Saham IRRA di Tengah Sentimen Vaksin Covid-19

Date:

[Waktu baca: 6 menit]

Saham PT Itama Ranoraya Tbk. menjadi salah satu saham dengan kinerja yang luar biasa sepanjang awal tahun 2021. Saham ini beberapa kali menyentuh level batas kenaikan harga tertinggi harian sehingga terkena auto rejection atas (ARA).

Berdasarkan data RTI, saham emiten berkode IRRA hingga akhir perdagangan Senin (11 Januari 2020) ditutup di level Rp3.700 per saham. Jika dibandingkan dengan harga penutupan pada akhir tahun 2020 lalu yang di level Rp1.600, maka saham IRRA tercatat sudah meningkat 131,25% sepanjang awal 2021.

Berikut ini pergerakan harga saham IRRA pada awal tahun ini:

Bukan baru kali ini saja saham IRRA melonjak harganya. Saham IRRA memang sudah terapresiasi cukup tinggi sejak tahun lalu. Dalam 6 bulan terakhir, saham IRRA sudah melesat 578,9%. Jelang vaksinasi yang akan dimulai pada Rabu (13 Januari 2021), saham IRRA menjadi kian memanas.

Seiring dengan kenaikan harga itu, kapitalisasi pasar saham IRRA pun meroket hingga menyentuh level Rp5,92 triliun, padahal aset perusahaan ini hanya Rp245,6 miliar per September 2020.

Modal atau ekuitasnya hanya Rp174,6 miliar. Alhasil, rasio harga saham berbanding modal per saham IRRA sangat tinggi (price to book value/ PBV), mencapai 33,91 kali. Sementara itu, rasio harga saham berbanding laba per saham (price to earning ratio/ PER) bahkan lebih tinggi lagi, yakni 491,76 kali.

Sebagai pembanding, PBV seluruh pasar di BEI yang tercermin dari PBV IHSG hanya 2,2 kali, sedangkan PER IHSG hanya 10,4 kali.

Jika melihat dari rasio-rasio itu saja, sudah jelas harga saham IRRA tidak lagi masuk akal. Saham ini sudah terlalu mahal atau kenaikan harganya sudah tidak lagi sesuai fundamentalnya. Jenis saham seperti ini justru harus diwaspadai oleh investor.

Adapun, IRRA pertama kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada 15 Oktober 2019 dengan harga Rp374 per saham. Jika dibandingkan dengan level harga IPO tersebut, saham IRRA kini sudah melesat 889% dalam waktu hanya kurang dari 1,5 tahun.

Memang, ada beberapa faktor yang memacu saham IRRA di pasar akhir-akhir ini. Namun, kenaikan harga saham IRRA tampaknya lebih banyak didorong oleh sentimen euforia jelang vaksinasi masyarakat terhadap Covid-19, sebab IRRA berbisnis di bidang peralatan dan perlengkapan medis.

Kenaikan Kinerja Keuangan Fantastis

Bisnis IRRA memang melesat selama pandemi. Berdasarkan publikasi IRRA, perusahaan mengestimasikan pendapatan pada akhir 2020 akan berkisar antara Rp540 miliar hingga Rp550 miliar. Jika dibandingkan dengan capaian pendapatan 2019 yang senilai Rp281,8 miliar, capaian tersebut setara dengan tingkat pertumbuhan 90%-95%.

Sementara itu, dari sisi laba bersih perseroan memperkirakan dapat tumbuh antara 70% hingga 80% dibandingkan perolehan laba akhir tahun 2019 yang senilai Rp33,2 miliar. Artinya, perusahaan memperkirakan akan membukukan laba sekitar Rp56 miliar hingga Rp60 miliar.

Jika melihat kinerja keuangannya per September 2020, tampaknya kenaikan pendapatan dan laba perusahaan paling besar dibukukan pada kuartal terakhir 2020. Berikut ini laporan keuangan IRRA per September 2020 (dalam Rp miliar):

Dari data tersebut, terlihat bahwa pendapatannya baru Rp141 miliar per September 2020. Dengan proyeksi pendapatan akhir tahun senilai Rp540 miliar, artinya akan ada tambahan pendapatan Rp400 miliar sepanjang kuartal IV/2020 saja.

Pada tahun 2021, IRRA optimistis pertumbuhan yang sama bakal terulang. Perusahaan menargetkan pendapatan dan laba bisa tumbuh antara 80% hingga 100%. Artinya, pendapatan IRRA berpotensi menyentuh Rp1 triliun pada tahun ini.

Capaian kinerja yang tinggi pada 2020 lalu ditopang oleh pemasaran produk-produk baru yang banyak permintaannya di pasar akibat pandemi Covid-19, seperti alat tes swab antigen dan mesin USG. Permintaan terhadap produk ini diyakini akan tetap tinggi tahun ini.

Untuk tahun ini, perusahaan juga akan memasarkan produk baru, yakni Avimac, immunomodulator untuk peningkatan imun tubuh. Obat ini dapat mendukung percepatan penanganan Covid-19 di lndonesia.

Produk ini sudah diproduksi di Australia dan saat ini sedang dalam uji klinis tahap 3 di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Selain itu, sister company IRRA, yakni PT One Ject Indonesia akan mengoperasikan pabrik baru tahun ini. Dengan tambahan pabrik ini, kapasitas total produksi jarum suntik sekali pakai (ADS) dan safety needle One Ject mencapai 1,2 miliar.

Manajemen IRRA mengaku tengah mencari waktu yang tepat untuk menjalankan rencana akuisisi atas Oneject.

Dengan kapasitas sebesar itu, perseroan akan menjadi penyuplai jarum suntik terbesar di Asean dengan target pasar global. Selama ini, di Indonesia Oneject sudah menguasai pangsa pasar sebesar 75,3%. Posisinya sebagai pemimpin pasar ini tentu sangat menjanjikan.

Adapun, pandemi telah menyebabkan permintaan jarum suntik global menjadi sangat tinggi, sekitar 6-8 miliar per tahun. Dengan kapasitas 1,2 miliar jarum suntik, Oneject memiliki peluang untuk mengisi permintaan yang ada.

Pemerintah Jadi Pelanggan IRRA

Kementerian Kesehatan menjadi salah satu pelanggan utama IRRA. Dengan tingginya anggaran kesehatan, terutama dalam rangka penanggulangan dampak pandemi, tentu belanja alat kesehatan pun akan tinggi tahun ini.

Berdasarkan APBN 2021, anggaran belanja kesehatan tahun ini mencapai Rp111,7 triliun atau setara 5,7% dari total anggaran belanja negara.

Pemerintah sendiri berencana untuk menggratiskan vaksin Covid-19 dan memvaksinasi seluruh masyarakat. Jika terealisasi, hal ini akan sangat menguntungkan IRRA sebab permintaan jarum suntik sekali pakai akan meningkat drastis tahun ini.

Meskipun pemerintah menggratiskan vaksin, IRRA tidak terdampak sebab pemerintah sudah lebih dahulu membeli alat-alat kesehatan dari IRRA, seperti jarum suntik sekali pakai, tes antigen, maupun terapi plasma convalescent.

IRRA bersiap untuk lebih ekspansif tahun ini seiring dengan penambahan pengadaan atau belanja pemerintah tersebut, tetapi belum diketahui berapa nilai pengadaan pemerintah. Terlepas dari itu,  IRRA sudah menandatangani kontrak pengadaan 111 juta jarum suntik sekali pakai dengan nilai kontrak Rp130 miliar pada akhir 2020 lalu.

Selain itu, perseroan juga memiliki kontrak pengadaan 600.000 unit produk tes antigen Covid-19 dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Untuk ini, belum diketahui nilainya.

Apakah Apresiasi Saham IRRA Wajar?

Sentimen positif yang tengah dirasakan saham IRRA memang cukup kuat. Proses vaksinasi tentu akan berlangsung cukup panjang, mengingat tingginya jumlah penduduk Indonesia dan dunia. Permintaan jarum suntik untuk kepentingan vaksinasi dan penanganan Covid-19 tentu akan cukup tinggi.

Namun, kenaikan harga saham IRRA saat ini tampaknya terlalu berlebihan, menimbang capaian labanya pun masih sangat kecil jika dibandingkan dengan kapitalisasi pasarnya saat ini. Lagi pula, setelah pandemi mereda, permintaan terhadap alat kesehatan kemungkinan tidak akan lagi setinggi saat ini.

Prospek bisnis IRRA tentu cukup menjanjikan. Namun, butuh waktu lebih lama bagi IRRA untuk dapat mengembangkan kapasitas bisnisnya hingga setara dengan valuasi sahamnya saat ini. Waktunya kemungkinan bisa beberapa tahun ke depan.

Saham IRRA mungkin saja masih bisa naik lagi di masa mendatang, tetapi kenaikan itu tetap saja tidak sesuai dengan fundamentalnya dan lebih banyak disebabkan oleh euforia pasar. Hal ini justru berbahaya bagi investor.