Prospek Indocement (INTP) di Tengah Harapan Pemulihan Industri Semen

Date:

[Waktu baca: 6 menit]

Bisnis semen bakal mendapatkan banyak penopang tahun ini. Mulai dari peningkatan anggaran infrastruktur negara, relaksasi di sektor properti, insentif fiskal di industri jasa konstruksi, hingga peningkatan permintaan ekspor, bakal menjadi faktor pendongkrak kinerja perusahaan semen.

Salah satu emiten semen yang berpotensi mendulang keuntungan dari sentimen itu adalah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Perusahaan semen ini terkenal dengan merek semen Tiga Roda dan menguasai pangsa pasar yang cukup besar di Indonesia, yakni kurang lebih seperempat bagian.

Emiten dengan kode saham INTP ini baru saja merilis laporan keuangannya untuk periode akhir tahun 2020. Hasilnya, pendapatan perusahaan turun 11,01% year on year (yoy) menjadi Rp14,18 triliun. Namun, laba bersihnya hanya turun 1,57% yoy menjadi Rp1,80 triliun.

Kinerja yang terkoreksi tentu wajar saja, sebab kondisi pandemi memukul hampir semua lini bisnis dengan cukup berat. Tekanan laba yang relatif rendah tersebut justru mencerminkan perusahaan ini cukup mampu mengelola bisnis dengan baik selama pandemi.

Menurut keterangan dalam materi paparan publik perusahaan, tekanan pendapatan terjadi terutama karena volume penjualan berkurang 9,7% yoy. Ini terjadi akibat harga jual rata-rata keseluruhan turun 1,4% yoy.

Sementara itu, perseroan bisa membukukan laba yang tidak terlalu turun karena komponen beban perusahaan juga berkurang cukup besar, baik itu beban pokok pendapatan, beban usaha, maupun beban operasi lainnya.

Hal ini menjadikan margin laba bruto dan laba usaha juga meningkat. Selain itu, laba sebelum beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (Ebitda) perseroan justru tercatat tetap tumbuh positif.

Berikut ini datanya:

 
Beban pokok pendapatan dapat berkurang hingga 13,1% yoy disebabkan karena turunnya biaya bahan bakar dan listrik sebesar 10,9% yoy. Hal ini karena turunnya harga batu bara, peningkatan penggunaan batu bara berkalori rendah, serta peningkatan penggunaan bahan bakar alternatif.

Sementara itu, penurunan beban operasional didukung juga oleh penghematan biaya dari lebih banyaknya penggunaan rapat secara online dan penggunaan platform digital untuk aktivitas penjualan. Hal ini menjadikan biaya perjalanan bisnis berkurang.

Hal menarik lainnya, perusahaan ini bebas utang, baik utang bank maupun utang dari penerbitan efek seperti obligasi atau sukuk. Komponen liabilitas mayoritas dari utang usaha kepada pihak ketiga dan pihak berelasi, serta utang pajak. Jadi, beban keuangannya juga ringan.

Berikut ini data neraca keuangan perseroan :

Secara umum, kinerja keuangan INTP terpantau cukup kuat dalam beberapa tahun terakhir. Hanya saja, kinerja keuangannya sempat cukup tinggi pada 2015 lalu, tetapi setelahnya terus melemah dan belum sempat kembali mencapai level tersebut.

Berikut ini data perkembangan kinerja pendapatan dan laba INTP 6 tahun belakangan:

Lantas, bagaimana prospek bisnis perusahaan ini tahun ini?

Baca juga: Geliat Semen Indonesia (SMGR) Hadapi Pandemi

Diuntungkan Oleh Beragam Insentif

Sektor semen memang tidak mendapatkan insentif langsung dari pemerintah. Namun, sejumlah insentif yang diberikan pada beberapa sektor lain turut mendukung bisnis ini.

Tahun ini, anggaran infrastruktur negara meningkat 38% dari tahun 2020. Secara total nilainya mencapai Rp387,4 triliun, sedangkan khusus untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) nilainya Rp149,8 triliun. Budget untuk Kementerian PUPR ini meningkat 25% dari tahun lalu.

Hal ini tentu berarti akan ada lebih banyak proyek konstruksi tahun ini yang bakal menyerap produksi semen domestik, termasuk dari INTP. Kementerian PUPR melaporkan hingga Februari 2021, sekitar 7% anggaran sudah terserap.

Efek berganda dari proyek infrastruktur adalah terdorongnya pengembangan kawasan industri dan pabrik serta perumahan di lokasi-lokasi yang dilalui infrastruktur. Investasi di proyek-proyek infrastruktur ini juga berpotensi terus meningkat seiring berlakukan UU Cipta Kerja dan Sovereign Wealth Fund (SWF).

Selain itu, ada juga insentif untuk sektor properti, yakni keringanan besaran uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi hingga 0%. Ada juga insentif relaksasi pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah hingga 100% untuk rumah seharga di bawah Rp2 miliar.

Sementara itu, sektor jasa konstruksi juga mendapatkan insentif fiskal berupa keringan tarif pajak penghasilan (PPh). Penghitungan keringanan diberikan dalam skema berbeda untuk tiap golongan.

Insentif di sektor properti dan konstruksi ini diharapkan bisa menggairahkan kedua sektor tersebut. Jika itu terjadi, tentu saja permintaan semen pun bakal meningkat. Hal ini tampaknya akan cukup untuk menopang kinerja INTP dapat kembali seperti kondisi sebelum pandemi. 

Strategi Investasi Matang

INTP saat ini merupakan salah satu perusahaan semen yang telah memperoleh sertifikasi Green Label Indonesia Gold untuk jenis semen PCC di pabrik Citeureup dan Cirebon. Green label ini adalah sertifikasi untuk produk ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Produsen semen dengan sertifikasi ini akan mendapatkan prioritas untuk memasok semen bagi proyek pemerintah dan proyek berwawasan lingkungan lainnya.

INTP juga berinovasi mengembangkan semen hidraulik atau semen ramah lingkungan yang akan menjadi alternatif bagi pasokan semen curah di masa depan. Semen ini memiliki banyak keuntungan dari sisi kualitasnya dan terutama bakal menghemat sumber daya mineral, bahan bakar, dan energi.

Sejak 2015, INTP terus melakukan upaya pengurangan emisi debu. Keseriusan dalam memperhatikan kelestarian lingkungan ini menjadikan INTP tercatat sebagai satu-satunya emiten sektor semen yang masuk dalam anggota indeks IDX ESG, yakni indeks untuk saham-saham perusahaan yang menjunjung tinggi prinsip hijau.

Dari sisi pengembangan kapasitas bisnis, INTP juga baru mulai membuka proyek tambang batu, yakni proyek Pamoyanan, di Bogor-Jawa Barat, dan telah berproduksi secara komersial sejak Oktober 2020 lalu. Target produksi pabrik ini adalah 100 ribu ton per bulan sepanjang tahun pertama.

Kapasitas produksi tahunannya diperkirakan mencapai 2,5 juta ton per tahun. Proyek ini siap untuk menjadi pemasok baru proyek-proyek strategis di sekitar Jabodetabek, seperti proyek rel kereta api cepat Jakarta-Cikampek Bagian Selatan, Jalan Tol Pelabuhan, LRT, dll.

Dari sisi operasional, penggunaan platform online telah membantu perusahaan untuk menghemat biaya operasional dalam proses penjualan. Program digitalisasi penjualan ini dikenal dengan sistem TIRO.

TIRO System ini menggabungkan aktivitas penjualan utama dari semua distributor di seluruh Indonesia dalam satu platform secara terintegrasi. Sistem online ini juga pada akhirnya akan menyediakan data penjualan yang dapat dimanfaatkan oleh masing-masing entitas untuk penyusunan strategi.

Setelah dikembangkan mulai 2019 dan diterapkan di pulau Jawa dan Bali pada 2020, tahun ini platform penjualan online TIRO System ini bakal diterapkan untuk seluruh daerah di Indonesia. Ini mencakup pelayanan ke 39.000 pelanggan.
 

Prospek Pasar Semen di Indonesia

Konsumsi semen per kapita di Indonesia masih sangat rendah dan tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asean. Mengutip pemberitaan dari Warta Ekonomi pada 2017 silam, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan konsumsi semen Indonesia kala itu adalah 243 kg per kapita.

Ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia sebesar 751 kg per kapita, Thailand sebesar 443 kg per kapita, dan Vietnam sebesar 661 kg per kapita. Indonesia memiliki wilayah yang jauh lebih luas dan jumlah penduduk yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan negara-negara itu. Jelas, potensi konsumsi semen di Indonesia masih sangat besar.  

Saat ini, INTP menjadi pemain nomor dua di industri semen nasional, di bawah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR) yang merupakan perusahaan BUMN. Masih tingginya kebutuhan pembangunan di Indonesia dalam jangka panjang akan menjadi prospek utama yang menjamin keberlangsungan bisnis INTP.

Untuk tahun ini, permintaan semen nasional diperkirakan akan tumbuh antara 4% - 5% dibanding tahun lalu. Ditambah aneka sentimen positif yang telah disebutkan sebelumnya, tampaknya proyeksi ini sangat mungkin tercapai. Lagi pula, proses vaksinasi kini terus berjalan dan pemulihan ekonomi secara bertahap juga masih berlangsung.

Hanya saja, pada awal tahun ini kondisi bisnis semen masih menantang. Selain karena umumnya serapan anggaran negara masih rendah di awal tahun, perusahaan juga masih menghadapi tantangan akibat tingginya curah hujan.

Hal ini menyebabkan kinerja penjualan semen INTP pada awal tahun ini masih melemah. Bahkan, kinerja per Februari 2021 justru melemah juga dibandingkan Januari 2021, yakni 1,15 juta ton berbanding 1,3 juta ton, atau turun 10,9% month on month (mom). Dibandingkan dengan capaian Februari 2020 lalu, penjualan  INTP masih lebih rendah 8% yoy.

Padahal, secara nasional konsumsi semen Februari 2021 justru sudah berada di zona positif, yakni meningkat 0,8% yoy dari Februari 2020 menjadi 4,63 juta ton. Hanya saja, kinerja pada bulan Februari 2021 memang melemah 5,5% mom dibandingkan dengan Januari 2021 yang mencapai 4,91 juta ton.

Sementara itu, berikut ini data penjualan semen INTP (dalam juta ton) :

Berikut ini data penjualan semen domestik (dalam juta ton) :


 
 
Bagaimana Prospek Saham INTP?

Saham INTP ditutup di level Rp13.600 pada akhir perdagangan Senin (22 Maret 2021), setelah turun 1,45% dibandingkan dengan penutupan akhir pekan sebelumnya. Sepanjang tahun ini, saham INTP sudah turun 6,04% year to date (ytd) dari harga Rp14.475 pada akhir 2020.

Ini melanjutkan tren koreksi yang terjadi sepanjang 2020 lalu, yang mana saham INTP anjlok 23,92% ytd dari harga penutupan 2019 yang di level 19.025 per saham. Lantas, apakah tahun ini saham INTP dapat berbalik ke zona positif?

Jika melihat kinerja penjualannya pada Februari 2021 yang justru lebih lemah dibandingkan dengan capaian industri, prospek INTP memang terlihat meragukan. Selain karena awal tahun bukan merupakan periode penjualan semen yang tinggi, juga karena pasar utama INTP yakni Jawa Barat mengalami curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional.

Meskipun demikian, harapan bagi pemulihan penjualannya pada sisa tahun ini bukannya tak ada. Beberapa faktor yang telah dijelaskan sebelumnya dapat mendorong lagi kinerja bisnisnya, apalagi perusahaan ini juga cukup berhasil dalam menjalankan strategi efisiensinya tahun lalu.

Hanya saja, mengingat faktor pandemi yang belum sepenuhnya berakhir dan tren permintaan semen secara industri yang masih lemah, tampaknya memang berat bagi INTP untuk dapat membukukan peningkatan kinerja yang benar-benar signifikan tahun ini.