RUU Minuman Beralkohol: Berdampak ke DLTA dan MLBI?

Date:

[Waktu baca: 3 menit]

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana kembali membahas Rancangan Undang-undang (RUU) yang telah diusulkan sejak beberapa tahun ini: RUU Minuman Beralkohol.

RUU itu mengatur sanksi pidana bagi peminum minuman beralkohol. Pasal 20, seperti dikutip dari RUU yang diunggah di situs DPR, menyatakan:

Setiap orang yang mengkonsumsi Minuman Beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp50 juta.

Hukuman bisa bertambah berat apabila menganggu ketertiban umum dan menghilangkan nyawa orang lain.

Kenapa RUU ini dibuat? Menurut RUU itu, ada tiga alasan:

  • Melindungi masyarakat dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh minuman beralkohol.
  • Menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol.
  • Menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari gangguan yang ditimbulkan oleh peminum minuman beralkohol.

RUU yang sudah diusulkan sejak 2015 itu kini dibahas di Badan Legislasi DPR. Sejumlah partai politik mendukung RUU ini.

Emiten apa yang berpotensi terdampak apabila RUU ini disahkan? Pada saat ini, ada dua emiten yang memproduksi minuman beralkohol: Multi Bintang Indonesia (MLBI) dan Delta Djakarta (DLTA).

MLBI

Multi Bintang Indonesia adalah perusahaan yang mayoritas sahamnya milik perusahaan asal Belanda, Heineken International BV dan sisanya milik publik. Perusahaan ini menjual dua jenis minuman: beralkohol dan tidak beralkohol.

 Sebanyak 88% penjualan MLBI adalah minuman beralkohol. MLBI menjual minuman beralkohol dengan merk seperti Bintang atau Heineken. Bir ini sulit ditemukan di minimarket sejak dibatasi distribusinya oleh Kementerian Perdagangan pada 2015.

MLBI menjual 99% minuman beralkoholnya di pasar dalam negeri. Hanya sedikit sekali minuman beralkohol di jual di pasar ekspor seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan.

DLTA

Delta Djakarta adalah perusahaan yang dimiliki oleh institusi asing (58,33%), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (26,25%) dan publik. 

DLTA menjual minuman beralkohol dengan merk seperti Anker, Kuda Putih, Batavia dan San Miguel. Sama seperti produk Multi Bintang, produk minuman beralkohol DLTA juga tidak mudah ditemukan di minimarket.

DLTA menjual 99% minuman beralkohol yang diproduksinya di pasar Indonesia. Ekspor DLTA ke Vietnam dan Thailand hanya sedikit sekali. Produk DLTA (dan juga MLBI) hanya bisa diperoleh di tempat tertentu seperti supermarket besar, restoran, daerah wisata dan sebagainya.

Pada 2015, laba MLBI dan DLTA turun karena kebijakan Kementerian Perdagangan yang melarang distribusi minuman beralkohol di minimarket atau pengecer lainnya. 

Kelanjutan pembahasan RUU ini menarik untuk dicermati mengingat potensi dampaknya ke penjualan DLTA dan MLBI yang besar di dalam negeri.