RUU Cipta Kerja: Kenapa Ditolak dan Didukung?

Date:

[Waktu baca: 4 menit]

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna DPR, Senin, 5 Oktober 2020. 

Pengesahan RUU yang terdiri dari 15 bab dan 185 pasal ini dilakukan di tengah pandemi virus corona dan resesi ekonomi yang melanda Indonesia. RUU ini berusaha menyederhanakan aneka regulasi di Indonesia.

Salah satu inti dari RUU ini adalah kemudahan perizinan berusaha di Indonesia. Kemudahan itu diharapkan dapat mendatangkan investasi di Indonesia sehingga kemudian membuka lebih banyak lapangan kerja.

Di sisi lain, isi RUU ini menjadi kontroversial karena dianggap mengabaikan sejumlah hak pekerja yang telah diatur dalam undang-undang sebelumnya. RUU ini telah digagas oleh Presiden Joko Widodo dan kabinetnya sejak akhir 2019.

Dalam sejumlah pernyataan di media massa, para sebagian pengusaha mendukung pengesahan RUU ini dan sebaliknya para pekerja menentang RUU ini. Dari luar negeri, sejumlah investor mengungkapkan kekhawatiran dampak RUU ini terhadap lingkungan hidup di Indonesia.

Berikut ini penjelasan mengapa RUU ini didukung dan ditolak:

1. Pro

RUU Cipta Kerja ini didukung karena dianggap dapat mendatangkan investasi baru di Indonesia dan memudahkan perizinan usaha. Investasi baru itu antara lain investasi oleh investor lokal atau investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI).

Di samping itu, RUU ini diharapkan dapat memperbaiki tingkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business atau EoDB) di Indonesia. Indonesia kini berada di peringkat 73. Presiden Jokowi Indonesia naik ke peringkat 40.

Pemerintah berpandangan bahwa RUU Cipta Kerja ini dapat mengeluarkan Indonesia dari jebakan negara berpenghasilan menengah. RUU ini dibuat untuk menyederhanakan aneka regulasi yang menghambat bisnis.

RUU ini juga diharapkan membuat Indonesia lebih kompetitif dibandingkan dengan negara-negara lain dalam menarik investasi. RUU ini juga diharapkan dapat menjadi modal untuk pemulihan ekonomi Indonesia yang kini sedang dilanda resesi.

2. Kontra

Di sisi lain, RUU ini dianggap akan sangat merugikan para pekerja. RUU ini menghapus atau mengganti sejumlah ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam undang-undang lama, misalnya, perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama dua  tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun

Dalam RUU Cipta Kerja tidak disebutkan secara spesifik jangka waktu tersebut. RUU itu menyebut ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam undang-undang lama, Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak tiga jam dalam  satu hari dan 14 empat belas jam dalam satu minggu. Dalam RUU Cipta Kerja, waktu kerja lembur itu menjadi paling lama empat jam dalam satu hari dan 18 jam dalam satu minggu.

Contoh lainnya, RUU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan mengenai istirahat mingguan dua hari untuk lima hari kerja dalam satu minggu yang tercantum dalam undang-undang lama. RUU Cipta Kerja mencantumkan istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.