Nasib Saham Blue Bird (BIRD) di Tengah Kebijakan WFH
Segera setelah virus corona merebak dan menjadi pandemi global pada kuartal I/2020, banyak pemerintahan dari berbagai negara seperti Indonesia menyerukan pekerja untuk bekerja dari rumah (work from home/WFH).
Kebijakan itu merupakan upaya pencegahan menyebarnya virus yang mudah bertransmisi dari orang ke orang tersebut. Dengan bekerja di rumah, risiko penyebaran diharapkan dapat ditekan karena interaksi banyak orang berkurang.
Kebijakan WFH itu telah dimulai oleh banyak perusahaan pada pertengahan Maret 2020 dan akan dilanjutkan hingga April 2020. Bukan tidak mungkin kebijakan WFH ini akan terus diberlakukan oleh banyak pihak sampai masalah penyebaran virus corona ini selesai atau berkurang drastis.
Virus corona serta berbagai peristiwa dan kebijakan yang mengikutinya berdampak luas terhadap kehidupan manusia, termasuk aktivitas ekonomi. Salah satu sektor industri yang terkena dampak dari kebijakan itu adalah transportasi.
Sektor transportasi terkena imbasnya karena masyarakat mengurangi berpergian menggunakan angkutan umum, baik yang disediakan oleh pemerintah atau swasta, seperti bus, pesawat, kereta api, kapal, taksi dan sebagainya.
Perusahaan taksi di Indonesia yang terkena imbas dari situasi yang tidak diharapkan ini adalah PT Blue Bird Tbk. Emiten berkode saham BIRD ini memiliki wilayah operasional di 19 wilayah dimana sebagian merupakan wilayah penyebaran virus seperti Jakarta, Bali, Semarang dan sebagainya.
Di Jakarta, taksi milik Blue Bird sering dipakai oleh para pekerja untuk berpergian ke kantor. Seiring kebijakan WFH, jumlah orang yang menggunakan taksi untuk pergi ke kantor kemungkinan besar turun.
Selain digunakan untuk pergi ke kantor, taksi Blue Bird juga sering digunakan oleh konsumen untuk aktivitas lain seperti pergi dari atau menuju ke bandara, stasiun, pusat perbelanjaan atau tempat-tempat lainnya. Seruan pembatasan fisik dan sosial (social and physical distancing) membuat orang jadi jarang berpergian, termasuk menggunakan taksi.
Saham Anjlok
Setelah virus corona merebak, Indeks Harga Saham Gabungan dan indeks saham berbagai bursa di dunia mengalami penurunan yang signifikan. Seiring penjualan saham besar-besaran oleh para investor saham seluruh dunia, saham BIRD tidak terkecuali juga dijual oleh para investor sehingga harganya turun drastis.
Sejak akhir 2019 sampai akhir Maret 2020, saham BIRD telah terkoreksi lebih dari 50%. Saham BIRD juga tidak sempat menikmati bounce sesaat yang dialami oleh banyak saham di Bursa Efek Indonesia pada 26-27 Maret 2020.
Saham BIRD tidak ikut menikmati reli IHSG pada Kamis dan Jumat (26-27 Maret 2020) yang meningkat hingga sekitar 14% karena sentimen rencana pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan stimulus sebesar US$2 triliun untuk memulihkan ekonomi yang lesu akibat virus corona.
Di saat banyak saham mengalami reli pada dua hari tersebut, saham BIRD turun masing-masing 6,6% pada 26 dan 27 Maret 2020 atau mendekati batas maksimal penurunan saham (auto rejection bawah/ARB) yang ditetapkan Bursa Efek Indonesia sebesar 7% sejak awal Maret 2020.
Harga saham BIRD kini berada jauh di bawah level harga penawaran umum perdana saham (IPO) sebesar Rp6.500 per lembar pada 2014. Pada akhir Maret 2020, saham BIRD bahkan sempat menyentuh level di bawah Rp1.000.
Rasio harga saham terhadap laba perusahaan (PER) kini berada di level 10x dan rasio harga saham terhadap nilai buku (PBV) sebesar 0,47x. Kapitalisasi pasar Blue Bird di BEI sekitar Rp2,4 triliun pada akhir Maret 2020.
Kinerja Turun
Selain WFH, peristiwa lain yang mempengaruhi persepsi investor terhadap saham BIRD adalah kinerja perusahaan. Sepanjang 2019, laba bersih perusahaan mencapai Rp314,56 miliar atau turun 31% dibandingkan dengan Rp457,3 miliar pada 2018.
Pendapatan perusahaan turun 4,05% menjadi Rp4,04 triliun pada 2019 dibandingkan dengan Rp4,21 triliun pada 2018. Beban usaha perusahaan melonjak menjadi Rp723,51 miliar pada 2019 dibandingkan dengan Rp621,30 miliar pada 2018.
Blue Bird adalah salah satu perusahaan yang terkena dampak disrupsi di sektor transportasi setelah kemunculan layanan transportasi online (ride-hailing) yang disediakan oleh perusahaan teknologi seperti Gojek dan Grab.
GoJek dan Grab menyediakan layanan transportasi taksi online dengan armada yang mencapai ratusan ribu di seluruh Indonesia. Dengan berbagai keunggulannya, layanan seperti GoCar milik Gojek dan GrabCar milik Grab menjadi pesaing yang serius bagi Blue Bird yang telah beroperasi sejak 1972.
Seiring perkembangannya, PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek) yang mengelola layanan GoCar membeli 4,33% saham Blue Bird dengan harga Rp3.800 per lembar atau senilai total Rp411,87 miliar pada akhir Februari 2020. Dengan pembelian itu, Gojek kini menjadi salah satu pemegang saham minoritas Blue Bird.
Belum dapat dipastikan apakah pembelian saham minoritas Blue Bird oleh Gojek itu akan memiliki dampak positif bagi Blue Bird di masa depan. Ditambah kondisi perekonomian Indonesia yang terpukul akibat wabah virus corona, Blue Bird menghadapi tantangan yang tidak mudah pada saat ini.
Date: