Tokopedia dan Antisipasi Euforia Saham Startup
[Waktu baca: 6 menit]
Kabar seputar perkembangan bisnis startup unicorn Indonesia, seperti Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak selalu saja menarik untuk disimak.
Selain karena pertumbuhan bisnisnya yang luar biasa cepat, kehadiran mereka mendisrupsi model bisnis lama dan menghadirkan alternatif baru yang lebih unggul. Dengan cepat, mereka menggantikan tren lama. Kehadiran perusahaan rintisan ini sebagai produk lokal juga membawa kebanggaan bagi masyarakat.
Hal tersebut menjadikan perusahaan-perusahaan ini terus menjadi sorotan. Meskipun mereka belum menjadi perusahaan terbuka, tetapi perhatian publik terhadap perusahaan-perusahaan ini bahkan melebihi perhatian terhadap perusahaan-perusahaan terbuka di pasar modal.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika publik menanti-nanti, kapan gerangan perusahaan-perusahaan ini melepas sahamnya di Bursa Efek Indonesia? Dengan perhatian setinggi itu, besar kemungkinan saham perusahaan-perusahaan ini akan diserbu investor, manakala mereka akhirnya melantai di BEI.
Akan tetapi, bersamaan dengan itu, godaan besar juga akan muncul. Perhatian yang besar, apalagi dengan kecenderungan mengagung-agungkan, mudah menyebabkan investor menjadi bias. Alhasil, hanya hal-hal baik saja yang disoroti, sedangkan bahaya-bahaya yang mungkin muncul justru terabaikan.
Bias ini sudah sangat sering terjadi di pasar modal dan menyebabkan saham perusahaan tertentu ramai-ramai dibeli hingga harganya melambung tinggi jauh di atas nilai wajarnya. Ketika akhirnya investor menyadari kekeliruan mereka, biasanya sudah terlampau terlambat. Saham perusahaan itu pun seketika jatuh sangat dalam dan banyak investor menderita kerugian.
Akhir-akhir ini, Tokopedia tengah menjadi sorotan karena berencana menjadi perusahaan terbuka. Namun, skema pelepasan saham Tokopedia kemungkinan bukanlah skema biasa, yang mana Tokopedia melepaskan sebagian sahamnya untuk dimiliki oleh investor publik.
Tokopedia justru akan menggunakan skema backdoor listing. Artinya, Tokopedia akan berkonsolidasi dengan perusahaan lain yang sudah lebih dahulu mencatatkan sahamnya di bursa. Dengan demikian, Tokopedia mendapatkan status sebagai perusahaan publik, tanpa perlu melewati proses rumit penawaran umum perdana saham.
Kabarnya, perusahaan terbuka yang akan berkonsolidasi dengan Tokopedia tersebut adalah Bridgetown Holdings Ltd. Perusahaan ini sudah tercatat di bursa Nasdaq, Amerika Serikat, sejak 16 Oktober 2020 lalu.
Perusahaan ini tercatat memiliki modal US$595 juta. Sejatinya, perusahaan ini adalah perusahaan kosong, yang didirikan dengan tujuan hanya untuk mengakuisisi perusahaan lain. Menariknya, perusahaan ini didirikan oleh Richard Li dan Peter Thiel.
Richard Li adalah anak dari miliuner Li Ka-shing, orang terkaya nomor dua di Hong Kong. Richard Li menjadi pengendali perusahaan investasi Pacific Century Group (PCG) yang menguasai mayoritas saham perusahaan asuransi jiwa FWD. Perusahaan ini beroperasi juga di Indonesia, selain enam negara lain.
Selain di FWD, PCG juga menguasai bisnis lain di sektor keuangan, teknologi, media, teknologi informasi, dan telekomunikasi.
Sementara itu, Peter Thiel sudah lama bergelut di bisnis modal ventura dan teknologi. Dia adalah salah satu pendiri PayPal dan investor eksternal yang pertama kali berinvestasi di Facebook Inc, serta ikut mendanai Spotify dan AirBnB.
Lantas, jika nantinya benar Tokopedia akan IPO melalui backdoor listing lewat Bridgetown Holdings Ltd, bagaimana skemanya?
Biasanya, caranya adalah Bridgetown Holdings Ltd. akan membeli saham Tokopedia dan menyuntikkan modal kepada Tokopedia, kemungkinan dalam jumlah yang cukup besar. Alhasil, perusahaan tersebut menjadi induk dari Tokopedia.
Dengan demikian, secara tidak langsung, saham Bridgetown Holdings Ltd. di bursa Nasdaq akan menjadi perpanjangan tangan saham Tokopedia. Ibaratnya seperti PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) menjadi emiten terdaftar di bursa bagi Telkomsel, yang justru lebih dikenal publik dan menjadi kontributor terbesar pendapatan TLKM.
Hanya saja, sayangnya Bridgetown Holdings Ltd. adalah perusahaan terbuka di bursa Nasdaq, bukan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Artinya, jika rencana itu terealisasi, kamu tetap saja tidak bisa membeli saham Tokopedia melalui sekuritas di Bursa Efek Indonesia.
Untuk diketahui, Tokopedia hingga kini belum mengkonfirmasi kebenaran rencana itu. Skema tersebut hanya menjadi salah satu opsi yang tengah dipertimbangkan. Meskipun demikian, Tokopedia memang berencana untuk IPO.
Tokopedia masih membuka kemungkinan untuk melepas sahamnya di BEI. Hal ini pernah diungkapkan oleh CEO Tokopedia, William Tanuwijaya. Dia mengatakan, Tokopedia berminat melakukan dual listing, atau mencatatkan sahamnya di dua bursa sekaligus, yakni BEI dan salah satu bursa luar negeri.
Tujuannya agar para karyawan, mitra, dan pengguna layanan Tokopedia dapat turut memiliki saham Tokopedia.
Jika benar Tokopedia akan listing di BEI, seperti sudah disinggung di awal, kemungkinan besar hal itu akan disambut antusias oleh investor, menimbang popularitas Tokopedia sebagai startup unicorn yang valuasinya bahkan sudah melebihi mayoritas emiten di BEI.
Jika nantinya rencana tersebut akan terealisasi, beberapa catatan berikut ini perlu tetap diperhatikan olehmu, jika berminat membeli saham Tokopedia.
Orientasi Perusahaan adalah Keuntungan
Tujuan utama suatu bisnis didirikan adalah untuk menghasilkan keuntungan. Startup unicorn sejauh ini masih cenderung membakar uang untuk kepentingan promosi dan pengembangan basis pengguna. Mereka belum menghasilkan keuntungan yang sepadan dengan besarnya modal yang telah diterimanya.
Oleh karena itu, kamu perlu mewaspadai jika hingga menjelang IPO, perusahaan tersebut belum juga menghasilkan keuntungan finansial. Pasalnya, perusahaan yang sudah untung saja sewaktu-waktu bisa berbalik menjadi rugi dan bangkrut, apalagi perusahaan yang masih rugi.
Tentu prospek bisnis masa depannya tetap dapat menjadi landasan bagi investasimu, tetapi perlu disertai proyeksi yang jelas terkait kapan keuntungan akan mulai dibukukan, berapa besarnya, dan bagaimana caranya.
Adapun, Tokopedia berencana untuk memperkuat fundamental bisnisnya sehingga dapat segera mencetak laba. Pada 2019 lalu, William pernah mengatakan bahwa Tokopedia menargetkan sudah bisa mulai mencetak keuntungan pada 2020. Target ini masih harus diuji dan dibuktikan hasilnya.
Jangan Mudah Terkesan dengan Nama Besar Investor Awal
Modal utama yang menjadikan saham-saham unicorn yang IPO menjadi menarik adalah karena adanya nama besar sejumlah pemodal yang sudah lebih dahulu menyuntikkan modalnya pada unicorn tersebut.
Mereka tentu sudah lebih dahulu melakukan kalkulasi matang sebelum memutuskan ikut berinvestasi. Artinya, investor-investor besar itu tentu sudah melihat potensi besar yang menjanjikan dari bisnis yang dijalankan oleh startup yang diinvestasikan.
Meskipun demikian, ingat saja bahwa sebaik apapun suatu prediksi atau proyeksi, realisasinya bisa sangat berbeda dibandingkan dengan yang diharapkan, bahkan jika proyeksi itu dilakukan oleh pihak yang paling ahli dan berpengalaman sekalipun.
Pedoman utama investasi tetap saja laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Hal itu mencerminkan fundamental bisnisnya, yakni sekuat apa perusahaan tersebut akan mampu menghasilkan keuntungan atau bertahan di saat kondisi sedang sulit.
Tokopedia sendiri memiliki sejumlah investor besar di baliknya. Investor-investor ini sudah malang melintang di dunia investasi, antara lain SoftBank dan Alibaba. Selain itu, ada juga East Ventures, CyberAgent, Telkom, dan Beenos Partner. Google dan Temasek Holdings Pte. pun dikabarkan berencana berinvestasi di Tokopedia.
Perlu diketahui, tidak jarang beberapa investor awal menggunakan IPO sebagai exit strategy, atau upaya merealisasikan keuntungan investasinya dengan cara melepas kepemilikan sahamnya pada startup yang melakukan IPO. Kamu perlu jeli melihat alasan mereka keluar dari perusahaan tersebut.
Tak Ada Jaminan Sahamnya Selalu Naik
Tidak ada jaminan bahwa oleh karena startup tertentu merupakan unicorn dan berhasil mendisrupsi bisnis pelaku industri yang lama, maka bisnisnya akan berkesinambungan dan kinerjanya akan terus meningkat dari waktu ke waktu serta kebal terhadap tantangan ekonomi.
Sekuat apapun suatu perusahaan, potensi kegagalan bisnis tetap terbuka. Oleh karena itu, kemungkinan kejatuhan harga saham pun tetap terbuka. Apalagi, jika kenaikan harga sahamnya sudah menjadi tidak wajar dan valuasinya menjadi terlampau mahal di pasar.
Oleh karena itu, pedoman utama investasi tetaplah harus mengacu pada kinerja konkret perusahaan berdasarkan laporan keuangannya. Jangan mudah tergoda dengan fluktuasi harga saham yang tampak fantastis. Bisa jadi, hal itu terjadi karena ulah spekulan pasar.
Catatan Penutup
Nah, itu dia beberapa catatan yang perlu kamu perhatikan sebelum akhirnya membeli saham startup unicorn, atau bahkan startup pada umumnya. Pada dasarnya, prinsip investasi tetap berlaku, yakni high risk high return. Peluang keuntungan hampir selalu sebanding dengan potensi risiko yang membayanginya.
Namun, jika kamu mampu lebih dahulu mewaspadai potensi risiko yang akan muncul, kamu tentu dapat meminimalisasi potensi risiko yang akan kamu tanggung. Dengan demikian, kamu dapat menikmati investasi dengan keuntungan tinggi, tetapi risiko yang rendah.
Saham startup, apalagi saham unicorn, boleh jadi akan sangat menggoda jika nantinya mereka benar-benar IPO. Namun, jangan sampai euforia akibat pesona perkembangan valuasinya justru mengaburkan akal sehat dan justru dimanfaatkan dengan jeli oleh pihak lain untuk memanipulasimu.
Date: