Mengenal Asuransi Syariah: Pengertian dan Fatwa

Date:

[Waktu baca: 4 menit]

Produk keuangan syariah kini semakin beragam. Peminat produk keuangan syariah juga kian banyak. Besarnya angka penduduk Muslim di Indonesia menjadi modal kuat bagi industri keuangan syariah untuk menggaet konsumen.

Produk keuangan syariah itu antara lain  tabungan syariah, deposito syariah, pembiayaan syariah, saham syariah, reksadana syariah, hingga asuransi syariah.

Salah satu produk keuangan syariah yang kian diminati adalah asuransi syariah. Apa itu asuransi syariah? Apa perbedaannya dengan asuransi konvensional? Apa fatwa yang menjadi dasarnya? Mari kita simak penjelasan berikut ini.

Pengertian Asuransi Syariah

Secara sederhana, asuransi syariah adalah jasa asuransi yang dikelola berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah merilis fatwa asuransi syariah dengan Nomor 21/DSN/MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. 

Dalam fatwa itu, asuransi Syariah (atau yang disebut sebagai ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah

Dalam bahasa sederhana, asuransi syariah adalah usaha saling bantu di antara para pemegang polis (peserta) yang dilakukan dengan pengumpulan dana tabarru, yang memberi pola pengembalian dalam menghadapi risiko tertentu melalui akad syariah. 

Dana tabarru ini hanya digunakan untuk empat hal, yakni ujrah, santunan asuransi atau klaim resiko, membayar reasuransi, dan surplus underwiring.

Asuransi syariah menggunakan prinsip berbagi risiko di mana risiko dari satu orang dibebankan kepada seluruh orang yang menjadi pemegang polis. Hal ini berbeda dengan asuransi konvensional yang menggunakan sistem transfer of risk, di mana risiko dari seorang pemegang polis dialihkan kepada perusahaan asuransi. 

Artinya, perusahaan asuransi syariah sebenarnya berperan dalam pengelolaan operasional dan investasi dari sejumlah dana yang diterima dari pemegang polis. Berbeda dengan asuransi konvensional yang punya peran sebagai penanggung risiko. 

Akad yang dipakai dalam asuransi syariah menggunakan prinsip tolong menolong antara sesama pemegang polis dan perwakilan atau kerja sama pemegang polis dengan perusahaan asuransi syariah. Sementara itu, akad yang digunakan oleh asuransi konvensional berdasarkan prinsip pertukaran (jual-beli).

Sebenarnya, baik asuransi konvensional dan asuransi syariah sama-sama memiliki plus-minus masing-masing. Oleh karena itu, penentuan dalam memilih produk asuransi kembali kepada selera dan keyakinan konsumen. Tentu, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan finansial konsumen. Kami pernah mengulas lebih dalam mengenai asuransi syariah dalam artikel berikut: Asuransi Syariah dalam Belitan Pandemi.

Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional

Selain perbedaan mendasar dalam hal pengelolaan, perbedaan lainnya antara asuransi syariah dan konvensional mencakup beberapa hal berikut ini:

1. Kontrak / Perjanjian / Akad

Kontrak alias akad dalam asuransi syariah adalah akad hibah (jenis akad tabarru) sebagai bentuk ta'awun atau tolong menolong. Prinsip tolong menolong inilah yang kita sebut sebagai sharing risk, alias menanggung risiko bersama antar-sesama peserta. 

Sementara pada asuransi konvensional, kontrak pertanggungan dipegang oleh perusahaan asuransi sebagai penanggung, dan pemegang polis sebagai tertanggung. 

2. Kepemilikan Dana

Dalam asuransi syariah, kepemilikan dana bersifat kolektif atau bersama. Jika ada peserta yang mengalami kejadian musibah, misalnya kecelakaan, sakit, atau meninggal dunia, maka peserta lain akan membantu dengan cara memberi santunan melalui kumpulan dana tabarru. Kembali lagi, prinsip ini yang kita sebut sebagai sharing risk. 

Hal di atas tentu tidak berlaku pada asuransi konvensional di mana perusahaan asuransi sepenuhnya mengelola dan menentukan dana perlindungan nasabah dari pembayaran premi bulanan. 

3. Surplus Underwriting

Surplus underwriting adalah selisih kelebihan (positif) dari pengelolaan risiko underwriting dana tabarru yang dikurangi dengan pembayaran santunan, reasuransi, dan cadangan teknis. Angkanya dikalkulasi dalam satu periode tertentu. 

Dalam asuransi syariah, surplus underwriting ini dibagikan ke seluruh peserta sesuai dengan regulasi yang ada dan akad yang disepakati. 

Sedangkan pada asuransi konvensional, tidak ada istilah surplus underwriting ini. Pada asuransi konvensional, keuntungan merupakan hak milik perusahaan asuransi dan tidak ada pembagian kepada peserta asuransi. 

4. Memiliki Dewan Pengawas Syariah

Keberadaan dewan pengawas syariah berfungsi untuk memastikan seluruh prinsip syariah berjalan dengan baik. Hal ini tidak ada pada asuransi konvensional. 

5.  Tidak Melakukan Transaksi yang Dilarang

Sesuai namanya, tentu asuransi syariah tidak melakukan transaksi yang dilarang agama Islam, seperti unsur maysir (untung-untungan), gharar (ketidakjelasan), dan riba serta risywah (suap). 

6. Halal

Produk asuransi syariah tentu halal karena investasi dalam wujud tabarru dilakukan sesuai syariah Islam. Sehingga portofolio investasi pun hanya melibatkan instrumen syariah saja. 
 

Tags: