Nasib Emiten Transportasi di Tengah Larangan Mudik

Date:

[Waktu baca: 5 menit]

Ramadan mestinya membawa berkah bagi emiten transportasi, terutama karena meningkatnya aktivitas perjalanan selama mudik. Namun, dilarangnya mudik pada tahun ini menjadi pukulan berat bagi emiten di sektor ini. Harapan pemulihan kinerja mereka pun pupus sudah.

Pada awal tahun ini, emiten transportasi menaruh harapan pada momentum Lebaran tahun ini. Wacana semula yang berkembang adalah bahwa pemerintah tidak akan lagi membatasi aktivitas mudik tahun ini, seperti yang dilakukan pada tahun lalu.

Oleh karena itu, emiten transportasi pun mulai optimistis kinerja mereka bakal kembali terangkat tahun ini, setelah tahun lalu mengalami babak belur akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang terus diberlakukan.

Namun, harapan tinggal harapan. Pemerintah justru kembali melakukan pelarangan mudik, bahkan cenderung lebih ketat. Hal ini tentu dapat dimaklumi.
Pemerintah tak ingin penularan Covid-19 makin meluas, sebab berkaca dari pengalaman sebelumnya, peningkatan kasus baru cenderung sangat tinggi usai musim liburan.

Lantas, bagaimana nasib emiten transportasi akibat pelarangan mudik tahun ini?

Ada cukup banyak emiten yang masuk dalam sektor transportasi di Bursa Efek Indonesia. Emiten-emiten tersebut meliputi emiten-emiten pelayaran, penerbangan, dan transportasi darat. Aktivitas mudik umumnya berkaitan langsung dengan emiten-emiten pengangkut penumpang.

Artinya, tidak semua emiten tersebut terdampak langsung terhadap aktivitas mudik. Sebagian besar emiten pelayaran adalah emiten pengangkut komoditas, sehingga kinerjanya lebih banyak ditentukan oleh perkembangan bisnis komoditas.

Beberapa emiten yang bisnisnya terdampak langsung oleh aktivitas mudik antara lain PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA), PT Blue Bird Tbk. (BIRD), PT Express Transindo Utama Tbk. (TAXI), PT Adi Sarana Armada Tbk. (ASSA), PT Eka Sari Lorena Tbk. (LRNA), dan PT WEHA Transportasi Indonesia Tbk. (WEHA).

Adanya pelarangan mudik jelas berdampak signifikan bagi emiten-emiten ini. Tahun lalu, PSBB dan larangan mudik menekan bisnis emiten-emiten ini dengan sangat berat. Alhasil, mayoritas emiten pun menderita kerugian.

Berikut ini data kinerja emiten-emiten tersebut per Juni 2020, segera setelah PSBB mulai berlaku dan pemerintah melarang masyarakat untuk mudik Lebaran:


 
Dari data tersebut, terlihat bahwa selain ASSA, semua emiten lainnya mengalami penurunan pendapatan. ASSA juga menjadi satu-satunya emiten yang masih mampu membukukan laba bersih, meskipun tetap saja mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama 2019.

Peningkatan pendapatan ASSA terutama ditopang oleh pendapatan sewa kendaraan mobil penumpang dan autopool yang naik 5,4% year on year (yoy) menjadi Rp642 miliar. Selain itu, ada juga sumber pendapatan jasa pengiriman yang meroket 4.516% yoy dari Rp5,8 miliar menjadi Rp270 miliar.

Hanya saja, beban pokok ASSA juga meningkat signifikan 37,5% yoy menjadi Rp1 triliun, sedangkan beban umum dan administrasi naik 29,5% yoy menjadi Rp244 miliar.

Tahun ini, pembatasan sosial tidak lagi seketat tahun lalu. Masyarakat juga mulai beraktivitas normal, meskipun dengan mengikuti protokol kesehatan ketat. Seiring dengan itu, permintaan terhadap jasa transportasi pun mestinya mulai membaik.

Hanya saja, dengan adanya larangan mudik, jelas emiten transportasi belum dapat memanfaatkan momentum yang biasanya menjadi puncak permintaan jasa transportasi. Oleh karena itu, dapat diperkirakan kinerja emiten transportasi pada periode kuartal kedua tahun ini pun masih terbatas.

Kapasitas Angkutan Belum Optimal

Hingga kini pandemi belum mereda, meskipun upaya vaksinasi sudah gencar dan penerapan protokol kesehatan juga cukup ketat. Oleh karena itu, bagaimanapun kondisi bisnis belum sepenuhnya normal seperti sebelum masa pandemi.

Angkutan umum pun selama ini masih menjadi sasaran penerapan protokol kesehatan ketat. Jumlah penumpang dalam tiap moda transportasi masih sangat dibatasi, sehingga belum optimal.

Selain itu, emiten-emiten transportasi juga membatasi jumlah armada yang beroperasi, seiring dengan turunnya jumlah permintaan. Masyarakat tampaknya masih belum cukup percaya diri untuk kembali menggunakan sarana transportasi publik sebab khawatir terpapar Covid-19.

Oleh karena itu, meskipun mungkin ada peluang pertumbuhan kinerja bagi emiten transportasi tahun ini karena pelonggaran aktivitas ekonomi, laju pertumbuhannya masih akan terbatas dan belum mampu menyaingi kondisi sebelum pandemi.

Apalagi, larangan mudik telah menghapus momentum yang menjadi kontributor terbesar pendapatan emiten transportasi. Seandainya larangan mudik tidak diberlakukan, emiten-emiten transportasi mungkin saja akan menikmati perbaikan kinerja, kendati tetap belum menyaingi kondisi sebelum pandemi.

Bisnis Alternatif

Emiten yang cukup mampu bertahan selama pandemi adalah ASSA, sebab perseroan tidak saja mengandalkan bisnis penyewaan kendaraan. Di tengah kondisi pandemi, bisnis jasa pengiriman perseroan berkembang subur.

Hal ini dapat dipahami, sebab di tengah pembatasan sosial, masyarakat kini cenderung makin banyak melakukan jual beli secara online melalui marketplace. ASSA sendiri kini sudah memiliki lini bisnis pengiriman barang melalui brand Anteraja.

Selama pandemi masih berlangsung, permintaan terhadap jasa pengantaran dan logistik bakal tetap tinggi, sehingga membuka peluang pertumbuhan kinerja bagi ASSA. Perseroan sendiri menargetkan pertumbuhan pendapatan di lini ini sekitar 30% dibanding hari biasa.

Baca juga: Larangan Mudik: Berkah Bagi Emiten Logistik?

Langkah serupa juga mulai ditempuh oleh GIAA dan BIRD. Garuda Indonesia berupaya untuk meningkatkan lini bisnis layanan kargonya untuk pengangkutan barang, sedangkan Blue Bird bekerja sama dengan layanan pengiriman barang, yakni Paxel, untuk jasa pengiriman barang di hari yang sama.

Diversifikasi lini bisnis ini kemungkinan bakal mampu menolong masing-masing emiten untuk keluar dari jerat kerugian.

Kementerian BUMN mendorong GIAA untuk mengoptimalkan bisnis kargonya, setidaknya hingga mampu menyumbang 40% terhadap total pendapatannya. Saat ini, kontribusinya masih sangat rendah.

Jika mengacu pada data laporan keuangan per Juni 2020, kontribusi kargo hanya US$119 juta, turun 28% yoy dari Juni 2019 yang mencapai US$166 juta. Namun, dari sisi porsi terhadap total pendapatan, kontribusi kargo pada Juni 2020 mencapai 13%, meningkat dari Juni  2019 yang hanya 8%.

Adapun, GIAA belum merilis kinerja keuangannya untuk periode akhir tahun 2020. Laporan keuangan terakhirnya adalah per September 2020. Pada periode tersebut, pendapatan GIAA tercatat US$1,14 miliar, turun 67,8% yoy dari US$3,54 miliar pada September 2019.

Pendapatan kargo per September 2020 mencapai US$180,8 juta, turun 25,9% yoy dari US$244 juta. Kontribusi lini bisnis kargo terhadap total pendapatan per September 2020 mencapai 15,9%, naik dari September 2019 yang hanya 6,9%.

Sementara itu, kerja sama BIRD dengan Paxel akan saling menguntungkan bagi keduanya. Paxel sudah berpengalaman dengan bisnis same day delivery service, tetapi kapasitas angkut paket yang bisa dilayaninya maksimal hanya 5 kg.

Kerja sama dengan BIRD memungkinkan Paxel mengangkut paket dengan berat yang lebih tinggi. Bagi BIRD, tambahan lini bisnis ini membantu mengoptimalkan armada perseroan yang selama ini terhambat operasinya akibat sepinya permintaan.

Di tengah pembatasan sosial serta kekhawatiran masyarakat untuk bertransportasi, layanan pengiriman paket menjadi andalan dan makin banyak peminatnya. Periode pandemi pun menjadikan masyarakat makin terbiasa menggunakan jasa ini, sehingga diharapkan bisnis ini bakal berkelanjutan bahkan setelah pandemi berlalu.

Kondisi pandemi memaksa semua pelaku bisnis untuk berimprovisasi di tengah keterbatasan yang terjadi. Emiten-emiten yang tak mampu beradaptasi akan makin terpuruk, sedangkan yang mampu bermanuver akan lebih berdaya tahan.

Meskipun demikian, proses adaptasi bisnisnya kemungkinan juga tidak akan instan. Butuh waktu yang cukup panjang untuk mengoptimalkan lini bisnis baru yang selama ini belum pernah digeluti. Hanya saja, langkah inovatif yang mulai diinisiasi oleh sejumlah emiten transportasi ini tentu membuka harapan bagi prospek jangka panjang mereka.

Tags: