Ini Kisah Saham-Saham yang Delisting di Bursa
Seperti kita tahu, ada tiga jenis pencatatan di bursa efek Indonesia (BEI), yaitu listing, delisting, dan relisting. Paling populer tentu saja listing atau lebih dikenal sebagai penawaran umum perdana alias initial public offering (IPO). Saham-saham IPO ini lumayan diburu oleh para investor karena nilainya yang cenderung naik.
Nah yang kedua ini nih yang menarik, yaitu delisting alias perubahan dari perusahaan terbuka (terdaftar di BEI) menjadi perusahaan tertutup). Jadi delisting ini adalah penghapusan pencatatan saham yang sebelumnya tercatat di BEI.
Delisting ini terdiri dari dua jenis: delisting sukarela (voluntary) dan delisting paksa (forced). Kalau secara sukarela artinya perusahaan memang yang mengajukan sendiri proses delisting.
Tapi kalau secara paksa, maka BEI lah yang memaksa perusahaan melakukan delisting. Alasannya bisa karena perusahaan dinyatakan pailit, tidak menyampaikan laporan keuangan, atau ada faktor lain. Forced delisting inilah yang dikonotasikan negatif oleh pasar.
Di BEI, sudah ada sejumlah perusahaan yang melakukan delisting. Ada juga beberapa perusahaan yang namanya masuk dalam jajaran berpotensi delisting. Apa saja tuh? Big Alpha merangkumnya untuk kamu.
1. PT Aqua Golden Mississippi Tbk (AQUA)
Barangkali delisting yang dilakukan produsen air minum kemasan ini menjadi yang paling populer. Saham AQUA resmi dihapus dari papan pencatatan efek pada April 2011. Pengajuan delisting pun dilakukan secara sukarela oleh pihak perusahaan, untuk mengubah bentuk perusahaan dari terbuka menjadi tertutup.
Dikutip dari sejumlah media arus utama yang saat itu memberitakan soal delisting AQUA, ternyata pengajuan go private sudah dimulai sejak 2009. Tapi upaya delisting ini gagal karena para pemegang saham minoritas saat itu menolak melepaskan sahamnya.
Pemegang saham minoritas saat ini menolak karena harga tender offer yang ditawarkan AQUA dianggap terlalu rendah, yakni Rp450.000 per saham. Sedangkan mereka meminta Rp1 juta per saham.
Saat proses delisting dilakukan, akhirnya disepakati harga tender offer Rp500.000 per saham. PT Tirta Investama selaku pemilik saham harus mengeluarkan dana Rp385 miliar untuk membeli saham milik publik itu.
2. PT Berau Coal Energy (BRAU)
Kode emiten BRAU resmi dihapus dari pencatatan BEI pada November 2017, setelah tujuh tahun melantai di bursa. Delisting ini merupakan buntut kisruh internal yang terjadi dalam tubuh perusahaan saat itu.
Kisruh bermula dari RUPS Luar Biasa yang berlangsung pada April 2015 oleh jajaran direksi baru. Hasil RUPSLB itu bermasalah karena kasus rencana penggunaan tenaga asing.
Kisruh internal BRAU sempat membuat BEI melakukan suspensi terhadap emiten tambang itu sejak 4 Mei 2015. Suspensi berlangsung selama 2 tahun sehingga BEI berpeluang melakukan delisting paksa.
Sebelum delisting, BRAU melakukan tender offer. Namun hingga tenggat waktu delisting, masih ada 3,25 miliar saham BRAU yang dipegang oleh pemegang saham minoritas. Saham itu mengendap di Kustodian Efek Indonesia (KSEI) dalam bentuk scriptless.
Berlanjut ke awal 2018, pemegang saham minoritas BRAU mendapat opsi untuk mengubah sahamnya menjadi warkat.
3. PT Bank Nusantara Parahyangan (BBNP)
Bank Nusantara Parahyangan melakukan voluntary delisting pada 2019 lalu. BBNP melakukan delisting karena telah merger dengan PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN). Merger ini merupakan konsekuensi dari langkah Mitsubishi UFJ Financial Group Inc (MUFG) mengakuisisi PT Bank Danamon Tbk.
4. PT Citra Maharlika Nusantara Corpora (CPGT)
Perusahaan ini melakukan listing pada Juli 2013 dan delisting selang 4 tahun kemudian, pada Oktober 2017. Delisting dilakukan karena kondisi perusahaan tidak baik.
Masalah internal muncul sejak penangkapan sejumlah petinggi CPGT terkait kasus penggelapan dan penipuan koperasi Cipaganti. Disebutkan bahwa pihak koperasi menghimpun dana dari mitra sejak 2008 hingga 2014 sebesar Rp3,2 triliun.
Alih-alih untuk pengembangan bisnis, tapi dana itu untuk kebutuhan perusahaan petinggi CPGT. Kasus itu praktis membuat saham CPGT terjun bebas. Pada April 2017, BEI melakukan suspensi terhadap CPGT karena perusahaan pada kondisi pailit, hingga akhirnya delisting pada Oktober 2017.
5. PT Taisho Pharmaceutical Indonesia (SQBB)
SQBB adalah anak usaha dari Taisho Pharmaceutical Co, pabrikan farmasi dari Jepang. Proses delisting diajukan oleh perusahaan pada Oktober 2017, sebelum akhirnya resmi dihapus dari pencatatan bursa pada Maret 2018.
Penyebab delisting adalah perusahaan tidak sanggup memenuhi ketentuan saham free float sebesar 7,5 persen. Hingga akhir delisting, saham publik SQBB sebesar 2 persen.
Selain daftar di atas, berikut adalah emiten yang melakukan delisting di BEI sejak 2018-2021 (Juli):
- Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk (DAJK)
- Truba Alam Manunggal Engineering Tbk (TRUB)
- Jaya Pari Steel Tbk (JPRS)
- Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk (SQBB)
- Bank Mitraniaga Tbk (NAGA)
- Sekawan Intipratama Tbk (SIAP)
- Bara Jaya Internasional Tbk (ATPK)
- Bank Nusantara Parahyangan Tbk (BBNP)
- Grahamas Citrawisata Tbk (GMCW)
- Sigmagold Inti Perkasa Tbk (TMPI)
- Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN)
- Evergreen Invesco Tbk (GREN)
- Arpeni Pratama Ocean Line Tbk (APOL)
- Danayasa Arthatama Tbk (SCBD)
- Leo Investments Tbk (ITTG)
- Cakra Mineral Tbk (CKRA)
- First Indo American Leasing Tbk (FINN)
Date: