Geliat Semen Indonesia (SMGR) Hadapi Pandemi
[Waktu baca: 7 menit]
Kinerja keuangan emiten semen milik negara, yakni PT Semen Indonesia (Persero) Tbk., cukup mengesankan pada hingga kuartal III/2020. Perusahaan berhasil melewati periode sulit akibat tekanan permintaan semen selama pandemi dan PSBB, bahkan kini mampu membukukan kenaikan laba bersih.
Permintaan semen menjadi salah satu yang paling tertekan selama pandemi. Banyak proyek yang tertunda pengerjaannya sehingga menghambat laju permintaan semen.
Selain itu, turunnya daya beli masyarakat menyebabkan permintaan rumah baru pun turun. Otomatis, pembangunan rumah baru pun berkurang dan berujung pada lemahnya permintaan semen.
Dana infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) senilai Rp36,19 triliun tahun ini juga dialihkan untuk kebutuhan penanganan Covid-19 sehingga tentu mengganggu permintaan semen untuk proyek infrastruktur.
Tantangan ini menyebabkan permintaan semen domestik turun tajam. Sementara itu, kondisi yang sama terjadi juga di banyak negara lain, sehingga menyebabkan permintaan ekspor semen pun ikut anjlok.
Akan tetapi, memasuki semester kedua tahun ini, kondisi permintaan semen tampaknya mulai membaik, khususnya dari sisi ekspor. Kinerja keuangan Semen Indonesia yang sempat turun pada semester pertama tahun ini, kini mulai berbalik meningkat pada kuartal III/2020.
Berikut ini laporan kinerja keuangan emiten dengan kode saham SMGR tersebut yang baru dirilis awal pekan ini (dalam Rp miliar):
Dari data tersebut, terlihat bahwa secara umum pendapatan SMGR masih turun. Namun, perusahaan juga berhasil menekan beban pokok pendapatan sehingga kinerja laba bruto tidak turun terlalu dalam.
Langkah efisiensi perusahaan di bidang penjualan, umum, administrasi, dan keuangan memungkinkan laba perusahaan bisa tumbuh tinggi. Meskipun pendapatan masih terkoreksi, laba bersih perusahaan justru melonjak signifikan hingga 19% secara tahunan (year on year/yoy).
Akan tetapi, tekanan pendapatan tersebut dikontribusikan terutama dari bisnis pada paruh pertama tahun ini, khususnya kuartal II/2020. Jika hanya mengukur kinerja pada kuartal III/2020 saja, kinerja SMGR akan jelas terlihat peningkatannya.
Berikut ini perbandingan capaian kinerja pendapatan dan laba SMGR pada tiga kuartal tahun ini (dalam Rp miliar):
Dari data tersebut, terlihat bahwa penurunan tajam kinerja SMGR terjadi pada kuartal kedua. Pendapatan perusahaan turun 13,22% dibandingkan dengan capaian kuartal I/2020, sedangkan laba bersihnya anjlok 62,82%.
Akan tetapi, memasuki kuartal ketiga, kinerja SMGR mulai membaik dengan tingkat pertumbuhan pendapatan dan laba yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal II/2020. Pendapatan tumbuh 28,92%, sedangkan laba bersih meroket hingga 459,8%.
Di pasar saham, kinerja saham SMGR dalam 6 bulan terakhir sudah meningkat 50% per sesi pertama perdagangan hari ini, Kamis, 5 November 2020 ke level Rp9.450. Namun, jika dibandingkan dengan level harga pada akhir tahun 2019 lalu, saham SMGR masih tercatat turun lebih dari 21,25%.
Lantas, apa saja faktor yang mendorong kinerja bisnis SMGR pada paruh kedua tahun ini? Apakah masih ada harapan kinerja SMGR akan makin membaik pada sisa tahun ini dan tahun depan? Lalu, bagaimana prospek saham SMGR? Mari kita ulas satu per satu.
Peningkatan Efisiensi
Semen Indonesia berhasil menekan beban-bebannya sepanjang tahun ini, sehingga membantu perusahaan tetap mampu meningkatkan capaian laba, bahkan dengan tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi.
Berikut ini kinerja sejumlah komponen beban SMGR pada 9 bulan tahun ini (dalam Rp miliar):
Dari data tersebut, terlihat bahwa SMGR mampu menekan seluruh beban bisnisnya tahun ini, baik beban pokok maupun beban operasional.
