Pandai Baca Grafik Belum Tentu Bisa Cuan!

Date:

Sudah lebih dari dua tahun sejak saya membuka rekening dana nasabah (RDN) muncul begitu banyak perusahaan sekuritas. Satu per satu orang terdekat mulai menjadi pelanggan setia sampai-sampai meluangkan waktu menjadi agen marketing lepasan. Ada juga sebagian kelompok yang memanfaatkan fenomena ini sebagai cara baru berjualan. Terkadang mereka membuka kelas bagi si awam yang baru mulai main saham.

Saya mencoba berpikir sejenak mengapa sebagian dari mereka rela untuk melakukan itu. Alih - alih menjadi paling tahu soal saham, bukankah mereka menciptakan pesaing baru dalam dunia yang hanya diketahui segelintir orang? Mungkin klaim ini benar untuk diri saya secara pribadi, karena pengaruh masa lalu. Faktor ini tak terlepas dari pengalaman masa lalu. Adakalanya keluarga kami menjadi asing karena saling menjaga ruang privasi. Bagi mereka yang pernah merasakan hal ini, tentunya punya sisi dan tempat untuk menyembunyikannya. Pada satu kesempatan, kami sering bercengkrama bukan untuk membicarakan prediksi di masa depan. Usaha menjaga stabilitas keuangan rumah tangga tak kunjung terwujud, kami kadung berkhayal.

Konflik berkepanjangan menjelma dalam tindakan membuat sejumlah keputusan. Sejumlah keputusan gegabah lebih sering dibuat. Tatkala merindukan sesuatu, saya condong untuk gusar dan gelisah dibanding berusaha. Minimnya kapabilitas, menjurus kepada tindakan yang salah hingga menjadi pola khusus dalam pengambilan keputusan itu sendiri. Semakin terpuruk maka emosinya tidak terkontrol. Saya khawatir ketika sesuatu yang dimiliki menjadi kompetitif. Resah akibat trauma masa lalu, serta risiko kehilangan segalanya adalah alasan kuat mengapa saya heran dengan mereka yang sukarela menjadi agen marketing lepasan dari perusahaan sekuritas.

Sekali waktu saya berdiam untuk mencari ilham. Seraya memikirkan bahwa Freud dengan tesis repetition compulsion bisa jadi jawaban atas reaksi saya selama ini. Seringkali, saya jatuh ke dalam sebuah pola berulang - mungkin berhasil di masa lalu, tetapi sekarang telah usang kegunaannya. Misalnya, saya mungkin berhasil mengatasi suatu konflik dengan menghindari dan menarik diri dari situasi tersebut. Jika direfleksikan saat ini, ketika saya berusaha membuka RDN dan menarik diri dari risiko pasar keuangan, saya masih menggunakan cara lama yang mengganggu proses pengambilan keputusan.  Dalam arti sempit, saya gagal untuk sadar, mengakui kesalahan, dan berdamai. Sejatinya, setiap ada konflik, selalu menggunakan cara-cara kuno.

Dalam psikologi kontemporer kesadaran dan situasi merupakan bagian besar dari kehidupan kita. Bagai patron yang dilingkupi intrik kecemasan dan perilaku emosional. Entah mendulang sukses atau mengelap keringat, keduanya memberikan pengalaman yang bermakna. Tanpa disadari hal tersebut menjadi dasar ketika bergembira, sedih, dan tertekan. Banyak pola dari perilaku dikodekan sebagai bagian dari pengalaman emosional. Membangkitkan emosi terkadang membawa pada keputusan lebih baik walaupun sering berakhir buruk.

 

Baca Juga: Kasus COD Belanja Online: Pembeli Bukanlah Raja


Pengaruh Keadaan

Atas dasar latar belakang di atas, saya meyakini pada hakikatnya pola pikir, perasaan, dan perilaku dapat tercermin pada tindakan mengambil keputusan. Bagaimana perasaan cemas ketika tidak mendapatkan untung, menjadi frustasi karena tak pernah balik modal, hingga melangkah dengan ketidakpastian menunggu sikap pasar merupakan bagian dari apa yang kita sebut trading psychology. Sikap untuk berani membuka RDN adalah perlawanan terhadap kebiasaan masa lalu. Kelihatannya baik, tapi saya masih berdiam diri dan tidak melakukan apapun karena takut kehilangan.

Saya sadar bahwa siapapun yang terjun dalam industri keuangan, harus memiliki dasar kemampuan kuantitatif - membaca laporan keuangan dan melihat trend pasar. Di lain sisi, mereka harus mempunyai kebiasaan untuk bisa menentukan reaksi pasar dengan cepat.  Kebiasaan tersebut didapat melalui proses panjang dengan banyak variabel. Contohnya, keberanian mengambil peluang dalam setiap keputusan. 

Bisa dibilang keterampilan teknis adalah asa di tengah tekanan pasar. Lebih dari itu, semuanya tergantung pada pola pikir individu. Mengapa? Semisal, saya berhasil menggambarkan peristiwa di masa datang setelah melihat grafik suatu emiten. Tapi apakah perilaku ini dapat berlaku sepenuhnya untuk semua emiten?  Pertanyaan tersebut tergantung pada bagaimana cara kita menyusun hipotesis tentang perilaku pasar, instrumen apa yang dipakai, dan sikap menyusun rencana keuntungan di masa depan.

Salah satu replies pada twitter Big Alpha misalnya, menyebutkan “stocks itu forward looking by seeing the future growth prospect” menohok saya sebagai pemain baru. Bukan tanpa sebab, terlahir dari lingkungan pesimis. Ketidakpastian adalah barang yang tak akan laku. Sebuah prinsip untuk menolak hal - hal yang belum tentu tercapai. Ketika saya belajar untuk mencapai kapabilitas individu yang paham industri keuangan. Rasa cemas dan takut rugi selalu menggerogoti. Ujungnya kembali pada tindakan panic buying.  Kebutaan akan hasrat untuk mengeruk cuan dari emiten bernilai tinggi atau mentalitas kelompok. Dengan kata lain, tantangannya tidak sekedar paham secara teknis, lebih dari itu dibutuhkan kesadaran untuk mengendalikan emosi dan menganalogikan

Belajar dari UNVR dan Gamestop

Masih ingat kasus Gamestop? Toko game retail yang menjual konsol game dan aksesoris, bisa merusak indeks saham Wall Street salam satu pekan. Aksi investor retail yang merusak prediksi hedge funds mengenai Gamestop yang digadang-gadang jadi bahan bancakan. Mereka bertaruh kalau perusahaan tersebut akan terpuruk akibat pandemi. Nyatanya, sebuah grup reddit merusak tren saham GameStop dengan analisis klasik tentang demand-supply. Sebuah perlawanan untuk para hedge funds yang masih menggunakan pola lama untuk mengais keuntungan.

Lain lagi dengan kolom replies twitter Big Alpha yang ramai dengan analisis emiten Unilever (UNVR). Sebagai korporat dengan produk menggurita di sejumlah sektor. Punya sisi fundamental yang kokoh, disokong pendapatan laba tiap tahun saham Unilever jelas menjadi buruan retail.  Nyatanya, sejumlah prestasi tersebut tidak terlalu memberikan efek pada kinerja saham berkode UNVR. Selama lima tahun UNVR mencatatkan return negatif. Ada banyak sekali analisis bermunculan ketika membaca trend UNVR yang terus memerah. Terlepas dari itu semua analisis teknis, saya ingin menjembatani prinsip teknis dan perilaku sebagai investor retail.

Mari beralih pada dua cendekiawan yang berhasil menginterpretasikan kesalahan institusional dapat membawa sebuah negara hancur berantakan. Daron Acemoglu dan James A. Robinson berhasil memisahkan pola pikir tradisional tentang nilai historis dan bergeser fokus mengenai pola umum yang menyebabkan negara gagal. Menarik melihat keduanya membawa instrumen baru dalam menganalisa demografi dan hubungan teknokratis di Benua Afrika.

Why Nations Fail mengajarkan kemampuan untuk melihat dan bertindak berdasarkan motif tertentu . Artinya, ketika sesuatu tindakan terjadi berulang kali dan kita dapat mengidentifikasi sebab-akibat untuk pengulangan ini, kita dapat melihat bahwa peristiwa itu sendiri berpola dan bermakna, bukan terjadi secara kebetulan. Akhirnya, respon tindakan tersebut tergantung pada kemampuan untuk menerjemahkannya. apakah kita masih menggunakan cara - cara lama untuk mengambil tindakan atau tidak? 

Dengan demikian, pengalaman, keadaan, dan reaksi menunjukan bahwa semua yang kita lakukan untuk menimbulkan kebiasaan yang terus berulang.  Tanpa disadari kita mungkin berpindah dari satu stasiun ke stasiun lain - berharap untung - sukses dalam karir dan hubungan tetapi masih menggunakan lokomotif yang sama.