2 Pekan Terbang 100%, Ini Prospek Saham BNLI Setelah Dipinang Bangkok Bank

Date:

[Waktu baca: 7 menit]

PT Bank Permata Tbk. menjadi sorotan investor di pasar saham sejak pekan lalu. Sejak awal Oktober atau hanya dalam kurun waktu dua pekan, harga saham emiten berkode BNLI ini sudah naik lebih dari 100% per Kamis, 15 Oktober 2020.

Sepanjang pekan lalu hingga awal pekan ini saham BNLI mengalami reli dengan kenaikan yang sangat tinggi, bahkan hingga terkena auto rejection atas (ARA), atau penghentian perdagangan secara otomatis setelah menyentuh batas atas tingkat kenaikan harga yang diizinkan.

Batas ARA yakni 25% dalam sehari. Perseroan tercatat mengalami ARA selama 3 hari perturut-turut, yakni 9, 12, dan 13 Oktober 2020.

Namun, menariknya, 2 hari terakhir saham BNLI justru mulai dilepas investor. Sahamnya turun lebih dari 6% dalam sehari selama 2 hari berturut-turut, yakni Rabu (14 Oktober 2020) dan Kamis (15 Oktober 2020) dan terkena auto rejection bawah (ARB).

Saham BNLI masih di level Rp1.160 pada akhir September 2020, tetapi sudah menjadi Rp2.660 kemarin atau naik 129% hanya dalam beberapa hari. Saham BNLI bahkan sempat ditutup di level Rp3.060 pada Selasa, 13 Oktober 2020 lalu, tetapi akhirnya turun ke level Rp2.660 setelah dua kali terkena ARB.

Volatilitas harga yang sangat tinggi ini tak ayal menyebabkan Bursa Efek Indonesia (BEI) mempertanyakan alasannya kepada manajemen BNLI. Apakah manajemen mengetahui informasi yang menyebabkan pergerakan harga yang sangat tak wajar ini?

Dalam surat tanggapannya kepada BEI pada Rabu, 14 Oktober 2020, manajemen BNLI mengaku tidak mengetahui informasi atau fakta material lain yang melandasi pergerakan harga saham tersebut, selain dua peristiwa penting yang terjadi bulan ini dan sudah disampaikan secara resmi kepada BEI dan publik.

Pertama,  pengumuman ringkasan rencana integrasi antara BNLI dengan Bangkok Bank Public Company Limited cabang Jakarta, cabang pembantu Medan, dan cabang pembantu Surabaya. Pengumuman tersebut disampaikan pada Rabu, 7 Oktober 2020.

Kedua, keterbukaan informasi terkait pelaksanaan penawaran tender wajib (mandatory tender offer) oleh Bangkok Bank Public Company Limited atas saham publik BNLI. Hasilnya, Bangkok Bank membeli 2,97 miliar saham publik dengan total nilai Rp4 triliun. Kini, Bangkok Bank sudah memiliki 98,7% saham BNLI.

Dapat disimpulkan bahwa reaksi berlebihan pasar terhadap saham BNLI terjadi akibat kedua peristiwa tersebut. Keduanya tidak terlepas dari aksi akuisisi saham BNLI oleh Bangkok Bank yang telah direalisasikan sejak pertengahan tahun ini.

Lantas, seberapa besar dampak masuknya Bangkok Bank sebagai pemegang saham BNLI terhadap prospek bisnis Bank Permata di masa mendatang?

Akuisisi Bangkok Bank

Pada akhir 2019, Bank Permata mengumumkan berita mengejutkan: Bangkok Bank akan membeli saham perusahaan dari dua pemegang saham utamanya saat itu, yakni  PT Astra International Tbk. (ASII) dan Standard Chartered Plc.

Hal ini terjadi setelah rumor dan spekulasi pasar yang berkepanjangan terkait siapa yang akan membeli Bank Permata. Saat itu, muncul banyak nama bank asing yang akan mengakuisisi permata, antara lain Bank DBS, OCBC, dan Sumitomo Mitsui Banking Corporation.

Bank-bank ini pun dikabarkan sudah mulai melakukan penilaian atas harga wajar Bank Permata. Saat itu, nama Bangkok Bank bahkan tidak terdengar dan lolos dari spekulasi pasar. Meskipun demikian, bank asal Negeri Gajah Putih ini justru menjadi yang paling serius dan merealisasikan akuisisi atas BNLI.

Bangkok Bank membeli saham Astra Internasional dan Standard Chartered masing-masing 44,56%. Transaksi terjadi pada 20 Mei 2020 dengan nilai US$2,28 miliar atau sekitar Rp33,66 triliun. Melalui transaksi itu, Bangkok Bank menjadi pemegang saham tunggal terbesar BNLI dengan kepemilikan 89,12%.

Berikut ini komposisi pemegang saham BNLI per 5 Oktober 2020:

Transaksi tersebut mengharuskan Bangkok Bank untuk melakukan penawaran tender wajib terhadap pemegang saham BNLI lainnya untuk membeli saham mereka. Hal ini diwajibkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sudah diatur dalam POJK No. 9/2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.

Dalam pengumuman ringkasan rencana integrasi antara BNLI dengan kantor cabang Bangkok Bank di Indonesia pada Rabu, 7 Oktober 2020 pekan lalu, Bank Permata menyampaikan bahwa penyelesaian pembelian saham yang dimiliki masyarakat melalui penawaran tender wajib oleh Bangkok Bank akan diselesaikan selambat-lambatnya sebelum penutupan bursa per Rabu, 7 Oktober 2020.

Hal ini juga sejatinya sudah diumumkan perseroan melalui keterbukaan informasi pada Rabu, 26 Agustus 2020. Pemegang saham publik sudah dapat mengisi formulir tender wajib sejak Kamis, 27 Agustus 2020.

Dalam pengumuman tersebut, diungkapkan bahwa Rabu, 7 Oktober 2020 merupakan settlement date atau tanggal pembayaran oleh Bangkok Bank kepada pemegang saham publik yang telah mengisi formulir tersebut. Pada pengumuman tersebut juga sudah disebutkan bahwa harga pelaksanaan tender wajib adalah Rp1.347 per saham.

Benar saja, pada 7 Oktober 2020 RTI mencatat terjadi transaksi saham BNLI oleh investor asing di pasar negosiasi dengan nominal Rp4 triliun. Pada hari yang sama, saham BNLI naik 15,25%. Hal ini kembali direspons pasar keesokan harinya dan menyebabkan saham BNLI bahkan naik lebih tinggi, yakni 16,18%.

Pada Jumat, 9 Oktober 2020, Bank Permata baru menyampaikan laporan informasi atau fakta material atas hasil transaksi tender wajib tersebut. Perseroan mengumumkan Bangkok Bank telah melakukan kewajiban tender dengan harga Rp1.347 per saham.

Total saham yang dibeli mencapai 2,97 miliar saham atau setara dengan 9,59% saham BNLI. Dengan demikian, total transaksi mencapai Rp4 triliun. Kini, saham Bangkok Bank di BNLI mencapai 98,71%. Berikut ini perbandingan daftar pemegang saham BNLI sebelum dan setelah tender wajib:

Hal ini menimbulkan spekulasi besar di pasar. Pasar yang baru menyadari telah terjadinya tender wajib dengan jumlah besar tersebut segera memborong saham BNLI selama 3 hari berturut-turut dan menyebabkan harga saham BNLI naik menyentuh ARA pada 9, 12, dan 13 Oktober 2020.

Tender wajib tersebut menyebabkan porsi kepemilikan saham publik pada BNLI kini tinggal 1,29%. Hal ini menyebabkan Bank Permata tidak lagi memenuhi batas minimal kepemilikan saham publik atau free float sebesar 7,5%. Batas 7,5% itu diwajibkan oleh BEI dalam Peraturan Bursa Efek Indonesia No. I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat.

Salah satu spekulasi yang berkembang di pasar adalah Bangkok Bank akan membeli sisa saham publik pada BNLI. Dengan demikian, BNLI akan melepas statusnya sebagai perusahaan terbuka. Namun, hal ini dibantah oleh manajemen BNLI dan Bangkok Bank.

Manajemen Bank Permata menegaskan bahwa perseroan bersama Bangkok Bank akan berupaya untuk mengembalikan porsi kepemilikan publik pada BNLI sesuai ketentuan bursa sebanyak minimal setara dengan jumlah saham yang dibeli Bangkok Bank saat tender wajib, atau 9,59%. Manajemen menjanjikan hal tersebut akan dipenuhi dalam kurun waktu 2 tahun atau hingga 7 Oktober 2022.

Bersiap Menjadi BUKU IV

Pengumuman ringkasan rencana integrasi antara BNLI dengan Bangkok Bank Public Company Limited cabang Jakarta, cabang pembantu Medan, dan cabang pembantu Surabaya pada Rabu, 7 Oktober 2020 membuka babak baru bagi perjalanan bisnis Bank Permata.

Integrasi tersebut berpotensi membawa Bank Permata masuk dalam jajaran bank-bank terbesar Tanah Air, yakni kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV.

OJK membagi bank dalam empat kategori, yakni BUKU I, II, II, dan IV. BUKU I adalah bank-bank yang memiliki modal inti kurang dari Rp1 triliun, BUKU II antara Rp1 triliun hingga Rp5 triliun, BUKU III antara Rp5 triliun hingga Rp30 triliun, dan BUKU IV di atas Rp30 triliun.

Saat ini, baru ada tujuh bank di Indonesia yang masuk kategori BUKU IV, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Central Asia Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Pan Indonesia Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk., dan PT Bank Danamon Tbk.

Sementara itu, Bank Permata selama ini masuk dalam kategori BUKU III bersama 27 bank umum nasional lainnya. Ekuitas Bank Permata pada akhir 2019 mencapai Rp24 triliun, atau masih di bawah batas ketentuan BUKU IV Rp30 triliun.

Bangkok Bank Public Company Limited cabang Jakarta, cabang pembantu Medan, dan cabang pembantu Surabaya memiliki total aset Rp33 triliun per akhir 2019, sedangkan ekuitasnya Rp4,9 triliun. Dalam perhitungan integrasi, aset keduanya akan menjadi Rp189 triliun dan ekuitas Rp24,5 triliun per 2019.

Namun, pada akhir 2020, aset hasil integrasi diperkirakan menjadi Rp190 triliun, sedangkan ekuitas akan menjadi Rp35,8 triliun. Artinya, BNLI resmi menjadi BUKU IV.

BNLI berencana menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 1 Desember 2020 untuk meminta persetujuan atas langkah tersebut. Namun, mengingat 98,71% pemegang saham BNLI kini adalah Bangkok Bank, tampaknya tidak mungkin rencana itu tidak direstui.

Nah, sebelum itu, perseroan memberi kesempatan kepada pemegang saham publiknya yang tidak setuju dengan integrasi ini untuk menjual sahamnya kepada perseroan sebelum RUPS tersebut. Hal ini dilakukan untuk memenuhi ketentuan pasal 52 POJK 41/2019 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Integrasi, dan Konversi Bank Umum.

Perseroan menawarkan harga beli saham publik Rp1.338 per saham. Itu artinya, porsi kepemilikan saham publik pada BNLI kemungkinan makin berkurang lagi. Namun, perlu diingat, harga yang ditawarkan oleh BNLI tersebut kini sudah jauh di bawah harga pasar saham BNLI setelah kenaikan harga fantastis beberapa hari terakhir.

Lantas, apa untungnya menjadi BUKU IV?

Seturut ketentuan POJK No. 6/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank, OJK mengatur bahwa bank dengan kategori BUKU IV dapat melakukan seluruh kegiatan usaha yang dapat dijalankan oleh bank umum konvensional di Indonesia.

Kegiatan usaha tersebut mencakup penghimpunan dana, penyaluran dana, pembiayaan perdagangan, kegiatan treasury, kegiatan dalam valuta asing, kegiatan keagenan dan kerja sama, kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking, dan kegiatan penyertaan modal.

Selanjutnya, yakni kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit, jasa lainnya, dan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Selama ini, sebagai BUKU III Bank Permata memang sudah dapat melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. Namun, dengan menjadi BUKU IV, perseroan dapat melakukannya dengan nilai yang lebih besar dibandingkan BUKU III. Dengan demikian, potensi bisnisnya pun lebih terbuka.

Ekspansi Lebih Terbuka

Bangkok Bank memiliki rencana besar untuk mendominasi pasar perbankan di kawasan Asean. Langkah strategis mengakuisisi Bank Permata merupakan bagian dari upaya mereka untuk memantapkan posisinya di Indonesia, negara dengan ekonomi terbesar di Asean.

Bagi Bank Permata, dukungan Bangkok Bank ini, apalagi setelah integrasi dengan kantor cabang Bangkok Bank di Indonesia, kapasitas bisnis perseroan akan meningkat. Langkah ini juga diproyeksikan dapat mendorong penyaluran kredit 2021 dan 2022 tumbuh masing-masing 11,29% dan 28,06% dibandingkan dengan proyeksi kredit pada 2020.

Berikut ini realisasi kredit BNLI sebelum integrasi (Des 2019 dan Jun 2020) dan proyeksi kredit setelah integrasi (Des 2020-2022):


Berikut ini perbandingan kinerja Bank Permata sebelum integrasi (2019) dan pasca integrasi (2020-2022):

Dari tabel tersebut terlihat bahwa kinerja keuangan BNLI akan terus membaik setelah adanya integrasi. Pendapatan bunga dan non bunga akan meningkat secara berkesinambungan, sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan operasionalnya pula.

Sementara itu, laba bersih diproyeksikan akan cukup tertekan pada 2020 akibat pandemi, tetapi perseroan meyakini pada 2020 kondisi bisnis sudah akan lebih baik dan laba bersih sudah melampaui capaian 2019.

Ada banyak faktor yang akan mempengaruhi dinamika bisnis Bank Permata setelah integrasi ini, antara lain kapasitas permodalan yang lebih besar, basis nasabah yang lebih luas dari nasabah existing Bangkok Bank di Indonesia serta nasabah-nasabah baru di kawasan Asean yang percaya pada Bangkok Bank, akses dalam rantai nilai global, peningkatan rasio dana murah, dan pengurangan biaya dana.

Bagi ekonomi Indonesia, hal ini pun tentu berdampak positif sebab akan membuka jaringan bisnis yang lebih luas antara Indonesia dan Thailand. Bangkok Bank juga akan memainkan peran besar dalam pengembangan sistem digital Bank Permata.

Secara umum, ini manfaat integrasi Bangkok Bank cabang Indonesia  (BBI) dengan BNLI yang dipetakan oleh manajemen Bank Permata: