PPKM Darurat dan Ancaman Deflasi di Masa Depan

Date:

Mengepal segenggam cabai, Siti Kasni Selian berkali-kali menjulurkan tangannya yang keriput. Di hadapan pembelinya, wanita berusia 65 tahun itu betul-betul berupaya meyakinkan bila harga cabai tak seperti hari-hari sebelumnya. “Hari ini, cabai harganya Rp 30 ribu per kg (kilogram),” kata Kasni pada awak media, Ahad lalu (11/7).

Dengan kerudung warna pink dan mengenakan baju terusan, Kasni ialah satu dari sekian penjaja aneka jenis bumbu di sebuah pasar tradisional di Medan Labuhan, Kota Medan. Ia menuturkan, pekan lalu harga cabai per kg memang masih berkisar Rp 20 ribu. Tapi, sudah seminggu ini harga per kgnya naik jadi Rp 30 ribu. “Kalau yang lain masih stabil,” imbuh Rika Inda Sariyanti, sesama penjual bumbu di pasar itu, membenarkan.

Namun demikian, apa yang terjadi di Medan tak serupa dengan di beberapa wilayah di Tanah Air. Jawa Timur, misalnya. Alih-alih naik, per Juli ini harga komoditas makanan seperti cabai merah, ayam karkas, dan telur ayam di provinsi itu justru turun (deflasi).

“Stok komoditas ini justru menunjukkan surplus yang cukup tinggi,” ujar Dadal Angkoro pada 9 Juli lalu ketika memimpin rapat koordinasi teknis Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Kepala Divisi Implementasi Kekda Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur itu menegaskan, komoditas yang tengah berlimpah di daerahnya itu berpotensi meningkatkan risiko deflasi lebih besar di masa PPKM Darurat.

Baca: Alarm Deflasi Akibat PPKM Darurat

Hal senada juga dikuatkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Bahkan, berdasar catatan milik lembaga pemerintah non kementerian itu, per Juni kemarin sudah ada 56 dari 90 kota yang terdeflasi, dengan tiga wilayah tertinggi terjadi di Kupang (0,89 persen), Palu (0,86 persen) dan Waingapu (0,63 persen). Sementara Medan di Juni lalu termasuk kota yang terinflasi sebesar 0,03 persen, dan sebagian besar kota di Provinsi Jawa Timur sudah terdeflasi sejak bulan Juni.

“Deflasi terjadi karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya beberapa indeks kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,71 persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,12 persen; kelompok transportasi sebesar 0,35 persen; dan kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,01 persen,” demikian bunyi laporan BPS.

Peningkatan jumlah yang terdeflasi per Juni itu terhitung pesat ketimbang di Mei lalu. Di bulan kelima itu, setidaknya hanya ada 12 kota yang terdeflasi dengan Timika menjadi yang tertinggi sebesar 0,83 persen. Angka yang terdeflasi di bulan Mei ini sejatinya sudah menurun apabila disandingkan dengan bulan April yang mencatatkan 18 kota.

Lalu, untuk mengilustrasikan kondisi apa deflasi itu?

Perlu dicatat, jika inflasi bisa jadi menggambarkan pertumbuhan positif ekonomi akibat tingkat daya beli masyarakat yang tinggi, maka berkebalikan dengan deflasi. Ia adalah cerminan banyaknya penduduk suatu negara yang menganggur dan daya beli yang rendah.

Dengan berbagai aturan ketat yang membatasi kegiatan ekonomi di masa PPKM Darurat, diperkirakan angka deflasi akan terus bertambah hingga akhir Juli ini. Artinya, situasi ekonomi Tanah Air sedang tidak baik-baik saja. Malahan, bisa berdampak ke pertumbuhan negatif ekonomi hingga bulan-bulan berikutnya.

Barangkali pemerintah Indonesia bisa mengikuti saran Adam Hayes. Dalam tulisannya yang terbit di Investopedia Januari lalu, sosiolog-ekonomi dan asisten profesor di The Hebrew University itu menganjurkan beberapa hal yang bisa diupayakan agar keluar dari tekanan deflasi, yang antara lain adalah menurunkan suku bunga pinjaman. Namun begitu, cara ini harus dilakukan hati-hati sebab bisa berakibat ke sektor investasi.

Berikutnya, meningkatkan anggaran belanja negara dan terakhir adalah memotong tarif pajak. “Memerangi deflasi memang sedikit lebih sulit daripada menahan laju inflasi. Apalagi, risiko spiral deflasi dapat menyebabkan serangkaian hasil negatif yang merugikan semua pihak,” tulis Hayes dalam platform pendidikan investasi online yang berdiri sejak 1999 di New York City itu

Tags: