembaga Pengelola Investasi atau yang dikenal dengan nama internasional Sovereign Wealth Fund (SWF) yang diharapkan dapat beroperasi pada awal 2021. 

SWF dibentuk sesuai amanat undang-undang yang kontroversial, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU itu menjelaskan SWF dibentuk untuk meningkatkan dan mengoptimalisasi nilai aset secara jangka panjang sebagai bagian mendukung pembangunan.

SWF bukan hal baru di dunia ini. Banyak negara, termasuk negara-negara Asia Tenggara, telah memiliki lembaga seperti ini. SWF terbesar dimiliki oleh Norwegia dengan lembaga Norway Government Pension Fund Global dengan aset yang dikelola US$1,18 triliun per Juli 2020.

Sementara itu, negara-negara Asia Tenggara yang telah memiliki SWF antara lain Singapura, Malaysia dan Brunei. Singapura bahkan memiliki dua SWF yaitu GIC Private Limited dan Temasek Holdings dengan tugas yang berbeda.

Dengan demikian, Indonesia relatif "terlambat" memiliki lembaga seperti ini. Apa yang akan dikerjakan SWF ini? Apa dampaknya terhadap saham-saham di Bursa Efek Indonesia?

Baca Juga: Mansurmology dan Prospek Bisnis WSKT

Infrastruktur

Belum lama ini, pemerintah menyatakan bahwa International Development Finance Corporation dari Amerika Serikat menandatangani letter of interest (LoI) investasi US$2 miliar ke SWF. Selain itu, berbagai investor global juga akan menyuntikkan dana ke SWF, salah satunya Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dengan nilai dua kali lipat IDFC.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan modal awal SWF dapat mencapai Rp75 triliun dimana sebagian dalam bentuk aset negara, aset BUMN dan sumber-sumber lainnya. Pemerintah sendiri berencana menyuntik modal tunai sekitar Rp30 triliun.

Dalam berbagai pernyataannya yang dikutip media, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan dana SWF akan digunakan khususnya untuk pembangunan infrastruktur, termasuk jalan tol serta bandar udara di dalamnya.

Mengingat SWF belum resmi beroperasi, belum dapat dipastikan proyek jalan tol apa yang akan didanai oleh SWF. Pada saat ini, pemerintah memiliki sejumlah rencana pembangunan jalan tol di seluruh Indonesia seperti yang tercantum dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).

Seperti tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, proyek jalan tol itu antara lain:

  • Jalan Tol Serang-Panimbang
  • Jalan Tol Pandaan-Malang
  • Jalan Tol Manado-Bitung
  • Jalan Tol Balikpapan-Samarinda
  • Jalan Tol Trans Sumatera (17 ruas)
  • Jalan Tol Kayu Agung-Palembang-Betung
  • Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan
  • Jalan Tol Ciawi-Sukabumi-Ciranjang-Padalarang
  • Jalan Tol Cengkareng-Batu Ceper-Kunciran
  • Jalan Tol Serpong-Cinere
  • Jalan Tol Cinere-Jagorawi
  • Jalan Tol Cimanggis-Cibitung
  • Jalan Tol Cibitung-Cilincing
  • Jalan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu
  • Jalan Tol Serpong-Balaraja
  • Jalan Tol Dalam Kota Jakarta
  • Jalan Tol Pasuruan-Probolinggo
  • Jalan Tol Probolinggi-Banyuwangi
  • Jalan Tol Krian-Legundi-Bunder-Manyar
  • Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Sisi Selatan
  • Jalan Tol Semarang-Demak
  • Jalan Tol Yogyakarta-Bawen

Sebagian jalan tol itu dimiliki oleh BUMN seperti Waskita Karya (WSKT). Apakah ada dampaknya WSF bagi WSKT? Keberadaan SWF menjadi signifikan bagi WSKT apabila SWF dapat membantu proses divestasi ruas tol yang dimiliki WSKT.

Seperti diketahui, WSKT ingin mendivestasikan sejumlah ruas jalan tol miliknya sejak lama. Sempat dibantu prosesnya oleh Pembiayaan Infrastruktur Non-Anggaran Pemerintah (PINA) Bappenas, rencana divestasi jalan tol yang dikelola oleh entitas anaknya, Waskita Toll Road, tidak semulus yang diharapkan sejak beberapa tahun lalu.

Mengapa divestasi? WSKT membutuhkan dana segar untuk mengurangi utang yang dulu dipakai untuk mendanai berbagai proyek jalan tol sebagai bagian dari penugasan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur. Pelepasan aset tersebut akan memberikan ruang "bernafas" bagi WSKT yang kini memiliki utang tidak sedikit.

Baca Juga: Saham Garuda (GIAA): Dari Isu Yusuf Mansur Hingga Holding Pariwisata

Pada saat ini, rasio utang WSKT adalah salah satu yang tertinggi di antara perusahaan sejenis. Dengan menggunakan laporan keuangan kuartal 2/2020, rasio utang terhadap ekuitas (DER) WSKT sebesar 3,42x.

Apabila proses divestasi berjalan lancar maka peristiwa itu berpotensi menjadi sentimen positif bagi WSKT. Sebaliknya, apabila proses divestasi itu batal seperti yang pernah terjadi pada 2017, hal tersebut dapat menjadi sentimen negatif.

Di samping itu, keberadaan SWF diharapkan dapat membantu pemerintah dalam hal pembiayaan infrastruktur yang selama ini menjadi salah satu tantangan. Apabila harapan tersebut terwujud maka perusahaan-perusahaan konstruksi, terutama BUMN (WIKA, ADHI, PTPP) atau perusahaan jalan tol (JSMR) yang menggarap PSN, akan diuntungkan.

Tentu saja, berdasarkan pengalaman berbagai inisiatif sebelumnya, harapan itu tidak mudah diwujudkan.