Kemampuan melakukan efisiensi ini tentu menjadi faktor positif yang patut diapresiasi. Jika perusahaan mampu mempertahankan langkah efisiensi ini di tahun-tahun mendatang setelah resesi berakhir, kinerja SMGR berpotensi tumbuh lebih pesat lagi.
Manajemen perusahaan mengungkapkan bahwa langkah efisiensi yang dilakukan perusahaan dari sisi beban pokok antara lain mencakup optimalisasi komposisi bahan baku dan bahan pendukung, mengintegrasikan fungsi pemasaran, distribusi, dan pengadaan, serta memanfaatkan limbah industri sebagai alternatif sumber bahan baku.
Selain itu, dari sisi beban operasional, perusahaan melakukan pengelolaan biaya dan arus kas secara ketat dan disiplin.
Adapun, nilai kas dan setara kas perusahaan per 30 September 2020 mencapai Rp4,48 triliun. Nilai ini tumbuh 13,48% dibandingkan dengan posisi cadangan kas dan setara kas pada akhir 2019 lalu yang senilai Rp3,95 triliun.
Dengan upaya efisiensi ini, SMGR mampu mengimbangi tekanan penjualan semen domestik yang turun cukup dalam tahun ini.
Manajemen SMGR menyatakan akan tetap fokus pada strategi efisiensi ini serta optimalisasi modal kerja untuk menjaga kas operasional, sembari tetap menjajaki peluang bisnis baru yang relatif terkait dengan bisnis intinya di bidang semen.
Penjualan semen memang masih menjadi kontributor utama pendapatan SMGR, yakni Rp21,45 triliun, atau setara 83,73% dari total pendapatan. Namun, nilainya menurun dibandingkan dengan tahun lalu.
Secara umum, seluruh komponen pendapatan SMGR turun tahun ini, kecuali terak dan tanah kawasan industri. Berikut ini rincian sumber pendapatan utama SMGR tahun ini:
Pulihnya Permintaan Semen Ekspor
Salah satu penopang penjualan semen nasional tahun ini adalah permintaan ekspor yang justru mulai meningkat pada paruh kedua tahun ini. Alhasil, meskipun permintaan domestik masih turun, tetapi permintaan ekspor membantu menopang pemulihan penjualan perusahaan semen nasional, termasuk SMGR. Adapun, SMGR merupakan eksportir semen terbesar.
Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mencatat produksi semen dan klinker untuk ekspor pada September 2020 mencapai 1,17 juta ton, melejit 125% dibandingkan dengan capaian September 2019 yang hanya 520.000 ton. Ekspor semen ini antara lain ditujukan ke China, Australia, Bangladesh, Filipina, Srilangka, dan Mauritius.
Jika menghitung periode Januari – September 2020, capaian ekspor semen dan klinker mencapai 6,85 juta ton, atau naik 42% yoy. Ini bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan capaian setahun penuh 2019 yang sebesar 6,4 juta ton.
Hanya saja, pangsa pasar terbesar produksi semen nasional masih tetap konsumsi domestik. Sayangnya, konsumsi semen domestik pada bulan September hanya 6,3 juta ton, turun 9,2% dibandingkan dengan September tahun lalu.
Jika mengukur konsumsi domestik periode Januari – September 2020, totalnya menjadi 44,67 juta ton, turun 9% yoy. Jika dijumlahkan, penjualan semen domestik dan ekspor sepanjang 9 bulan tahun ini mencapai 51,53 juta ton, turun 4,3% yoy.
Ini masih sangat jauh dibandingkan dengan kapasitas yang mampu diproduksi oleh seluruh pelaku industri semen di Indonesia, yang sekitar 117 juta ton untuk tahun 2020.
Kini, memasuki kuartal IV/2020, Indonesia sudah memasuki musim hujan, bahkan terdampak La Nina. Artinya, curah hujan di Indonesia akan melebihi kapasitas normal. Hal ini tentu akan makin menghambat aktivitas konstruksi, sehingga permintaan semen pun sulit diharapkan akan pulih.
Untuk bisa menyamai capaian 2019 saja, permintaan semen dalam negeri dan ekspor harus mencapai 8,24 juta ton per bulan sepanjang kuartal IV/2020. Ini bahkan harus lebih tinggi dibandingkan dengan September 2020 lalu. Total penjualan domestik dan ekspor September 2020 hanya 7,36 juta ton, itupun karena ditopang oleh ekspor yang besar.
Masih Ada Harapan untuk SMGR?
Permintaan semen domestik tampaknya memang sulit diharapkan bisa tumbuh positif hingga akhir tahun nanti. Namun, tingginya permintaan ekspor dan langkah efisiensi bisnis SMGR memberi harapan bahwa kinerjanya akan tetap solid hingga akhir tahun.
Pertanyaannya kini, bagaimana peluang bisnis SMGR tahun depan? Apakah ada potensi peningkatan yang cukup tinggi untuk mengkompensasi tekanan bisnis tahun ini?
Permintaan semen domestik akan sangat bergantung pada keberlanjutan proyek infrastruktur yang dianggarkan negara, serta pulihnya permintaan industri properti.
Mengingat proses pemulihan ekonomi akibat pandemi tampaknya masih akan berlanjut hingga tahun depan, tampaknya sulit untuk mengandalkan penjualan semen kepada sektor properti. Harapan kini bertumpu pada proyek-proyek infrastruktur pemerintah.
Nah, menariknya, pemerintah menganggarkan dana Rp414 triliun untuk pembangunan infrastruktur tahun 2021, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun ini yang hanya Rp281,1 triliun akibat realokasi.
Pembangunan infrastruktur ini ditujukan untuk menggenjot pemulihan ekonomi melalui belanja proyek dan penciptaan pekerjaan baru, selain juga tentu penyediaan layanan dasar dan peningkatan konektivitas jangka panjang.
Jika anggaran Rp414 triliun itu seluruhnya terealisasi, tentu permintaan semen domestik akan meningkat pesat. Sebagai emiten semen pelat merah, SMGR tentu akan diuntungkan, apalagi kebanyakan proyek infrastruktur besar digarap oleh BUMN. Sinergi BUMN tentu turut mendukung pendapatan SMGR tahun depan.
Adapun, proyek infrastruktur pemerintah selama ini berkontribusi besar terhadap kinerja SMGR selama 5 tahun kepemimpinan Jokowi-JK. Puncaknya, pada 2019 SMGR mencatatkan pertumbuhan penjualan 31,55% yoy menjadi Rp40,36 triliun.
Pada 2017 dan 2018, penjualan SMGR tumbuh masing-masing 6,43% dan 10,32% yoy. Sementara itu, pada 2015 dan 2016 kinerja SMGR sedikit tertekan, akibat intervensi pemerintah terhadap harga semen. Saat itu, penjualan SMGR turun masing-masing 0,15% dan 3,01% yoy.
Meskipun mengandalkan proyek pemerintah, SMGR sendiri juga berinovasi untuk mengembangan hilirisasi produk semen. Perseroan baru saja memperkenalkan produk solusi konstruksi perumahan bernama Dynahome. Perseroan juga siap memanfaatkan peluang dari sisi kebutuhan renovasi rumah secara ritel, yang permintaannya cenderung masih stabil.
Di tengah tantangan pandemi dan adaptasi kebiasaan baru, SMGR juga mengembangkan saluran pemasaran digital bernama Sobat Bangun. Platform ini menyediakan layanan mulai dari desain rumah, konstruksi, hingga renovasi.
Saham SMGR Masih Menarik?
Jika berkaca pada kemampuan perusahaan untuk tetap membukukan kenaikan laba di tengah tekanan ekonomi, cukup beralasan untuk meyakini kinerja SMGR akan positif secara jangka panjang. Manajemennya terbukti mampu menghadapi periode krisis dengan baik.
Lagi pula, kebutuhan pembangunan dalam negeri masih sangat besar, sehingga prospek bisnis jangka panjangnya masih menarik. Selain itu, konsumsi semen per kapita di Indonesia masih relatif rendah.
Data 2017 lalu dari Kementerian Perindustrian menunjukkan konsumsi semen nasional hanya 243 kg per kapita, sedangkan Malaysia 751 kg per kapita, Thailand 443 kg per kapita dan Vietnam 661 kg per kapita. Artinya, peluang pertumbuhan permintaan semen domestik masih sangat terbuka di masa depan.
Untuk jangka pendek, sentimen positif utama bagi saham SMGR adalah tingginya anggaran infrastruktur tahun depan. Hal ini jugalah yang menjadi salah satu pendongkrak pulihnya harga saham SMGR 6 bulan terakhir.
Semua faktor ini tentu dapat menjadi alasan yang kuat untuk tetap mengapresiasi saham SMGR. Meskipun hingga akhir tahun ini kinerja penjualannya hampir pasti tetap negatif, kita masih bisa berharap perusahaan tetap membukukan kenaikan laba. Ini faktor yang positif bagi sahamnya.
Date: