Mengenal Perbedaan Krisis 1998 dan 2020
Indonesia mengalami krisis pada 1998 dan 2020 dalam bentuk, skala, penyebab dan situasi yang berbeda. Namun, kedua krisis itu memiliki dampak yang hampir sama: PHK, pengangguran, penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) dan sebagainya.
Bulan Mei mengingatkan periode terjadinya berbagai peristiwa bersejarah di Indonesia. Pada 1998, krisis yang terjadi adalah krisis moneter yang diikuti dengan krisis ekonomi dan politik. Sementara itu pada 2020, krisis yang terjadi adalah krisis kesehatan yang berdampak terhadap ekonomi.
Krisis itu tidak berawal dan berakhir di bulan Mei. Pada 1998, krisis diawali dari serangkaian peristiwa pada 1997 dan berlanjut hingga bulan-bulan berikutnya. Begitupula krisis kesehatan yang terjadi pada 2020 kali ini. Berikut ini sejumlah perbedaan situasi antara 1998 dan 2020:
1998
Sekitar 22 tahun yang lalu, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang awalnya disebabkan oleh merosotnya nilai tukar mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Depresiasi Rupiah tersebut disebabkan oleh efek berantai gejolak nilai tukar mata uang Thailand, Baht, yang dipicu oleh serangkaian aksi spekulasi.
Nilai tukar Rupiah yang merosot bahkan hingga 80% tersebut mengguncang korporasi yang memiliki pinjaman dalam mata uang dolar AS. Banyak perusahaan mengalami kebangkrutan karena nilai utangnya membengkak.
Di saat yang bersamaan, Indonesia mengalami krisis politik pada saat itu. Banyak pihak mendorong turunnya Soeharto sebagai Presiden Indonesia setelah berkuasa lebih dari 32 tahun. Soeharto akhirnya turun dari takhtanya pada Mei 1998.
Krisis ekonomi saat itu mengakibatkan banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan. Menurut data Bank Indonesia, jumlah pengangguran penuh dan pengangguran tidak penuh mencapai 13,7 juta orang sepanjang 1998.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 13,8% sepanjang tahun 1998. Inflasi melonjak hingga 77% atau tertinggi dalam beberapa puluh tahun terakhir. 1998 adalah salah satu periode terburuk dalam sejarah Indonesia modern.
2020
Sementara itu, situasi berbeda terjadi pada 2020 dimana Indonesia mengalami krisis kesehatan akibat penyebaran virus corona yang menginfeksi belasan ribu orang dan menewaskan lebih dari seribu orang hingga 12 Mei 2020.
Apabila pada 1998 krisis moneter dialami oleh negara-negara Asia, krisis kesehatan pada 2020 dialami oleh lebih dari 200 negara di dunia dimana jutaan orang meninggal akibat virus ini.
Krisis kesehatan mendorong pemerintah di banyak negara membuat kebijakan lockdown. Pemerintah Indonesia sendiri membuat kebijakan bernama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi banyak aktivitas ekonomi masyarakat.
Kebijakan PSBB serta seruan untuk lebih banyak beraktivitas di rumah membuat ekonomi terkontrasi. Pada kuartal I/2020, pertumbuhan ekonomi turun hingga 2,97%. Pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 diperkirakan lebih rendah lagi.
Krisis kesehatan akibat corona juga membuat banyak perusahaan mem-PHK atau merumahkan karyawannya karena tidak lagi dapat beroperasi secara normal. Guncangan akibat corona juga dirasakan oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Menurut pemberitaan Detik, berdasarkan data Kemnaker per 1 Mei 2020, jumlah pekerja sektor formal yang telah dirumahkan akibat pandemi corona telah mencapai 1.032.960 orang.
Sementara itu, jumlah pekerja sektor formal dan informal yang di-PHK sudah mencapai 689.998 orang. Dengan demikian, total pekerja sektor formal dan informal yang terdampak corona sebanyak 1.722.958 orang.
Sejumlah lembaga memperkirakan pemulihan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia, dapat terjadi pada 2021. Sebagian pihak lain berpendapat bahwa pemulihan ekonomi dapat terjadi apabila solusi atas persoalan ini yaitu vaksin ditemukan dan dapat digunakan secara luas.
Ikuti terus analisa emiten dengan bahasa sederhana dan ulasan mendalam mengenai pasar modal dengan cara mendaftar di premium content.
Date: