ETF, Alternatif Investasi Bagi Pemula
Setiap pagi, Anton terbiasa membuka gawai untuk mendapatkan informasi hari itu. Kebiasaan ini sebelumnya tak pernah ia lakukan. Lantaran tak sempat membagi waktu. Dulu, Anton harus berangkat setiap subuh menggunakan transportasi umum dan pulang malam hari. Rutinitas tersebut membuatnya kurang up-to-date.
Sejak pagebluk Covid-19 resmi bersemayam di Indonesia, Anton mulai bekerja dari rumah. Mulai saat itu, ia mengubah beberapa kebiasaan agar tak cepat bosan.
Ia mulai berlangganan sejumlah surat kabar online dan layanan video berbayar. Bukan tanpa alasan, Anton menceritakan dirinya malu bila tak punya pengetahuan apapun di zaman saat ini. Baginya, informasi adalah nilai yang berharga.
Selama dua jam setelah menyantap sarapan, Anton menyempatkan diri untuk membaca atau menonton hal yang menurutnya penting setiap hari sebelum kerja. Sampai pada satu ketika, Anton mulai tertarik dengan investasi.
Ia mengaku, ada opportunity saat kondisi seperti ini.
“Kita bisa belajar banyak hal, contohnya investasi.” katanya.
Apa yang dialami oleh Anton, serupa dengan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Sepanjang tahun 2020, pasar modal Indonesia mencatatkan rekor dengan adanya peningkatan 1,3 juta investor baru, tertinggi sepanjang sejarah.
Peningkatan tersebut juga berbanding lurus dengan kenaikan nilai transaksi investor retail yang meningkat dari 37,0% (2019) menjadi 48,4% (2020) dan terus tumbuh sampai 66,5% pada Februari 2021 kemarin.
Saat ini, jumlah investor retail sudah dua kali lipat jika dibandingkan tahun 2015, dari 6,5% menjadi 14,5%. Yang mengejutkan, di tengah pandemi, nilai transaksinya mengalami peningkatan yang tajam dari Rp9,2 triliun pada 2020 (yoy) menjadi Rp13,5 triliun pada Juni 2021.
Investor retail menyumbang 59,3 persen dari keseluruhan transaksi dan sisanya 16,2 persen porsi investor institusi dan 24,5 persen investor asing.
Namun yang menjadi pertanyaan apakah semua investor retail sudah bertransaksi dengan benar?
Melansir data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang survei nasional literasi keuangan tahun 2019, literasi pasar modal berada paling rendah, yakni hanya mencapai 3,79%. Artinya, peningkatan kuantitas investor tidak diimbangi dengan pemahaman atau literasi pasar modal.
Mungkin ada sebagian dari investor yang sebenarnya FOMO (Fear of Missing Out) – perasaan gelisah karena merasa tertinggal – melihat status media sosial milik kerabat atau teman hingga akhirnya ikut-ikutan, padahal tidak paham sama sekali.
Salah dua dari kasus tersebut adalah perlunya menyisihkan waktu yang cukup banyak untuk memahami pasar modal dan membuang jauh intuisi yang berdasarkan perasaan atau emosi. Kebanyakan investor pemula sering terkecoh dengan harga emiten yang murah, melakukan panic buying/selling, dan tidak memperhatikan portofolio. Indo Premier Sekuritas atau biasa kamu kenal IPOT punya solusinya, lewat instrumen Exchange Traded Funds (ETF) kamu akan mendapat banyak keuntungan sebagai seorang investor pemula.
Bagi kamu yang awam, ETF adalah reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif yang unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek. Meskipun ETF pada dasarnya adalah reksa dana, produk ini diperdagangkan seperti saham-saham yang ada di bursa efek. Lantas apa yang membedakan ETF dengan Reksa Dana?
Perbedaan mendasar di antara ETF dan reksa dana konvensional yakni pada sisi likuiditas, fleksibilitas dan transparansi portofolio.
Singkatnya, ETF seperti rice box atau nasi padang dengan menu komplit. Dalam ETF, kamu mendapatkan fleksibilitas transaksi. Portofolio yang dimiliki dapat diperdagangkan kapanpun sesuai dengan waktu perdagangan selayaknya saham.
ETF dikenal sebagai salah satu instrumen dengan tingkat risiko rendah serta memiliki biaya transaksi yang relatif minim jika dibandingkan dengan reksadana konvensional.
Instrumen dalam ETF dikelola oleh manajer investasi yang berpengalaman. Terlebih kamu tidak perlu khawatir, sebab portofolionya dapat diakses secara bebas oleh investor. ETF juga memungkinan kita memperoleh dividen.
Yang menarik, ETF diawasi berlapis oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), Bank Kustodian, KSEI dan OJK.
Sayangnya, ETF belum diketahui oleh banyak orang. Nah, lewat slogan #SemuaBisaInvestasi IPOT memberikan kemudahan investasi produk ETF sekaligus berkomitmen meningkatkan literasi dan inklusi pasar modal terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya berinvestasi di pasar modal.
Unboxing ETF
Meski ETF sudah dikenal sejak 1993 di Amerika serta Kanada dan menyebar pada tahun 1999 ke Eropa. Namun, ETF baru ada di Indonesia pada 18 Desember 2007 lewat indeks LQ-45. ETF di Indonesia yang pertama mengacu kepada indeks LQ-45 adalah R-LQ45X yang dikeluarkan oleh Indo Premier Investment Management (IPIM) salah satu dari lini bisnis Indo Premier. IPIM adalah Manajer Investasi yang berfokus di pengelolaan produk Exchange Traded Fund (ETF) dan menjadi penyedia ETF terbesar di Indonesia.
Saat ini Indo Premier telah mengadministrasikan 26 dari 48 ETF yang ada di BEI dengan Assets Under Management (AUM) sebesar Rp 7,6 triliun dari total AUM ETF di Indonesia sebesar Rp 13 triliun berdasarkan data KSEI per Mei 2021.
Lalu bagaimana jika ingin membeli ETF di IPOT?
Sebelum kamu hendak membeli, sebaiknya simak penjelasan berikut agar mengerti dengan seksama cara membeli ETF. Pertama dan utama, ETF dapat dibeli dengan dua cara, melalui pasar primer dan pasar sekunder.
Pasar primer adalah pasar dimana unit penyertaan ETF yang baru diciptakan atau unit penyertaan ETF yang lama dihapuskan dari pencatatan. Sebagai gambaran, kamu bisa membeli ETF melalui dealer partisipan dalam hal ini adalah IPOT dengan minimal pembelian 1 unit kreasi atau 1000 lot. Tentu saja harganya cukup mahal.
Namun jika kamu punya dana terbatas, kamu bisa membelinya lewat pasar sekunder, yaitu pasar di mana unit penyertaan ETF yang diciptakan pasar primer diperdagangkan antar sesama pemodal. Kamu bisa membelinya dengan minimal jumlah 1 lot.
Nah Big Alpha menjajal menggunakan aplikasi IPOT untuk membeli ETF.
Ada dua pengalaman berharga menurut kami. Pertama, keleluasaan untuk membeli ETF dalam dua metode, melalui pasar primer ataupun pasar sekunder. Kedua, perihal user experience. Mari kita bedah yang pertama dahulu.
Bagi siapapun yang sudah memiliki RDN terafiliasi IPOT dan mempunyai IPOT Mobile Apps, maka tinggal membuka fitur ETF dalam IPOT Mobile.
Jika ingin membeli di pasar primer, kamu bisa langsung menuju ETF dan memilih satu dari 26 jenis ETF terafiliasi dengan IPOT yang ingin dibeli. Lalu pilih menu Subscription Primary Market untuk membeli ETF. Kemudian menginput jumlah satuan unit kreasi.
Untuk melakukan transaksi di pasar sekunder, kamu hanya perlu memilih fitur ETF dalam IPOT App dan mengklik menu ETF Orderbook. Ini cukup mudah, layaknya transaksi saham. Kamu bisa menuliskan kode ETF yang diinginkan dan klik Buy.
Nah bagi kamu yang belum punya rekening IPOT dan memiliki dana terbatas, kamu tidak perlu khawatir. Kamu tinggal melakukan registrasi secara digital melalui IPOT Mobile Apps – seperti mengunggah identitas diri dan berswafoto.
Dalam waktu kurang dari satu jam kamu akan mendapatkan rekening efek sebagai rekening transaksi, sub rekening efek (SRE) sebagai rekening penyimpanan efek, nomor SID (Single Investor Identification), sekaligus rekening dana nasabah (RDN) atau Rekening Dana Investor (RDI). Sebagai catatan, ini berlaku jika kamu sudah memenuhi kelengkapan dokumen yang diminta. Jika semua persyaratan sudah terpenuhi, maka pada hari itu juga kamu akan mendapatkan rekening efek.
Setelah memiliki RDN kamu bisa langsung bertransaksi di pasar sekunder. Ingat, sebelum bertransaksi, kamu harus top-up atau mengisi saldo RDN. Selayaknya melakukan bank transfer saat kamu belanja di online shop.
Terakhir perihal user experience. Ini mungkin detail kecil tapi cukup bermakna, yaitu tidak ada minimal deposit ketika kamu pertama kali membuka RDN. Lalu, IPOT menyediakan kemudahan dalam satu aplikasi. Tak hanya membeli ETF. Kamu juga bisa bertransaksi di pasar modal dan reksa dana. Sesuai dengan jargonnya, IPOT membuat siapapun punya kesempatan untuk menjadi investor berkualitas. Karena #SemuaBisaInvestasi.
Date: