Mengenal Halodoc, Startup yang Bikin Berobat Jadi Lebih Gampang
[Waktu baca: 4 menit]
Dulu siapa yang pernah menyangka kalau aktivitas berobat ke dokter, juga pembelian obatnya, bisa dilakukan dari jarak jauh?
Setidaknya sampai satu dekade yang lalu, kalau kita hendak berobat berarti kudu pergi ke tempat praktek dokter, klinik atau rumah sakit. Tidak ada opsi lain. Bagi orang dengan ekonomi yang lebih mapan, dokter pribadi bisa datang langsung ke rumah.
Situasi tersebut masih berlaku sampai saat ini. Namun, kini setidaknya muncul opsi pengobatan yang lebih simpel, tanpa mengharuskan pasien datang langsung ke tempat praktek dokter atau rumah sakit.
Untuk sebagian kasus yang ringan atau umum, konsultasi medis bisa dilakukan secara jarak jauh. Caranya, bisa lewat percakapan tertulis antara pasien dengan dokter ataupun lewat panggilan video menggunakan smartphone. Di era modern ini, praktik ini akrab disebut sebagai telemedicine atau teleconsultation.
Selepas konsultasi medis lewat chat atau video call, dokter akan membuat resep obat yang bisa langsung ditebus di apotek secara online. Pasien pun tak perlu repot keluar rumah untuk pergi ke tempat praktek dokter atau rumah sakit hingga apotek.
Setelah berkonsultasi jarak jauh, cukup menunggu pengemudi ojek online atau kurir aplikasi telemedicine yang mengantarkan obat sampai depan pintu rumah. Sangat mudah bukan?
Kendati fitur yang ditawarkan aplikasi telemedicine ini tidak bisa menggantikan pemeriksaan dan pengobatan dengan dokter secara tatap muka langsung, tapi jelas layanan ini sangat memudahkan pengobatan untuk sejumlah kasus penyakit di masyarakat.
Salah satu pemain utama di sektor telemedicine Indonesia adalah Halodoc. Halodoc adalah perusahaan rintisan (startup) telemedicine yang didirikan tahun 2016 lalu. Perusahaan yang sering dikategorikan sebagai health tech ini mensimplifikasi akses layanan kesehatan bagi masyarakat luas.
Lantas seperti apa layanan Halodoc dan fakta apa saja yang perlu diketahui terkait startup kesehatan ini? Big Alpha merangkumnya untukmu!
1. Didirikan Seorang Eks Medical Representative
Startup Halodoc didirikan oleh Jonathan Sudharta pada April 2016. Dalam wawancaranya dengan media massa, Jonathan mengaku bahwa dirinya sempat cukup lama berprofesi sebagai medical representative alias tenaga pemasar produk farmasi.
Meski harus rela memendam cita-citanya jadi dokter, bekerja sebagai seorang medical representative ternyata ada hikmahnya. Jonathan berhasil membangun jejaring dengan tidak kurang dari 4.000 dokter selama 14 tahun bekerja.
Selama itu pula, Jonathan kerap dihubungi rekannya yang meminta masukan terkait dokter atau obat mana yang cocok untuk penyakitnya. Hal ini yang akhirnya mengilhami Jonathan untuk membangun sebuah sistem yang mendekatkan masyarakat dengan layanan kesehatan, baik dokter dan obatnya.
Dengan jejaring dokter dan industri farmasi yang cukup luas, Jonathan pun membangun Halodoc.
2. Konsultasi dengan Dokter Resmi
Halodoc bermitra dengan ribuan dokter yang telah melengkapi surat kelulusan dokter, STR, dan SIP. Halodoc juga menggandeng Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk menjamin keakuratan sertifikasi dokter yang terlibat.
Sejak awal berdiri, Halodoc melayani dua jenis konsultasi dengan pasien. Pertama adalah konsultasi yang sifatnya darurat atau emergency. Halodoc menyebutkan bahwa 68 persen dari kasus ini dapat diselesaikan dengan anamnesis dan selanjutnya diberikan tindakan medis secara online.
Kasus darurat ini misalnya, ada pasien yang mengeluhkan kulit merah dan mata bengkak. Cukup dengan melakukan komunikasi untuk menggali informasi dari pasien, maka dokter bisa mengetahui gejala dan penyakit apa yang diderita pasien.
Jenis konsultasi kedua adalah pasien yang sebelumnya sudah pernah bertemu dokter secara langsung sehingga konsultasi di Halodoc bersifat follow up dari kasus yang ada.
3. Masuk Jajaran Startup Kesehatan Top Dunia
Tahun 2020 lalu, Halodoc masuk dalam daftar 150 perusahaan kesehatan digital paling menjanjikan di seluruh dunia. Daftar tersebut dirilis oleh CB Insights dengan melibatkan seluruh perusahaan startup bidang kesehatan di dunia, termasuk dari Amerika Serikat (AS), Kanada, China, dan Inggris.
Halodoc menjadi satu-satunya perusahaan Asia Tenggara yang masuk dalam daftar Digital Health 150 kategori Virtual Care Delivery.
4. Disuntik Pendanaan Astra
Pada April 2021, Halodoc mendapat pendanaan sebesar US$80 juta atau setara dengan Rp1,1 triliun dalam putaran pendanaan seri C. Suntikan dana tersebut didapat dari kelompok investor yang dipimpin oleh Astra International Tbk (ASII).
Astra sendiri menggelontorkan dana sebesar US$35 juta atau nyaris separuh dari keseluruhan pendanaan kepada Halodoc. Investor lain yang masuk adalah Temasek, Telkomsel Mitra Inovasi, Novo Holdings, Acrew Diversify Capital Fund, dan Bangkok Bank. Sejumlah investor lama seperti UOB Venture Management dan Blibli Group juga terlibat.
Pendanaan baru ini akan digunakan Halodoc untuk memperluas layanan melalui konsep integrasi vertikal kesehatan. Artinya, akan ada aliansi strategis dengan berbagai rumah sakit, produsen obat, dan apotek. Halodoc juga akan meningkatkan user experience di aplikasinya.
Mengapa perusahaan besar seperti Astra memutuskan berinvestasi di perusahaan digital seperti Halodoc? Simak ulasan kami dalam artikel ini: Ketika "Big Caps" Jatuh Hati ke Perusahaan Digital.
5. Pengguna Naik 25 Kali Lipat
Adanya pandemi virus corona membuat orang lebih banyak memanfaatkan fasilitas belanja secara online, termasuk pembelian obat. Masyarakat juga lebih memilih untuk mengurangi risiko penularan Covid-19 dengan memanfaatkan konsultasi dokter secara virtual.
Kondisi ini mendongkrak jumlah transaksi Halodoc. Dibandingkan nilai transaksi pada 2018, transaksi pengguna pada 2021 ini naik 16 kali lipat. Dalam periode yang sama, jumlah pengguna aktif juga naik 25 kali lipat.
Halodoc juga terus menambah mitra layanan. Saat ini, startup kesehatan ini telah bermitra dengan lebih dari 20.000 dokter berlisensi, 2.000 rumah sakit/klinik/lab, serta 4.000 apotek yang tersebar di ratusan kota di Indonesia.
Date: