Geliat Grup Astra Melawan Jeratan PPKM Darurat
Grup Astra merupakan salah satu grup konglomerasi besar di Indonesia dengan lini bisnis yang sangat terdiversifikasi, mulai dari lini otomotif, alat berat, pertambangan, energi, agribisnis, keuangan, infrastruktur, logistik, teknologi informasi, hingga properti.
Meskipun demikian, hampir separuh bisnis Grup Astra ditopang oleh lini bisnis otomotif. Jika ditambah lagi dengan bisnis alat berat, maka total kontribusi dari dua lini tersebut sudah mencakup tiga per empat dari bisnis Astra.
Oleh karena itu, dinamika di bisnis seputar otomotif dan alat berat menjadi penentu utama kinerja Astra. Apalagi, kini Astra tidak lagi menggenggam saham PT Bank Permata Tbk., sehingga lini bisnis jasa keuangannya pun makin terbatas.
Di tengah peningkatan kasus Covid-19 saat ini serta penetapan PPKM Darurat, bisnis otomotif bakal kembali terancam. Jika kondisi ini berkepanjangan, daya beli masyarakat bakal kembali tertekan, sedangkan kebutuhan kendaraan untuk transportasi serta jasa servis kendaraan pun berkurang.
Sepanjang 2020 lalu, lini bisnis otomotif Astra sudah sangat terpukul akibat resesi ekonomi. Tahun ini, ada harapan besar akan adanya pemulihan kinerja, terutama setelah pemerintah memberikan relaksasi pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk mobil.
Belakangan, pemerintah juga memperluas cakupan jenis kendaraan yang dapat menikmati relaksasi. Jika awalnya relaksasi hanya diberikan bagi mobil berkapasitas isi silinder hingga 1.500 cc, belakangan diberikan juga untuk yang kapasitas silindernya 1.500 hingga 2.500 cc.
Selain itu, pemerintah juga memperpanjang periode relaksasi. Awalnya, diskon 100% PPnBM untuk mobil di bawah 1.500 cc diberikan hingga Mei 2021, selanjutnya diturunkan menjadi 50% pada Juni-Agustus 2021, lalu 25% pada September-Desember 2021.
Kini, diskon 100% diberikan hingga Agustus 2021, sedangkan diskon 50% diperpanjang menjadi sejak September 2021 hingga Desember 2021.
Jelas, ini menjadi angin segar bagi Astra, sebab relaksasi ini bakal mengurangi harga jual bagi end user sehingga diharapkan permintaan pun bakal meningkat. Industri ini sangat penting untuk ditolong sebab mencakup jumlah pekerja yang besar dan industri turunan yang banyak.
Namun, dengan perkembangan pandemi terkini, bagaimana prospek bisnis Grup Astra?
Tahun 2020 Penuh Tantangan
Jika berkaca pada kondisi tahun 2020, jelas kinerja Grup Astra sangat tertekan oleh kebijakan PSBB yang diterapkan pemerintah saat itu. Terhambatnya mobilitas masyarakat dan adaptasi terhadap kebiasaan baru menyebabkan perekonomian anjlok, tidak terkecuali bagi bisnis Astra.
Meskipun Grup Astra bergerak di banyak lini bisnis dengan puluhan perusahaan, hanya ada tujuh perusahaannya yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Namun, ketujuh perusahaan tersebut sudah mewakili sebagian besar bisnis Grup Astra.
Berdasarkan laporan keuangan mereka, hanya satu emiten yang berhasil menjaga pertumbuhan bisnis tahun lalu, yakni di lini bisnis perkebunan atau agribisnis melalui PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI). Emiten-emiten lainnya mengalami penurunan kinerja, dengan satu di antaranya mengalami peningkatan kerugian.
Berikut ini kondisi keuangan Grup Astra sepanjang tahun 2020 lalu:
Dari data tersebut, terlihat bahwa kinerja AALI menjadi satu-satunya yang positif. Bahkan, laba bersihnya juga melonjak ratusan persen. Kondisi itu tidak terlepas dari kenaikan harga komoditas sawit tahun lalu akibat faktor cuaca dan keterbatasan kemampuan produksi negara produsen.
Sementara itu, bisnis Astra lainnya kompak melemah lebih dari 20%. Kinerja terburuk dibukukan oleh PT Acset Indonusa Tbk. (ACST), emiten kontraktor Astra, yang anjlok 70% year on year (yoy). Ruginya pun membengkak hingga 16,5% yoy menjadi Rp1,3 triliun.
Kondisi kerugian ACST sudah terjadi sejak sebelum pandemi, akibat tingginya beban pokok perusahaan. Kondisi pandemi hanya memperburuk kinerja bisnisnya yang memang kurang menguntungkan.
Sebagai induk grup, PT Astra International Tbk. (AASI) mencetak penurunan kinerja yang cukup dalam, baik pendapatan maupun labanya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara umum bisnis Grup Astra tahun lalu sangat tertekan.
Sebenarnya, sejak 2019 pun kinerja ASII sudah mulai tertekan, terlihat dari turunnya pendapatan mereka. Meskipun demikian, saat itu perseroan masih mampu mencatatkan kenaikan laba bersih. Namun, capaian tersebut terjadi karena adanya pendapatan luar biasa dari penjualan Bank Permata.
Saat itu, perseroan mengantongi dana Rp16,8 triliun dari hasil divestasi tersebut. Dana likuid tersebut menjadi modal perseroan untuk melanjutkan investasi di berbagai lini bisnis mereka yang lain. Sayangnya, langkah tersebut terhalang pandemi.
Pemulihan di Awal Tahun 2021
Memasuki tahun 2021, harapan bagi pemulihan kinerja merekah. Vaksin Covid-19 sudah ditemukan dan akhirnya mulai diberikan kepada masyarakat. Pengetatan pembatasan sosial pun mulai diperlonggar, kendati protokol kesehatan ketat tetap digalakkan.
Selain itu, adanya insentif pajak pun segera berdampak positif pada penjualan otomotif Astra. Alhasil, pada kuartal pertama tahun ini, kinerja Grup Astra membaik.
Hanya saja, mengingat kinerja kuartal I/2020 lalu belum sepenuhnya terdampak pandemi, maka pemulihan pada kuartal pertama tahun ini belum begitu terlihat jika dihitung dari sisi pertumbuhan secara year on year (yoy).
Secara umum, kinerja Grup Astra masih tertekan, tetapi tingkat koreksinya tidak lagi seburuk tahun lalu. Berikut ini kinerja emiten-emiten Grup Astra pada kuartal pertama tahun ini:
Terlihat bahwa kinerja AALI masih menjadi satu-satunya yang positif, sedangkan ACST masih rugi, tetapi dengan tingkat kerugian yang jauh lebih kecil.
Menariknya, laba bersih AALI pada kuartal pertama tahun ini justru turun paling dalam, bahkan hingga menjadi lebih rendah ketimbang kinerja PT Astra Otoparts Tbk. (AUTO).
Jika menilik lebih dalam pada laporan keuangan AALI, perusahaan ini mengalami kerugian atas kontrak komoditas berjangka senilai Rp384 miliar, padahal tahun sebelumnya tidak ada kerugian di pos ini.
Selain itu, keuntungan selisih kurs pada kuartal pertama tahun ini hanya Rp12 miliar, jauh berkurang dibandingkan dengan kuartal I/2020 yang mencapai Rp104 miliar. Hal ini yang menjadi penekan kinerja AALI sehingga laba bersihnya mengalami penurunan, kendati pendapatannya meningkat.
Kinerja yang paling menarik tentu saja AUTO. Meski pendapatannya menurun, laba bersihnya berhasil melesat hingga 42,6% yoy.
Berdasarkan laporan keuangannya, penyebab utama naiknya laba AUTO bukanlah karena berkurangnya beban akibat efisiensi, melainkan adanya pembukuan bagian laba bersih dari entitas asosiasi dan ventura bersama senilai Rp130 miliar, melonjak dari tahun lalu yang hanya Rp22,6 miliar.
Sementara itu, induk usaha Grup Astra, yakni ASII, masih mencatatkan penurunan pendapatan dan laba. Meskipun pendapatannya hanya turun tipis, laba bersihnya justru anjlok cukup dalam, relatif sama seperti kuartal-kuartal sebelumnya.
Lagi pula, insentif PPnBM baru efektif mulai Maret 2021 dan butuh waktu untuk sosialisasi dan pengambilan keputusan beli oleh konsumen. Alhasil, insentif tersebut belum sepenuhnya berdampak pada penjualan ASII.
Namun, data penjualan mobil ASII sudah menunjukkan peningkatan signifikan pada bulan tersebut. Per Maret 2021 Astra mencatatkan penjualan mobil domestik total sebanyak 45.521 unit, melonjak 71,76% dari penjualan pada Februari 2021 sebanyak 26.502 unit.
Meskipun demikian, secara akumulatif, total penjualan mobil Astra non-LCGC kuartal I/2021 tercatat sebanyak 98.853 unit, masih lebih rendah dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu sebanyak 129.743 unit. Kondisi inilah yang menyebabkan kinerja keuangan masih tertekan.
Harapan Kembali Pupus?
Kita belum mendapatkan rilis kinerja keuangan Grup Astra untuk periode kuartal kedua tahun ini. Kemungkinan besar, kinerjanya bakal jauh lebih baik. Namun, memasuki kuartal ketiga tahun ini, kondisi pandemi memburuk dan berpotensi menghapus harapan pemulihan kinerja ekonomi Indonesia.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), sudah terjadi kenaikan penjualan mobil dari pabrik ke dealer alias wholesales di pasar dalam negeri pada semester I/2021 hingga 50,79% yoy, dari 260.932 unit menjadi 393.469 unit.
Menimbang selama ini pangsa pasar penjualan otomotif Astra selalu di atas 50%, dapat disimpulkan bahwa kinerja penjualan otomotif Astra pun mengalami peningkatan yang kurang lebih sama besarnya. Artinya, kinerja keuangannya pun kemungkinan besar akan jauh lebih baik.
Ditambah lagi, insentif diskon 100% PPnBM yang ditanggung oleh negara yang kembali diperpanjang berpotensi meningkatkan animo masyarakat untuk membeli mobil, sebelum insentif berakhir. Pembeli yang selama ini masih ragu-ragu atau memiliki konsentrasi pengeluaran lain pun masih memiliki kesempatan untuk menikmati insentif ini.
Namun, PPKM Darurat saat ini tentu menjadi tantangan serius. Masyarakat pun belum tahu efektivitas dari kebijakan baru ini dalam menanggulangi atau menekan penyebaran pandemi. Sejauh ini, kasus baru Covid-19 masih tetap tinggi, bahkan sudah mencapai di atas 40.000 orang sehari.
Jika periode pertama PPKM Darurat ini belum efektif, kemungkinan pemerintah bakal memperpanjangnya menjadi lebih lama dibanding rencana semula hingga 20 Juli 2021 mendatang. Jika itu terjadi, tekanan terhadap penjualan Astra berpotensi kembali terjadi.
Lagi pula, pemerintah sudah memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada semester kedua tahun ini tidak setinggi estimasi awal, akibat adanya PPKM Darurat ini. Artinya, sudah tentu hal ini berdampak pada kinerja Astra secara keseluruhan.
Meskipun demikian, pandemi harus dipandang sebagai kondisi luar biasa. Artinya, tekanan yang terjadi pada bisnis Astra bukanlah disebabkan karena kesalahan manajemen atau prospek bisnisnya yang tidak lagi menjanjikan, melainkan karena kondisi eksternal yang sulit dikontrol.
Jika menilik struktur keuangan Grup Astra, terlihat bahwa grup usaha ini merupakan salah satu grup usaha yang sangat solid. Diversifikasi bisnisnya memungkinkan grup usaha ini dapat menjaga pertumbuhan tetap konsisten, meskipun ada satu-dua lini bisnis yang tertekan.
Selain itu, Astra pun belum berhenti dalam ekspansi bisnisnya ke lini-lini baru. Perseroan juga tidak ketinggalan dalam ekspansi di lini bisnis teknologi digital. Astra pun sudah berinvestasi di Gojek, startup dengan valuasi tertinggi di Indonesia saat ini, apalagi setelah merger dengan Tokopedia.
Di luar itu, Astra juga mengembangkan sayap bisnisnya ke berbagai startup lain. Baru-baru ini, Astra bahkan menyuntikkan modal hingga US$40 juta ke startup Halodoc dan Sayurbox. Langkah ini kabarnya merupakan bagian dari strategi Astra untuk memperkuat ekosistem digitalnya.
Saat ini, ada lebih dari 30 aplikasi smartphone yang terafiliasi dengan Grup Astra yang bisa diunduh di Play Store atau App Store. Jelas, prospek bisnis jangka panjang ASII masih akan sangat menjanjikan, meskipun tekanan jangka pendek akibat pandemi sulit dihindari.
Date: