Geliat XL Axiata (EXCL) Bertahan di Era Pandemi  

Date:

[Waktu baca: 6 menit]

Pandemi sering kali digadang-gadang membawa berkah bagi emiten-emiten sektor telekomunikasi. Pasalnya, tuntutan pembatasan aktivitas sosial menyebabkan banyak kegiatan masyarakat dilakukan secara virtual melalui layanan digital. Seiring dengan itu, konsumsi data internet pun meningkat.

Akan tetapi, kondisi ini tidak serta merta menjadikan bisnis emiten-emiten di sektor telekomunikasi mampu mencatatkan kinerja yang prima selama pandemi. Pasalnya, sumber pendapatan perusahaan telekomunikasi tidak melulu dari layanan data. Pandemi turut berdampak pada lini bisnis mereka yang lain.

PT XL Axiata Tbk., misalnya, melaporkan kinerja yang tidak begitu hebat pada 2020 lalu. Berdasarkan Laporan Keuangan XL Axiata per akhir 2020, emiten dengan kode saham EXCL ini melaporkan pertumbuhan pendapatan data yang tinggi, yakni 10,9% year on year (yoy).

Akan tetapi, hampir seluruh sumber pendapatan lainnya mengalami koreksi. Alhasil, total pendapatannya hanya tumbuh 3,5% yoy. Perseroan justru menderita beban penyusutan yang besar sehingga alih-alih mencatatkan kenaikan laba, EXCL justru menderita penurunan laba hingga 47,9% yoy.

Berikut ini kinerja keuangan EXCL sepanjang 2020 (dalam Rp miliar):

Dari data tersebut, terungkap bahwa sumber-sumber pendapatan lain-lain EXCL mengalami penurunan yang cukup tajam. Pendapatan jasa telekomunikasi lain memang meningkat cukup tinggi, tetapi kontribusinya terhadap total pendapatan relatif minim.

Pendapatan data sejatinya memainkan peranan besar pada EXCL, sebab sumber pendapatan ini berkontribusi hingga 82% terhadap total pendapatan EXCL pada 2020 lalu. Pada 2019 lalu, kontribusi sumber pendapatan ini baru 77%.

Oleh karena itu, meskipun sumber pendapatan lainnya mengalami tekanan yang cukup besar, EXCL masih mampu menutup tahun 2020 dengan pertumbuhan pendapatan positif, yakni 3,5% yoy.

Tekanan terbesar pada kinerja laba EXCL disebabkan oleh naiknya beban penyusutan hingga 69,6% yoy menjadi Rp12,43 triliun dari Rp7,33 triliun pada 2019. Ini merupakan beban terbesar EXCL sepanjang 2020 lalu.

Jika menilik laporan keuangannya, kenaikan beban penyusutan ini antara lain karena perseroan memutuskan untuk melakukan peninjauan ulang atas estimasi umur manfaat sejumlah aset tetap. Manajemen pun memutuskan untuk mempercepat umur manfaat atas sebagian peralatan jaringan, terutama yang terkait dengan teknologi 3G.

Alasannya, manajemen EXCL berkeyakinan bahwa aset tersebut sudah tidak akan digunakan dan didepresiasi lagi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, EXCL membebankan tambahan biaya penyusutan Rp2,48 triliun pada laporan laba rugi 2020.

Adapun, EXCL mencatat penggunaan layanan 3G kini kurang dari 10% dari total lalu lintas data perseroan, seiring dengan akselerasi layanan 4G tahun lalu. Perseroan pun mulai merealokasi kapasitas 3G ke 4G.

Dengan menurunkan umur manfaat layanan 3G, manajemen berkeyakinan hal tersebut akan menjadikan posisi aset perseroan lebih tepat merefleksikan pemanfaatan dari aset-aset tersebut.

Dengan demikian, hal ini akan menurunkan tingkat depresiasi di masa mendatang, sehingga meningkatkan profitabilitas perusahaan. Lagi pula, terlepas dari keputusan tersebut, kinerja bisnis EXCL sepanjang 2020 lalu dapat dikatakan cukup progresif, terutama menjelang akhir tahun 2020.

Jika laba EXCL dihitung sebelum pengeluaran bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA), nilainya mencapai Rp13,06 triliun, meningkat 31% yoy dari Rp9,97 triliun pada 2019.

Pengguna Layanan Meningkat

EXCL mendapatkan pelanggan baru sekitar 1 juta sepanjang kuartal terakhir 2020. Dengan tambahan tersebut, total pelanggan baru EXCL sepanjang 2020 mencapai 1,19 juta pelanggan. Dengan demikian, total pelanggan EXCL pada akhir 2020 menjadi 57,89 juta pelanggan.

Naiknya jumlah pelanggan ini tentu berdampak pada lalu lintas data XL. Perseroan mencatat lalu lintas data sepanjang kuartal terakhir tahun 2020 mencapai 1,38 juta terabyte (TB), yakni rekor tertinggi sepanjang XL Axiata berdiri. Jumlah ini meningkat 8% dibandingkan lalu lintas data pada kuartal III/2020.

Secara total, lalu lintas data EXCL sepanjang 2020 lalu mencapai 4,87 juta TB, melesat 47% dari 3,32 juta TB pada 2019. Jumlah pelanggan yang terus meningkat tentu membuka peluang pendapatan yang lebih besar pula di masa mendatang.

Seiring dengan itu, rata-rata pendapatan per pelanggan (average revenue per user/ARPU) EXCL juga meningkat dari Rp35.000 pada 2019 menjadi Rp36.000 pada 2020.

Biaya Operasi Menurun

Meskipun beban penyusutan meningkat, EXCL mencatat penurunan pada biaya operasional hingga 15% yoy sepanjang 2020 lalu dari Rp15,16 triliun pada 2019 menjadi Rp12,95 triliun.

Hal ini disebabkan karena turunnya biaya infrastruktur sekitar 30% yoy sebagai dampak adopsi IFRS 16 atau Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 tentang sewa.

EXCL juga mencatat turunnya biaya interkoneksi serta biaya langsung lainnya hingga 25% yoy, terutama karena turunnya lalu lintas layanan lama. Selain itu, biaya marketing juga menurun 8% karena peralihan belanja ke digital.

Berikut ini komponen biaya operasi EXCL sepanjang 2020 lalu (dalam Rp miliar) :


Jaringan Meningkat

Untuk menjaga momentum peningkatan permintaan data selama pandemi, EXCL mengembangkan jaringan secara cukup agresif tahun 2020 lalu. Hingga akhir 2020, total stasiun pemancar atau base transceiver station (BTS) EXCL mencapai 144.978 unit. Jumlah ini meningkat 11% yoy.

Mayoritas jaringan BTS kini berasal dari layanan 4G, sedangkan layanan 3G justru berkurang. Jaringan 4G XL kini sudah melayani pelanggan di 458 kota/kabupaten di hampir semua provinsi yang ada di Indonesia.

Target 2021

EXCL berhasil melalui tahun 2020 dengan cukup baik. Di tengah tekanan persaingan selama Covid-19, EXCL masih mampu menjaga tingkat pertumbuhan layanan jasa sekitar 6% yoy. Ebitda juga masih melesat hingga 31% yoy, sedangkan strategi depresiasi aset perseroan pun tepat untuk lebih fokus pada 4G. Ekspansi layanan 4G XL pun kini makin luas.

Secara umum, kinerja pertumbuhan pendapatan EXCL lebih unggul ketimbang kinerja rata-rata industri. Sebesar 92% pendapatan jasa EXCL berasal dari layanan data dengan tingkat penetrasi smartphone mencapai 89%. Ini adalah yang tertinggi di industri.

Dengan capaian tersebut, perseroan memiliki kesiapan yang lebih baik menghadapi tahun 2021. Meskipun demikian, manajemen EXCL tampaknya tidak begitu agresif mematok target tahun ini.

Perseroan menargetkan pertumbuhan pendapatan sejalan dengan kinerja pasar. Margin Ebitda pun dipatok di kisaran 50% atau relatif sama seperti tahun lalu.

Perseroan menyiapkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar Rp7 triliun tahun ini, sedikit meningkat dibandingkan tahun lalu yang senilai Rp6,16 triliun, tetapi masih lebih rendah ketimbang 2019 yang sebesar Rp8 triliun.

Di pasar modal, saham EXCL masih kurang diapresiasi investor. Sepanjang 2020 lalu, saham EXCL ditutup di level Rp2.730, turun 13,33% dibandingkan level harga akhir 2019. Pada awal tahun ini, saham EXCL masih melanjutkan koreksi.

Hingga perdagangan Rabu (17 Februari 2021) pukul 10.00 WIB, saham EXCL ada di level Rp2.210, turun 19,05% year to date (ytd) dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2020.