Saat Saham Bank Kecil Ini Jadi Big Caps

Date:

[Waktu baca: 4 menit]

Walaupun tidak selalu demikian, semakin besar aset suatu bank maka semakin besar pula kapitalisasi pasar sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bank Central Asia (BBCA), misalnya, memiliki aset lebih dari Rp1.000 triliun pada kuartal III/2020 yang menjadikan bank tersebut bank dengan aset terbesar di Indonesia.

Senada dengan besarnya aset tersebut, BCA yang masuk ke dalam kategori bank buku IV (bank dengan modal inti lebih dari Rp30 triliun) itu juga memiliki kapitalisasi pasar saham terbesar di BEI yang mencapai Rp835 triliun. Kapitalisasi pasar BCA kian besar seiring pergerakan harga sahamnya dalam jangka panjang. BCA adalah saham yang terbukti terus menanjak dalam jangka panjang.

Begitupula bank buku IV lainnya yang selain memiliki aset besar juga memiliki market cap besar seperti tiga bank BUMN berikut yaitu Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI) serta Bank Negara Indonesia (BBNI) dengan kapitalisasi pasar masing-masing Rp594 triliun, Rp297 trilun, Rp111 triliun.

Namun, bukan pasar modal namanya jika tanpa anomali. Tidak hanya bank besar yang memiliki kapitalisasi pasar besar, bank kecil pun bisa mengalami hal yang sama atau menjadi big caps. Salah satu bank yang berukuran lebih kecil daripada berbagai bank besar tersebut yaitu Bank Jago (ARTO) kini memiliki market cap sebesar Rp102 triliun. Market cap ARTO bahkan sempat melewati market cap BBNI. 

Baca juga: Laba 3 Emiten Big Caps Ini Selalu Naik Dalam 10 Tahun Terakhir

Berapa aset ARTO? Apakah sebesar aset BNI? Menurut laporan keuangan terakhirnya pada kuartal III/2020, aset bank yang dulunya bernama Bank Artos itu sebesar Rp1,72 triliun atau jauh lebih kecil dibandingkan dengan aset BNI yang mencapai lebih dari Rp800 triliun.

Nah, mengapa market cap ARTO bisa melesat hingga sempat masuk ke dalam 10 besar kapitalisasi pasar terbesar di BEI? Tidak lain karena harga sahamnya yang mengalami reli panjang sejak 2019 hingga awal 2021.

Seperti diketahui, saham ini diliputi suatu rumor yang santer beredar di kalangan pelaku pasar pada 2019 dan 2020: Bank Arto akan menjadi Bank Gojek. Seperti biasa, rumor aksi korporasi, apalagi aksi korporasi yang melibatkan perusahaan raksasa, akan disambut reaksi yang berlebihan (overreaction) oleh pelaku pasar.

Saat rumor itu beredar dan belum ada konfirmasi apapun, saham ARTO bergerak liar dan terus mendaki tinggi. Sampai akhirnya Gojek mengumumkan bahwa Gojek mengakuisisi 22% saham ARTO, saham ini terus melesat. 

Wajarkah pergerakan harga saham ARTO? Menurut Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 22 Februari 2021, saham bank ini mengalami peningkatan harga di luar kebiasaan (unusual market activity). Kendati demikian, otoritas bursa tidak memberhentikan sementara perdagangan saham ini seperti yang pernah dilakukan pada Juli 2020.

Baca juga: Diakuisisi Gojek, Ini Prospek Bank Jago (ARTO)

Bagaimana sebaiknya menghadapi sebaiknya saham yang sudah naik terlalu tinggi seperti ARTO ini? Bagi yang sudah membelinya sejak lama (2019 atau 2020), selamat, kamu bisa merealisasikan keuntungan yang luar biasa tinggi pada awal 2021 ini.

Bagi yang sudah membeli namun ingin menahannya karena percaya dengan masa depan Bank Jago sebagai bank digital yang didukung oleh Gojek, tentu saja tidak ada salahnya untuk terus memegangnya sesuai dengan keyakinan dan analisa masing-masing. Nah, bagaimana yang ingin membelinya saat ini?

Sebelum mengambil keputusan investasi, ada baiknya memikirkan sejumlah pertimbangan. Salah satunya mengenai harga saham ARTO yang kini dibandingkan dengan nilai buku perusahaan (PBV) sudah mencapai 86x pada Februari 2021 ini. Bandingkan dengan PBV BBCA yang "hanya" sebesar 4,53x atau BBNI 1,02x.

Dengan kata lain, dilihat dari PBV-nya, harga saham ARTO relatif sudah lebih mahal dibandingkan dengan berbagai saham bank lainnya. Apakah kamu mau membeli harga saham di "pucuk" lalu "nyangkut"? Jika ada saham lain dengan risiko yang tak sebesar ARTO, mengapa tidak? Tidak ada salahnya pula menunggu saham ini untuk kembali turun harganya sebelum akhirnya mengakumulasi pembelian.