Saham KRAS, Kian Jauh Tinggalkan Harga IPO

Date:

[Waktu baca: 5 menit]

Penyebaran virus corona memukul hampir seluruh sektor bisnis di Indonesia, tidak terkecuali industri manufaktur. Data terbaru yang dirilis oleh Bank Indonesia menunjukkan industri pengolahan sedang berada dalam fase kontraksi, bukan ekspansi.

Data Prompt Manufacturing Index-Bank Indonesia (PMI-BI) berada di level 45,64% pada triwulan I/2020 atau turun dibandingkan dengan 51,5% pada triwulan IV/2019. Penurunan terjadi di hampir seluruh subsektor.

PMI yang dirilis oleh BI adalah indikator yang menyediakan gambaran umum mengenai kondisi sektor industri pengolahan saat ini dan perkiraan triwulan mendatang. 

Apabila PMI berada di bawah level 50 maka industri sedang berada dalam tahap kontraksi atau perlambatan. Sebaliknya, apabila berada di atas level 50 maka industri dalam tahap ekspansi.

Berdasarkan subsektor, hampir seluruh subsektor mengalami kontraksi dimana subsektor logam dasar, besi dan baja mengalami kontraksi terdalam dengan indeks 36,89% pada triwulan I/2020.

Pada triwulan berikutnya, kondisi diperkirakan belum begitu banyak berubah. Sub sektor logam dasar, besi dan baja diperkirakan masih mengalami kontraksi di level 45,25%.

Tentu saja, data tersebut bukan data yang menggembirakan bagi industri baja. Kontraksi terjadi akibat penurunan permintaan dan gangguan pasokan akibat wabah corona.

Krakatau Steel

Bagi investor saham, data tersebut bisa dijadikan salah satu referensi dalam menganalisa industri pengolahan. Salah satu perusahaan yang bergerak di sektor baja, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. kemungkinan besar terkena dampak corona.

Pada saat ini belum dapat diketahui seberapa besar penurunan kinerja di Krakatau Steel mengingat perusahaan itu belum menerbitkan laporan keuangan terbarunya pada kuartal I/2020.

Namun, sejumlah media memberitakan pernyataan manajemen Krakatau Steel mengenai perkiraan penurunan permintaan terhadap baja. Kondisi itu tampaknya menjadi salah satu sentimen negatif bagi saham Krakatau Steel (KRAS).

Sama seperti banyak saham lainnya, saham KRAS juga turun drastis sejak awal 2020 atau sejak kasus corona mulai merebak di berbagai negara di dunia. sejak awal tahun, saham KRAS sudah turun lebih dari 40%.

Salah satu yang membedakan adalah harga saham KRAS yang jauh berada di bawah harga IPO pada 2010 sebesar Rp850. Dibandingkan dengan harga IPO, saham KRAS sudah turun lebih dari 80%. Harga saham tidak jarang dianggap oleh investor saham merefleksikan kinerja perusahaan.

Pergerakan Harga Saham KRAS

Sumber: RTI, diakses 27 April 2020

Sebelum ada wabah corona, kinerja keuangan Krakatau Steel telah mengalami tekanan yang besar. Perusahaan baja milik negara ini rugi selama bertahun-tahun. Perusahaan yang berkantor pusat di Cilegon, Banten ini terakhir kali untung pada 2012.

Di samping itu, perusahaan ini juga memikul utang yang sangat besar. Belum lama ini perusahaan merampungkan restrukturisasi utang hingga US$2,2 miliar atau setara Rp31 triliun pada Januari 2020. Utang itu harus dibereskan hingga 2027.

Tantangan 2020

Belum lama ini, lembaga pemeringkat Moody's menerbitkan laporan berjudul Coronavirus outbreak makes tough operating environment worse for global steelmakers yang mengulas prospek industri baja di dunia.

Laporan itu memperkirakan konsumen industri baja seperti perusahaan otomotif, perusahaan konstrusi dan pengeboran minyak dan gas juga menghadapi banyak tantangan. 

Moodys memperkirakan industri otomotif sebagai salah satu konsumsen industri baja akan mengalami penurunan penjualan kendaraan hingga 14% pada 2020. Begitupula dengan industri migas yang menjadi konsumen penting bagi industri baja juga diperkirakan mengalami kontraksi termasuk karena penurunan harga minyak.

Konsumen baja lainnya seperti industri konstruksi juga diperkirakan melambat karena banyak proyek-proyek ditunda. Seperti diketahui, Krakatau Steel juga memasok berbagai produk bajanya untuk proyek konstruksi.

Penurunan bisnis dari konsumen industri baja akan mempengaruhi permintaan terhadap baja yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan baja, tidak terkecuali Krakatau Steel di Indonesia.

Selain dari sisi permintaan, Krakatau Steel juga menghadapi isu berupa banjir impor baja dari luar negeri yang dikhawatirkan dapat mematikan industri baja dalam negeri. Berbagai situasi itu menunjukkan bahwa Krakatau Steel menghadapi tantangan yang tidak mudah pada 2020.

 

 

Apabila Anda berencana untuk berinvestasi saham, Big Alpha telah menyusun sebuah e-book kuartalan yang berisi 15 saham pilihan. Klik di sini untuk melakukan pemesanan.