Setelah K-Pop dan Drakor, Bersiaplah Melihat Korsel di Industri Perbankan
Mulai dari Winter Sonata hingga BTS. Korea Selatan berhasil berjaya lewat industri pop culture dan menjadi tren untuk sebagian kalangan di Indonesia. Ambil contoh ketika Big Hit Entertainment label yang menaungi BTS, sukses berkolaborasi dengan McDonald’s dalam kampanye “BTS Meal.” Kita tak perlu mempertanyakan loyalitas penggemar K-Pop di Indonesia.
Popularitas yang sedemikian kuat dimanfaatkan oleh sejumlah pelaku bisnis untuk menjalin kemitraan strategis guna mendorong kinerja lebih optimal antar negara.
Jejak investasi Korea Selatan di Indonesia telah menyebar ke pelbagai sektor — baik di sektor riil maupun finansial — Terbaru, kita mendengar masuknya Naver Corporation, perusahaan mesin pencari web terbesar di Korea Selatan, sebagai investor pada PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK).
Selain itu, ada Mirae Asset Sekuritas yang konsisten merajai lantai bursa lewat transaksi bulanan tertinggi di Indonesia saat ini. Pada Mei 2021 lalu, total nilai transaksi Mirae Asset Sekuritas di pasar modal mencapai Rp29,34 triliun atau 8% dari total transaksi Rp373,6 triliun.
Di industri perbankan, jejak Korea Selatan cukup mencolok akhir-akhir ini, meskipun bank-bank yang mereka kuasai belum menjadi pemain besar di Indonesia. Terakhir, kita mendengar polemik perebutan hak pemegang saham pengendali (PSP) antara KB Kookmin Bank dengan Bosowa Corporindo pada Bank Bukopin. KB Kookmin Bank merupakan bagian dari KB Financial Group. Salah satu bank dengan aset dan laba terbesar di Korea Selatan saat ini.
Konflik yang turut melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku otoritas pengawas kabarnya berakhir damai. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) memutuskan untuk menolak penundaan pelaksanaan Keputusan Dewan Komisioner OJK No. 64/KDK.03/2020 tentang Hasil Penilaian Kembali Bosowa Corporindo selaku PSP Bank Bukopin.
Putusan tersebut merupakan putusan atas banding perkara di PTTUN No. 65/B/2021/PT.TUN.JKT tanggal 24 Mei 2021 yang diajukan oleh Bosowa Corporindo. Sementara itu, surat Keputusan Dewan Komisioner (KDK) OJK yang menjadi objek gugatan tertanggal 24 Agustus 2020.
KDK OJK yang digugat Bosowa berisi sejumlah larangan terhadap Bosowa sebagai buntut dari penolakan Bosowa atas masuknya KB Kookmin sebagai PSP Bukopin, yang turut menggantikan posisi Bosowa.
Baca Juga : Medan Pertarungan Bank Digital di Indonesia
Bagi OJK, masuknya KB Kookmin menjadi penyelamat bagi Bukopin, sebab Bosowa dinilai tak mampu menopang kebutuhan modal baru bank tersebut agar selamat dari tekanan bisnisnya.
Dalam surat tersebut, Bosowa antara lain dilarang untuk menjadi PSP atau memiliki saham, menjadi pihak utama pengurus atau pejabat, pada lembaga jasa keuangan manapun selama tiga tahun.
Bosowa juga dicabut haknya sebagai pemegang saham di Bukopin, sehingga tidak dapat mengambil tindakan apapun yang mengatasnamakan hak tersebut. Bosowa juga wajib mengembalikan seluruh sahamnya dengan jangka waktu paling lambat 1 tahun.
Sikap OJK ini memuluskan langkah KB Kookmin menjadi pemegang saham utama di Bukopin, sekaligus mengganti nama Bank Bukopin menjadi PT Bank KB Kookmin Tbk. (BBKP). KB Kookmin kini menguasai 67% saham BBKP, sedangkan 9,7% masih digenggam Bosowa dan selebihnya saham publik.
BBKP melakukan tiga kali penerbitan saham baru (right issues) yang mengantar KB Kookmin memiliki 67% saham perseroan. Pada Penawaran Umum Terbatas (PUT) IV, Kookmin menggelontorkan Rp1,46 triliun untuk menebus 21,99% saham BBKP di harga Rp570 per saham.
Selanjutnya, pada PUT V KB Kookmin menebus sekitar 2,97 miliar saham baru di harga Rp180, sehingga total dana yang dikucurkannya mencapai Rp535 miliar. Melalui investasi itu, KB Kookmin memiliki 33,9% saham BBKP.
Selanjutnya, perseroan menerbitkan saham baru tanpa hak memesan efek terlebih dahulu atau private placement sebanyak 4,66 miliar saham seharga Rp180. Dalam aksi korporasi ini, KB Kookmin menjadi pembeli tunggal dan menggelontorkan dana Rp3,1 triliun.
Dengan demikian, kepemilikan sahamnya naik menjadi 67%.
Tantangan Berat
Meskipun berhasil memiliki Bukopin, langkah besar KB Financial Group di Indonesia belum dapat dikatakan sebagai kesuksesan, sebab grup finansial tersebut masih harus membuktikan sepak terjangnya di Indonesia. Apalagi, ini menjadi langkah perdana grup usaha ini di industri perbankan di Indonesia.
Apalagi, Korea Selatan tidak punya rekam jejak yang cukup meyakinkan kendati sudah lama meramaikan industri perbankan di Indonesia. Kinerja perbankan yang dikuasai oleh negeri yang hening versi Dinasti Ming tidak begitu mengesankan.
Langkah Korea Selatan di industri perbankan di Indonesia mulai agresif dalam satu setengah dekade terakhir. Meskipun demikian, persaingan di industri perbankan Indonesia sejatinya sangat ketat. Investor asal Korea Selatan menyadari bahwa sulit bagi mereka untuk memulai dari bawah dan mendirikan bank baru di Indonesia.
Lebih strategis bagi mereka untuk mengakuisisi bank kecil dan perlahan mulai membesarkannya. Meskipun pangsa pasar domestik dari bank-bank ini mungkin saja relatif terbatas, mereka dapat menggunakannya untuk menjangkau nasabah yang memiliki relasi bisnis Korea Selatan-Indonesia. Maka dari itu, manuver akuisisi dan merger marak dilakukan.
Contohnya pada tahun 2007, Hana Bank asal Korea Selatan mengakuisisi Bank Bintang Manunggal dan menjadi Bank Hana. Di Korea Selatan, pada 2012 Hana Bank mengakuisisi Korean Exchange Bank (KEB) dan berdampak pula di Indonesia.
KEB memiliki bank di Indonesia yakni Bank KEB Indonesia. Bank ini lalu merger dengan Bank Hana menjadi Bank KEB Hana Indonesia.
Pada 2012 lembaga jasa keuangan lain asal Korea Selatan masuk, yakni Woori Bank Korea dan membeli saham PT Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk. (SDRA). Pada 2015, unit bisnis Woori Bank yakni Bank Woori Indonesia merger dengan SDRA menjadi PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk.
Selanjutnya, ada Shinhan Bank yang mengakuisisi dua bank di Indonesia, yakni Bank Metro Express pada 2015 dan Centratama National Bank pada 2016. Kedua bank itu lalu merger menjadi Shinhan Bank Indonesia pada 2016.
Menyusul setelahnya, ada Industrial Bank of Korea (IKB) yang juga mengakuisisi dua bank, yakni Bank Agris pada 2017 dan Bank Mitraniaga pada 2018. Kedua bank itu juga dimerger dan menjadi Bank IBK Indonesia.
Langkah serupa juga ditempuh oleh lembaga keuangan nonbank Korea Selatan yakni Apro Financial Co pada 2018. Perusahaan ini mengambil alih dua bank, yakni Bank Oke dan PT Bank Dinar Indonesia Tbk. (DNAR). Kedua bank ini lalu dilebur menjadi PT Bank Oke Indonesia Tbk. dengan kode saham DNAR.
Dari sini terbaca bahwa investor asal Korea Selatan sangat tertarik dengan bisnis bank di Indonesia. Alasannya tentu tidak terlepas dari potensi ekonomi.
Korea Selatan merupakan salah satu mitra dagang Indonesia, sehingga kehadiran bank yang terafiliasi dengan pelaku bisnis di Korea Selatan menjadi strategis demi kemudahan transaksi.
Namun, jika menelisik kinerja keuangan bank-bank ini, akan terlihat bahwa kinerja mereka di Indonesia masih sangat terbatas.
Manfaatkan Popularitas K-POP dan Bank Digital
Bank KB Bukopin menjadi yang paling aktif menyampaikan rencana bisnisnya tahun ini. Bank ini mengungkapkan sudah menyiapkan rencana transformasi bisnis hingga 2025 mendatang. Proses transformasi ini sudah dimulai sejak September 2020.
Beberapa inisiatif akan dikembangkan yakni perluasan bisnis seperti di bidang kredit pensiunan, kemitraan strategis untuk memperluas bisnis ritel dan produk KPR, multifinance, kartu kredit, payroll, dan perluasan pasar ke relasi bisnis Korea Selatan.
Bank ini juga berencana untuk mematangkan ekosistem digitalnya sehingga dapat menjadi bank digital. Strategi jangka pendek yang tengah disiapkan antara lain integrase aplikasi Wokee dengan tabungan Siaga, pengaktifan QR code, simplifikasi proses KYC, cardless withdrawal, dan lainnya.
Dalam jangka panjang, KB Bukopin akan mengembangkan sistem teknologi informasi sendiri seperti di negara asalnya. Sasarannya, perseroan ingin masuk menjadi bagian dari 10 besar bank ritel terbesar di Indonesia dan menjadi bank digital pada 2023.
Target ini juga akan ditopang oleh tambahan suntikan modal. Saat ini, Bukopin bahkan sudah mengumumkan rencana PUT VI dengan melepas 35,2 miliar saham baru untuk kembali menambah modal. Rencananya, KB Bukopin akan menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 17 Juni 2021.
Selain melalui suntikan modal, KB Bukopin tertarik untuk memanfaatkan momentum popularitas K-Pop di Indonesia.
Tidak tanggung-tanggung, kemitraan dengan KB Kookmin dan jaringan bisnis Korea Selatan mendorong perusahaan untuk menggandeng grup idola kenamaan Korea Selatan yang kini tengah naik daun, yakni BTS. Adapun, BTS sendiri sudah berkolaborasi dengan KB Kookmin sejak 2018.
Kemitraan ini dinilai bakal sangat strategis, sebab popularitas grup idola tersebut tidak dapat dianggap remeh. Bulan ini, kita menyaksikan tingginya euforia idola K-Pop di Indonesia ketika McDonald’s meluncurkan produk makanan siap saji edisi khusus BTS Meal.
Manajemen McD bahkan terpaksa menutup beberapa gerai lataran diserbu oleh pesanan pada penggemar BTS. Demikian juga Grab terpaksa menghapus sementara menu BTS Meal di layanan GrabFood lantaran membludaknya pesanan.
Sejauh ini, manajemen Bukopin belum memutuskan produk apa yang bakal diluncurkan dengan kampanye BTS. Langkah kolaborasi ini menjadi penting demi memulihkan citra dan persona perusahaan, sebab sebelum ditolong KB Kookmin, nasib Bukopin sejatinya sudah di ujung tanduk.
Jika upaya transformasi bisnis KB Bukopin sukses, tentu industri keuangan di Indonesia akan mengundang investor lain untuk ekspansi ke sejumlah bank atau bukan tidak mungkin mendirikan bank di Indonesia.
Akan tetapi, mengingat beratnya permasalahan di tubuh KB Bukopin selama ini, upaya transformasi ini tentu tidak akan mudah.
Sayangnya, belum terdengar adanya rencana yang lebih strategis dari bank-bank asal Korea Selatan lainnya selain KB Bukopin.
Saat ini, baru ada PT Bank IBK Indonesia Tbk. (AGRS) yang tengah melangsungkan emisi saham baru melalui rights issue di pasar modal. AGRS rencananya akan melepas hingga 7,28 miliar saham baru dengan harga Rp170 per saham.
Dengan demikian, dana yang akan dikumpulkan mencapai Rp1,24 triliun. Dana itu akan digunakan untuk penambahan modal kerja, yang seluruhnya akan disalurkan sebagai kredit. Rencanya, proses rights issue berakhir dan dicatatkan hari ini, Selasa (15 Juni 2021).
Selain AGRS, ada juga Bank KEB Hana Indonesia yang telah selesai menjalin kemitraan strategis dengan Kredit Pintar untuk channeling kredit senilai Rp100 miliar. Kemitraan ini sudah dimulai sejak September 2020.
Di luar itu, tidak begitu banyak aksi korporasi yang dilakukan bank-bank negeri ginseng ini. Mari menunggu apakah popularitas K-Pop dan Drakor membawa keberuntungan bagi perbankan asal Korea Selatan? Menarik untuk ditunggu.
Date: