Setelah Meroket 3.600%, Apakah Saham SLIS Bakal Terbang Lagi?

Date:

SELALU ada kejutan di pasar saham Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, hampir selalu ada saham yang harganya meningkat lebih dari 1.000% dalam kurun waktu sekitar  satu tahun.

Pada 2019, ada satu saham yang harganya meningkat hingga lebih dari 3.600% dalam waktu kurang dari 3 bulan! Dengan kata lain, apabila kita menginvestasikan uang sebesar Rp10 juta maka jumlah uang kita dapat berlipat ganda mencapai sekitar Rp360 juta dalam waktu kurang dari 90 hari.

Saham itu adalah SLIS. SLIS adalah kode saham untuk PT Gaya Abadi Sempurna Tbk., perusahaan yang menjadi induk dari PT Juara Bike, penjual kendaraan listrik seperti sepeda listrik dan sepeda motor listrik di Indonesia.

Sebagai perusahaan, Gaya Abadi Sempurna yang berdiri sejak 1996 itu berjualan komponen elektronik dan sepeda. Pada 2011, perusahaan itu mendirikan Juara Bike yang secara khusus memproduksi kendaraan yang diklaim ramah lingkungan dengan merk SELIS.

Pemegang saham utama dan pengendali grup itu adalah PT Selis Inovasi Investama yang merupakan bagian dari kelompok usaha milik keluarga Tjoa King Hoa yang berbasis di Jakarta. Di Gaya Abadi Sempurna, Tjoa menjadi Komisaris Utama. 

IPO SLIS: Dijual di Harga Rp115

Manajemen PT Gaya Abadi Sempurna Tbk. saat pencatatan saham perdana perusahaan di Bursa Efek Indonesia pada Oktober 2019. (Foto dari www.idx.co.id)

Saham SLIS mulai bisa diperjualbelikan secara luas di masyarakat sejak Senin 7 Oktober 2019. Jumlah saham yang dicatatkan sebanyak 2 miliar lembar saham dimana 500 juta lembar diantaranya diperdagangkan untuk umum. Di hari pertama perdagangan di Bursa Efek Indonesia, harga saham SLIS sebesar Rp115 itu langsung naik 69,57% ke harga Rp195.

Seiring waktu berjalan, saham SLIS terus dibeli oleh banyak pihak. Saham itu kemudian meroket hingga harganya mencapai Rp5.400 per lembar pada November 2019 atau meningkat lebih dari 4.500% dari harga IPO pada Oktober 2019!

Rp5.400 per lembar adalah harga tertinggi yang pernah dicapai oleh SLIS. Setelah itu, harga saham SLIS terus turun hingga mencapai level Rp4.000 an pada awal 2020.

Bursa Efek Indonesia beberapa kali menghentikan perdagangan (suspend) saham SLIS karena lonjakan harga yang gila-gilaan. Dalam sehari tetapi tidak setiap hari, saham SLIS pernah meningkat hingga 24% atau menyentuh batas atas kenaikan harga saham.

Dengan harga Rp4.290 per lembar pada hari terakhir perdagangan 2019 di tanggal 30 Desember, SLIS adalah saham dengan lonjakan harga tertinggi di antara lebih dari 600 saham lainnya di Bursa Efek Indonesia. Sejak IPO sampai akhir 2019, saham SLIS meningkat 3.630%.

Gaya Abadi Utama: Perusahaan Untung

Gaya Abadi Utama adalah perusahaan yang menguntungkan. Sampai 30 September 2019, perusahaan mencatatkan pendapatan Rp324,9 miliar atau melonjak sekitar 54% dibandingkan dengan Rp210,66 miliar pada periode yang sama pada 2018.

Pendapatan itu paling banyak berasal dari penjualan komponen elektronik sebesar Rp224 miliar, disusul oleh sepeda listrik Rp103 miliar. Gaya Abadi menjual sepeda listrik dengan merk Mandalika, Butterfly Grand dan sebagainya.

Selain itu, Gaya Abadi juga menjual sepeda motor dengan berbagai variannya seperti Agats, E-Max, Eagle Prix dan sebagainya. Selain kendaraan roda dua, perusahaan itu menjual mobil golf, aksesori, mainan dan sebagainya.

Dari pendapatan yang diperoleh Gaya Abadi, perusahaan mencatatkan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp21,21 miliar pada 30 September 2019 atau melonjak 77% dibandingkan dengan Rp11,95 miliar pada periode yang sama 2018.

Dari aspek arus kas, arus kas bersih untuk aktivitas operasi Gaya Abadi masih minus sebesar Rp28,02 miliar pada kuartal III atau turun dibandingkan dengan Rp99,95 miliar pada periode yang sama 2018.

Kenapa Saham SLIS Terbang?

Grafik saham SLIS sejak IPO sampai 13 Januari 2020. (Sumber grafik dari Yahoo Finance)

Tidak mudah menjawab pertanyaan kenapa saham SLIS bisa terbang begitu tinggi. Di sejumlah forum, pelaku pasar menyebut saham SLIS dinaikkan oleh pihak yang disebut sebagai “bandar” atau pihak yang dianggap dapat menaikkan atau menurunkan harga saham karena kemampuan membeli saham dengan volume yang besar.

Namun, kita bisa melihat fenomena saham SLIS ini dengan pendekatan lain yaitu CAN SLIM. Metode itu dikembangkan oleh William J. O’Neil, pendiri harian Investor’s Business di Amerika Serikat, untuk memilih saham yang akan dibeli oleh investor.

CAN SLIM adalah singkatan yang setiap hurufnya memiliki makna yaitu C (current quarterly earnings per share atau laba per saham terkini), A (annual earnings atau laba tahunan yang meningkat dalam 5 tahun terakhir).

N (new product atau produk baru, manajemen baru, informasi/peristiwa baru dan sebagainya), S (supply and demand atau penawaran dan permintaan sebuah saham), L (leading over laggard, saham pemenang atau pecundang).

I (institutional sponsorship atau pilih saham yang dibeli oleh beberapa investor institusi dengan kinerja di atas rata-rata) serta M (market direction atau arah pasar)

Dari berbagai indikator tersebut, aspek “N” dari CAN SLIM itu atau produk baru serta informasi baru mengenai Gaya Abadi Sempurna kemungkinan mempengaruhi persepsi publik terhadap saham SLIS. 

Salah satu informasi yang membawa angin segar bagi saham SLIS adalah kebijakan pemerintah yang hendak mengembangkan kendaraan listrik dan mendukung keberadaan kendaraan jenis ini jalanan kota dan daerah Indonesia.

Seperti diketahui, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 55/2019 mengenai Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan sebagai dasar hukum pengembangan industri motor listrik nasional.

Peraturan itu barangkali membuat orang-orang berpikir bahwa permintaan kendaraan listrik akan meningkat di masa depan. Dibandingkan dengan negara maju lainnya, China misalnya, Indonesia relatif ketinggalan dalam pengembangan atau penggunaan kendaraan listrik.

Di China, masyarakat telah beralih dari penggunaan sepeda motor berbahan bakar fosil ke sepeda motor berbahan bakar listrik. Situasi yang sebaliknya terjadi di Indonesia yang lebih banyak menggunakan sepeda motor berbahan bakar fosil.

Pemberitaan sejumlah media menunjukkan bahwa permintaan sepeda motor listrik yang diproduksi oleh Gaya Abadi kian meningkat, terutama di daerah yang mengalami kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Papua.

Pada saat ini, tidak banyak perusahaan yang menjual sepeda motor atau sepeda listrik di Indonesia. Secara lebih spesifik, belum ada perusahaan yang secara khusus berbisnis kendaraan listrik yang telah menjadi emiten di Bursa Efek Indonesia.

Di kategori perusahaan elektronik, baru ada tiga perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia yaitu PT Sky Energy Indonesia Tbk. (JSKY), PT Sat Nusapersada Tbk. (PTSN) dan Gaya Abadi Sempurna (SLIS) itu sendiri. Namun, dari tiga perusahaan itu, baru SLIS yang menjual sepeda listrik, sedangkan JSKY dan PTSN memiliki bisnis yang berbeda.

 

Apakah SLIS Bakal Terbang Lagi?

Sekali lagi, tidak mudah menjawab pertanyaan itu. Namun, pengalaman sejumlah saham yang pernah meroket lebih dari 1.000% beberapa tahun lalu bisa dijadikan pelajaran. Saham itu adalah NIKL (PT Pelat Timah Nusantara Tbk.) atau INAF (PT Indofarma (Persero) Tbk) yang mengalami lonjakan drastis pada 2016.

Seperti diketahui, harga saham NIKL pernah mencapai hingga Rp2.250 pada pada hari terakhir perdagangan BEI pada 2016 atau meroket 4.400% dibandingkan dengan Rp50 pada akhir Desember 2015.

Sementara itu, harga saham INAF pernah meningkat hingga lebih dari 2.600% sepanjang tahun 2016 menjadi Rp4.680 pada akhir tahun itu dibandingkan dengan Rp168 pada akhir Desember 2015.

Apa yang terjadi di saham INAF dan NIKL setelah 2016? Saham NIKL ternyata belum menyentuh harga tertingginya pada 2016. Saham itu terus bergerak dan menyentuh harga tertingginya di Rp6.600 pada Mei 2017.

Dengan demikian, harga NIKL meningkat hingga 13.100% dibandingkan dengan harga terendahnya pada awal 2016 sebesar Rp50. Namun, setelah itu, saham NIKL tidak pernah memecahkan rekor lagi. Harganya terus berfluktuasi dan kini bergerak di level Rp720 per lembar atau terus turun dari level tertingginya pada masa keemasannya di 2016-2017.

Sementara itu, peningkatan harga saham INAF ternyata belum berhenti pada 2016. Setelah bergerak fluktuatif dalam beberapa tahun, saham INAF kembali mencapai harga tertingginya sebesar Rp6.500 pada Desember 2018. Namun, setelah itu, saham INAF terus longsor hingga di bawah Rp1.000 pada awal 2020 ini.

Apakah SLIS bakal terbang lagi? Untuk menjawab pertanyaan itu, mungkin kita perlu menjawab setidaknya tiga pertanyaan berikut ini apabila hendak membeli SLIS: 

  1. Berapa besar peningkatan harga yang kita harapkan?
  2. Apa dasar atau alasan yang kuat untuk membeli saham SLIS tersebut?
  3. Apakah tidak ada saham lain yang menarik untuk dibeli?