Prospek Semen Indonesia (SMGR) di Tengah Pemulihan Ekonomi

Date:

[Waktu baca: 6 menit]

Sepanjang 2020, ada banyak sekali perusahaan yang labanya turun karena terpukul oleh pandemi virus corona. Namun, kondisi yang berkebalikan dialami oleh raksasa semen Nusantara: Semen Indonesia (SMGR).

Di tengah penurunan penjualan semen yang berimbas terhadap penurunan pendapatan, BUMN semen sekaligus penguasa pangsa pasar semen di Indonesia itu mencetak peningkatan laba sebesar 16,72% menjadi Rp2,79 triliun pada 2020 dibandingkan dengan Rp2,39 triliun pada 2019.

Padahal, pendapatan perusahaan turun 12,87% menjadi Rp35,17 triliun pada 2020 dibandingkan dengan Rp40,36 triliun pada 2019 seiring penurunan penjualan semen 8% menjadi 39,84 juta ton pada 2020 dibandingkan dengan 42,27 juta ton pada 2019.

Bottom line yang melesat di tengah pandemi itu merupakan sesuatu yang langka yang dialami oleh perusahaan-perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia. Mengapa laba SMGR bisa naik di tengah pandemi? Bagaimana prospek perusahaan ini pada 2021? Simak ulasan berikut:

Efisiensi: Kunci 2020

Salah satu kunci pencapaian kinerja SMGR pada 2020 adalah efisiensi. Di tengah penurunan pendapatan 13%, perusahaan sanggup membukukan penurunan pendapatan beban pokok pendapatan yang lebih besar lagi yaitu 15% menjadi Rp23 triliun pada 2020 dibandingkan dengan Rp27 triliun pada 2019.

Alhasil, laba kotor hanya turun 8,63%. Perusahaan juga sanggup menekan beban usaha sehingga turun 9% pada 2020 dibandingkan dengan 2019.  Hampir seluruh komponen beban pokok pendapatan mengalami penurunan seperti dalam tabel berikut:

Salah satu komponen biaya terbesar adalah biaya bahan bakar dan energi. Dalam komponen ini, SMGR berhasil menekan pengeluaran hingga 13% menjadi hanya Rp7,8 triliun pada 2020 dibandingkan dengan Rp8,9 triliun pada 2019.

Dalam Laporan Tahunan 2020, manajemen SMGR menjelaskan salah satu strategi perusahaan adalah melakukan evaluasi pembelian batubara dengan mengedepankan kontrak-kontrak pembelian partai besar dan berdasarkan kedekatan lokasi tambang dengan fasilitas produksi untuk mendapatkan harga terbaik dan ongkos angkut paling efisien. Tujuannya adalah turunnya biaya energi per ton terak.

Di samping itu, perusahaan melakukan optimasi dan sentralisasi pembelian BBM industri secara terpusat untuk mendapatkan harga yang kompetitif. Perusahaan juga melakukan optimasi indeks pemakaian listrik pabrik khususnya untuk peralatan yang mengkonsumsi daya/kWh besar dengan mempertahankan kinerja terbaik pada masing-masing alat. Manajemen juga melakukan optimasi utilisasi power plant dan fasilitas WHRPG yang telah beroperasi.

Berbagai inisiatif itu terbukti dapat menekan beban pokok pendapatan perusahaan, terutama biaya bahan bakar dan energi. Inisiatif itu menjadi salah satu faktor kunci yang membuat SMGR mencetak pertumbuhan laba di tengah pandemi.

Ekspektasi 2021

Bagaimana dengan 2021? Ada baiknya kita mengintip data Badan Pusat Statistik (BPS) terlebih dulu, khususnya data Produk Domestik Bruto (PDB) sektor konstruksi atau sektor yang banyak menyerap banyak semen.

PDB sektor konstruksi terkontraksi cukup dalam pada kuartal II/2020 yakni hingga minus 5,39%. Satu kuartal berikutnya, PDB sektor konstruksi masih minus namun berkurang yakni 4,52%. Pada kuartal IV/2020, PDB sektor konstruksi kembali terkontraksi dengan penurunan yang lebih dalam yaitu 5,67%. Kontraksi ini menunjukkan bahwa sektor konstruksi sedang menghadapi situasi tidak mudah.

Sektor konstruksi terpukul cukup dalam karena berbagai faktor, salah satunya karena penurunan anggaran infrastruktur dalam APBN 2020 seiring pengalihan anggaran untuk penanganan pandemi. Seperti diketahui, proyek konstruksi banyak bersumbe dari proyek-proyek pemerinta yang didanai APBN. Ketika proyek infrastruktur "seret" maka permintaan jasa konstruksi juga menurun.

Dalam APBN 2020, anggaran infrastruktuhanya Rp281,1 triliun atau lebih rendah 32% dari rencana awal sebesar Rp419 triliun. Sebagian anggaran pemerintah dialihkan untuk penanganan pandemi dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Namun, penurunan anggaran infrastruktur kemungkinan tidak berlanjut pada 2021 mengingat adanya peningkatan anggaran infrastruktur hingga Rp414 triliun dalam APBN 2021 yang menciptakan harapan baru bagi sektor konstruksi. Peningkatan anggaran ini berpotensi mendongkrak kembali penjualan semen seiring kembali maraknya proyek infrastruktur.

Di samping potensi peningkatan permintaan semen dari proyek infrastruktur, penjualan semen juga berpotensi terdongkrak oleh peningkatan penjualan properti pada 2021. Sama seperti infrastruktur, sektor properti juga sama lesunya pada 2020.

Pada 2021, sektor properti mendapatkan sejumlah stimulus dari pemerintah yang diharapkan dapat mendongkrak penjualan properti. Stimulus itu antara lain penurunan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI 7DRR) hingga ke level 3,50%. Penurunan suku bunga acuan ini diharapkan dapat meringankan pembayaran bunga pinjaman oleh pembeli rumah dengan cara kredit.

Di samping itu, BI melonggarkan rasio loan to value/financing to value (LTV/FTV) bagi kredit/pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100%. Dengan kata lain, bank dapat memberikan kredit untuk pembelian rumah hingga 100% dari nilai properti tersebut, tanpa perlu nasabah membayarkan uang muka terlebih dahulu. Stimulus ini berlaku mulai dari 1 Maret 2021 hingga 31 Desember 2021.

Pada saat yang sama, pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga memberikan insentif dengan menanggung pajak pertambahan nilai (PPN) untuk rumah tapak dan rumah susun yang harga jualnya maksimal hingga Rp5 miliar.

Stimulus ini juga dimulai sejak 1 Maret 2021, tetapi hanya berlaku 6 bulan hingga Agustus 2021. Selain itu, stimulus ini juga menyasar rumah siap huni, bukan rumah inden atau yang masih berupa rencana pembangunan.

Di atas kertas, kebijakan pemerintah di sektor infrastruktur (konstruksi) dan properti dapat "menguntungkan" industri semen. Penjualan semen diharapkan kembali meningkat setelah turun 13% sepanjang 2020.

Jika pemulihan ekonomi berjalan sesuai rencana, bukan tidak mungkin penjualan semen kembali memantul di 2021 ini, termasuk penjualan semen oleh SMGR yang menguasai pangsa pasar semen di Indonesia dengan porsi lebih dari 50%.