Langkah Mitra Keluarga Mengambil Untung Saat Pandemi
Meski saat ini Indonesia sedang dalam kondisi baik imbas penurunan kasus harian Covid-19, tetapi pandemi belum sepenuhnya berakhir. Justru saat ini adalah titik balik apakah kita kembali tergelincir atau sudah lebih waspada dari sebelumnya.
Jika lengah, bukan tidak mungkin penerapan mobilitas kembali diberlakukan oleh pemerintah dan rumah sakit balik lagi pada kondisi terburuknya. Kendati sistem kesehatan nasional amburadul dihantam pandemi, tampaknya kita tidak bisa mengesampingkan kalau rumah sakit juga mendulang cuan selama pandemi.
Bagi PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk periode pandemi berhasil dimanfaatkan dengan sangat baik untuk membangkitkan kinerja bisnisnya hingga mencapai level pertumbuhan yang belum pernah dicapai selama perseroan beroperasi.
Meski begitu, emiten berkode saham MIKA ini tampaknya cukup menyadari bahwa pandemi bukanlah kondisi yang akan selamanya ada. Untuk itu, perseroan juga mempersiapkan langkah untuk meningkatkan kapasitas bisnisnya, mumpung sedang kelebihan duit karena kenaikan laba.
Selama pandemi, kinerja keuangan MIKA memang melesat tinggi, baik sepanjang 2020 lalu, maupun pada paruh pertama tahun ini. Sepanjang 2020, pendapatannya memang hanya naik 6,7% year-on-year (YoY) menjadi Rp3,42 triliun, melambat dibanding pada 2019 yang tumbuh 18,1% YoY menjadi Rp3,2 triliun.
Namun, laba bersihnya berhasil melesat 33,4% YoY menjadi Rp931,6 miliar, jauh melebihi pertumbuhan pada 2019 yang sebesar 13,3% YoY menjadi Rp698,4 miliar.
Pada paruh pertama tahun ini, kinerja MIKA bahkan lebih fantastis lagi. Pendapatannya melesat 65,8% YoY menjadi Rp2,39 triliun, sedangkan laba bersihnya meroket 113,3% YoY menjadi Rp615,9 miliar. Berikut ini kinerja keuangan MIKA dalam beberapa tahun terakhir:
Jika diperinci, pendapatan MIKA dari lini rawat inap meningkat 70,2% YoY pada paruh pertama tahun ini, dari Rp934 miliar menjadi Rp1,59 triliun. Sementara itu, dari lini rawat jalan meningkat 57,7% YoY, dari Rp507 miliar menja di 799,8 miliar.
Kontributor terbesar pendapatan MIKA adalah dari produk obat dan perlengkapan medis yang melesat 77,5% YoY dari Rp407,5 miliar menjadi Rp723,5 miliar. Pendapatan dari kamar rawat inap juga melesat 74,9% YoY dari Rp181 miliar menjadi Rp316,86 miliar.
Di lini rawat jalan, peningkatan tertinggi ada pada layanan penunjang medis, yang melesat 143,5% YoY dari Rp157,2 miliar menjadi Rp382,8 miliar. Peningkatan pesat lainnya adalah pada jasa tenaga ahli, yakni melonjak 84,6% YoY dari Rp20,15 miliar menjadi Rp37,2 miliar.
Manajemen MIKA mengaku menerapkan strategi embrace atau merengkuh Covid-19. Kenaikan kinerja selama ini benar-benar ditopang oleh pasien Covid-19 dan pemulihan pasien Covid-19. Perseroan memberikan perawatan pada penyintas dan membantu vaksinasi gratis dari pemerintah.
Perseroan meningkatkan kapasitas tempat tidur untuk pasien Covid-19 dari yang hanya 210 tempat tidur pada kuartal I/2020 menjadi 1.473 tempat tidur pada 30 Juni 2021.
Adapun, total kapasitas bed yang dimiliki MIKA mencapai 3.885 unit, sedangkan bed yang beroperasi mencapai 3.247 unit. Dengan kata lain, sebesar 45% kapasitas tempat tidur dialokasikan untuk pasien Covid-19. Secara total, sebesar 26% pendapatan berasal dari pasien Covid-19.
Tingkat hunian atau bed occupancy rate (BOR) pasien Covid-19 mencapai 79% pada kuartal I/2021 dan 63% pada kuartal II/2021. Ini lebih tinggi dibanding BOD pasien non- Covid-19 yang sebesar 61% pada kuartal I/2021 dan 68% ada kuartal II/2021.
Kontribusi volume rawat inap pasien Covid-19 pun cukup signifikan, mencapai 39% pada kuartal I/2021 dan 34,1% pada kuartal II/2021. Pada 2020, pasien dengan biaya mandiri mencapai 36%, sedangkan yang ditanggung pemerintah mencapai 64%.
Sementara itu, pada semester I/2021, sebesar 70% pasien Covid-19 ditanggung pemerintah, sedangkan 30% lainnya dibiayai secara mandiri, entah melalui asuransi swasta, bayar mandiri, atau oleh korporasi.
Perseroan juga menangkap bisnis terkait Covid-19, seperti rapid dan PCR test. MIKA melakukan diagnosis Covid-19 melalui tes di laboratorium dengan menyediakan 10 laboratorium yang dapat menangani 2.000 tes swab PCR per harinya.
Hingga Juni 2021, MIKA sudah melakukan lebih dari 1,15 juta rapid dan PCR test. Perseroan juga menyediakan teleconsultations, layanan home care dan pengiriman obat sebagai solusi di masa pandemi Covid-19.
Rencana MIKA
Kenaikan laba yang cukup tinggi menjadikan perseroan membukukan kenaikan ekuitas pada paruh pertama tahun ini. Ekuitas MIKA tercatat Rp6,2 triliun, naik 12,3% year-to-date (YtD) dibanding posisi akhir tahun 2020 yang senilai Rp5,5 triliun.
Sementara itu, liabilitas atau bebannya hanya naik 1,5% YtD dari Rp855 miliar menjadi Rp868 miliar. Secara total, aset perseroan tumbuh 10,9% YtD dari Rp6,37 triliun menjadi Rp7,07 triliun.
Kondisi keuangan yang lebih baik menjadikan MIKA memiliki ruang yang lebih luas untuk ekspansi, bahkan melakukan aksi pembelian kembali atau buyback terhadap sahamnya di pasar.
Pandemi tentu tidak akan selamanya menjadi penopang pertumbuhan MIKA. Perseroan juga tak ingin terlena dengan kondisi seperti ini dan mengalami penurunan kinerja ketika pandemi berubah menjadi endemi. Oleh karena itu, penting untuk segera meningkatkan kapasitas agar jangan sampai terjadi penurunan kinerja dan menjadi sentimen buruk bagi bisnis dan saham perseroan.
MIKA menargetkan hingga 2024 nanti akan ada tambahan enam rumah sakit baru. Artinya, perseroan menargetkan akan ada tambahan rata-rata dua rumah sakit baru setiap tahun dengan kapasitas masing-masing 200 bed. Dengan demikian, targetnya ada tambahan 1.200 unit tempat tidur dalam tiga tahun.
Tahun ini, perseroan menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) senilai Rp350 miliar, terutama untuk membangun 2 unit rumah sakit. Keduanya ada di Cikarang, Jawa Barat, dan di Tangerang Selatan, Banten.
Pada paruh pertama tahun ini, realisasi capex baru mencapai Rp99 miliar. Perseroan akan mempercepat penyerapannya pada paruh kedua tahun ini untuk menyelesaikan kedua rumah sakit itu. Keduanya ditargetkan bisa beroperasi pada paruh kedua 2022.
Umumnya rumah sakit MIKA dapat mencapai laba positif dalam kurun waktu 18-24 bulan sejak beroperasi.
Adapun, saat ini jumlah rumah sakit dalam jaringan MIKA mencapai 26 unit, terdiri atas 17 unit dengan merek grup Mitra Keluarga dan 9 unit dengan merek grup Kasih. Kapasitas bed mencapai 3.885 unit, sedangkan jumlah unit bed yang beroperasi mencapai 3.247 unit.
Rumah sakit ke-26 baru saja beroperasi pada Februari 2021 di Pondok Chandra, Surabaya. Di samping membangun rumah sakit sendiri, perseroan juga sedang dalam proses negosiasi dua rumah sakit lain yang akan diakuisisi, masing-masing di Jabodetabek dan Jawa Timur.
Saat ini, MIKA menempati urutan kedua sebagai emiten rumah sakit dengan jumlah rumah sakit dan kapasitas tempat tidur terbesar. Posisinya hanya kalah dibandingkan dengan PT Siloam International Hospitals Tbk. (SILO) dari Grup Lippo yang memiliki 40 rumah sakit dan 3.792 unit tempat tidur.
Pada dasarnya, Indonesia saat ini masih kekurangan rumah sakit dan tenaga dokter. Oleh karena itu, prospek bisnis rumah sakit masih akan tetap menjanjikan di masa mendatang, terlepas dari ada atau tidaknya Covid-19.
Menurut anjuran Badan Kesehatan Dunia (WHO), setiap negara sebaiknya memiliki rata-rata minimal 5 tempat tidur per 1.000 orang penduduk. Sayangnya, di Indonesia rata-rata baru memiliki 1,1 unit ranjang rumah sakit per 1.000 orang penduduk. Ini jelas masih sangat tertinggal.
Dengan strategi serius MIKA untuk terus menambah rumah sakit, perseroan akan mampu menjaga kinerjanya tetap berada di atas para pesaingnya serta tetap tumbuh secara berkesinambungan. Potensi pertumbuhan bisnis ini jelas masih tinggi, tergantung strategi perseroan untuk mengoptimalkan kinerja.
Buyback Saham MIKA
Tahun ini, manajemen MIKA telah kembali memutuskan untuk melakukan buyback atas sahamnya. Alasannya, perseroan menilai pergerakan harga sahamnya tidak mencerminkan kondisi fundamental bisnisnya atau terlalu rendah.
Aksi ini ditujukan untuk mengangkat harga saham perseroan di pasar agar tidak menjadi terlalu rendah. Sepanjang tahun ini, saham MIKA memang cenderung bergerak turun.
Proses buyback saham MIKA sendiri sudah ditutup pada pekan lalu, Rabu (15 September 2021). Secara total, MIKA telah menggelontorkan dana Rp112,93 miliar untuk membeli kembali sahamnya dari pasar sebanyak 48,06 juta lembar.
Semula, perseroan berencana melakukan aksi buyback ini hingga 14 Desember 2021, tetapi akhirnya dipercepat penyelesaiannya. Target awal nilai buyback pun mencapai Rp200 miliar atau setara 80 juta lembar saham.
Adapun, langkah buyback ini baru diumumkan pada Senin (23 Agustus 2021) lalu, sebab saat itu saham MIKA sedang terjun bebas dari level Rp2.800 pada 13 Juli 2021 ke level Rp2.230 pada 20 Agustus 2021. Langkah buyback tersebut terbukti berhasil kembali mengangkat harga saham MIKA.
Kendati sudah melakukan buyback, saham MIKA masih tercatat terkoreksi -12,82% YtD ke level Rp2.380 hingga sesi pertama perdagangan hari ini, Rabu (22 September 2021). Hanya saja, level harga ini sudah lebih baik ketimbang kondisi bulan lalu sebelum buyback ditempuh.
Selain menstabilkan harga, langkah buyback ini tentu saja menyebabkan berkurangnya jumlah saham beredar perseroan. Hal ini menyebabkan nilai laba per saham dasar perseroan menjadi lebih tinggi, sebab jumlah saham pembagi laba perseroan kini mengecil. Hal ini tentu menguntungkan bagi investor.
Langkah buyback sendiri merupakan sinyal yang diberikan oleh emiten bahwa secara fundamental kondisi emiten yang melakukan buyback sedang sangat baik. Oleh kerena itu, diharapkan setelah buyback, investor menjadi lebih percaya diri untuk kembali mengapresiasi saham MIKA.
Lagi pula, perseroan sudah membuktikan bahwa kinerjanya berhasil tumbuh dengan sangat tinggi pada paruh pertama tahun ini. Langkah ekspansi melalui pembangunan rumah sakit baru pun mestinya menjadi tumpuan harapan yang cukup menjanjikan bagi prospek jangka panjangnya.
Sayangnya, kondisi pandemi yang kini makin membaik menjadi sentimen yang lebih kuat di mata pasar. Sebagai sektor yang diuntungkan oleh kondisi pandemi, investor memandang turunnya kasus baru Covid-19 bukanlah hal yang menguntungkan bagi emiten rumah sakit. Alhasil, sahamnya dilepas.
Pada Senin, 21 September 2021, kemarin penambahan kasus baru Covid-19 tinggal 3.263 orang. Bandingkan dengan kondisi puncak gelombang kedua pada 15 Juli 2021 lalu yang mencapai 56.757 orang dalam sehari. Ini jelas menunjukkan perbaikan yang signifikan.
Tampaknya, masih akan butuh waktu sebelum investor meninggalkan sentimen Covid-19 sebagai faktor utama dalam menilai kinerja emiten rumah sakit. MIKA sendiri terbukti terdongkrak kinerjanya akibat Covid-19, sehingga sulit untuk berharap kinerjanya akan tetap bertahan seperti itu jika Covid-19 mereda.
Meskipun demikian, langkah MIKA untuk ekspansi pendirian rumah sakit baru tentu memberikan harapan bahwa kinerjanya di masa mendatang akan tetap bertumbuh, meskipun mungkin tidak akan sepesat ketika ada kondisi khusus seperti pandemi.
Date: