Prospek Saham Grup Astra (ASII, UNTR, ALII, ACST, ASGR, AUTO)

Date:

[Waktu baca: 7 menit]

 Astra merupakan salah satu grup konglomerasi bisnis di Tanah Air yang cukup kuat dan bertahan selama beberapa dekade belakangan di tengah berbagai gejolak ekonomi. 

Holdingnya, yakni PT Astra International Tbk., atau yang dikenal dengan kode saham ASII, memiliki lini bisnis utama di sektor otomotif. Gurita bisnis ASII menjangkau hampir seluruh nusantara dan berkontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional.

Portofolio bisnis Grup Astra tersebar di berbagai lini, antara lain otomotif, jasa keuangan, alat berat, pertambangan, konstruksi, energi, agribisnis, infrastruktur, logistik, teknologi informasi, dan properti.

Hanya saja, dari antara banyaknya lini bisnis yang digeluti Astra, tidak semuanya digeluti oleh anak usaha yang sudah berstatus perusahaan terbuka. 

Beberapa anak usaha ASII yang sudah berstatus perusahaan publik yakni PT Astra Otoparts Tbk. (AUTO), PT Acset Indonusa Tbk. (ACST), PT United Tractors Tbk. (UNTR), PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI), dan PT Astra Graphia Tbk. (ASGR).

Secara umum, kinerja keuangan grup Astra tahun ini tidak begitu menggembirakan akibat pandemi. Hampir semua lini bisnisnya terpuruk, beberapa anak usaha bahkan membukukan kerugian. 

Lini utamanya, yakni otomotif, merupakan segmen bisnis yang sangat terdampak oleh pandemi, seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat dan turunnya kebutuhan kendaraan untuk bertransportasi di tengah PSBB.

Meskipun demikian, keyakinan investor terhadap prospek grup Astra tampaknya mulai membaik. Hal ini tercermin dari kinerja harga sahamnya yang mulai terapresiasi cukup tinggi akhir-akhir ini, kendati belum sampai lebih tinggi dibandingkan level harga akhir tahun 2019.

Berikut ini kinerja saham-saham emiten Grup Astra dalam 6 bulan terakhir:

Dari data tersebut, terlihat bahwa mayoritas saham Grup Astra sudah mulai membaik, kecuali saham ACST dan ASGR. Pasar tampaknya mulai menaruh harapan terhadap pemulihan bisnis Grup Astra, meskipun laporan kinerja keuangan per September 2020 secara umum masih menunjukkan tekanan bisnis pada Grup Astra.

Untuk mengetahui ketahanan bisnis Grup Astra, kita dapat mengamati satu per satu kinerja dari masing-masing lini bisnis yang digeluti Astra, berdasarkan laporan kinerja keuangan terakhir mereka.

PT Astra International Tbk. (ASII)

Secara umum, kinerja keuangan ASII pada 9 bulan tahun ini masih belum cukup menggembirakan. Penjualan kendaraan bermotor, baik roda empat maupun roda dua, memang menurun drastis selama periode pandemi. Berikut ini kinerja keuangan Astra per 30 September 2020 (dalam Rp triliun):


Pendapatan ASII turun cukup tajam hingga 26,37% secara tahunan (year on year/yoy). Namun, pada saat yang sama beban pokok pendapatan juga turun dengan hampir sama besarnya. Kendati tidak sampai rugi, tetapi laba ASII turun cukup dalam.

Laba bersih ASII per September 2020 sebenarnya hanya Rp8,15 triliun, sebab tambahan laba senilai Rp5,88 triliun berasal dari penjualan saham PT Bank Permata Tbk. (BNLI) kepada Bangkok Bank. Bila tanpa memperhitungkan keuntungan penjualan saham itu, laba ASII sebenarnya turun 49% yoy.

Penjualan saham Bank Permata ini memang memberikan tambahan laba bagi ASII. Namun, seiring dengan itu, perseroan kini kehilangan sumber pendapatan tambahan yang selama ini dibukukan dari Bank Permata.

Adapun, Bank Permata selama ini bukanlah satu-satunya lini bisnis ASII di bidang keuangan. ASII memiliki banyak anak usaha keuangan lainnya, tetapi hampir semuanya di lini bisnis multifinance dan belum berstatus sebagai perusahaan terbuka. Lepasnya Bank Permata menandai keputusan ASII untuk meninggalkan bisnis bank.

Tentu saja keputusan ini memberikan tambahan kas bagi ASII di tengah tantangan pandemi. Total kas dan setara kas ASII per 30 September 2020 mencapai Rp47 triliun, meningkat 93% dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2019 yang sebesar Rp24,3 triliun.

Cadangan kas dan setara kas yang tinggi ini tentu menjadi bantalan yang kuat bagi ASII dalam menghadapi tekanan bisnisnya tahun ini. Sementara itu, setelah melepaskan bisnis bank, ASII kini dapat lebih fokus pada lini bisnis intinya di bidang otomotif guna memperbaiki kinerjanya.

Lagi pula, perseroan melaporkan adanya tanda-tanda pemulihan bisnis pada September 2020. Jumlah penjualan mobil bulan itu mencapai 25.799 unit, naik 53,8% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. PSBB pun kini makin longgar sehingga aktivitas transportasi meningkat lagi.

Selain itu, Presiden Joko Widodo telah resmi meneken Undang-undang Cipta Kerja. Regulasi sapu jagat tersebut kini mendapat nomor UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Undang-undang ini memberikan keuntungan bagi ASII yang berkarakter padat karya, mengingat jumlah tenaga kerjanya berlimpah, yakni 226.105 orang per akhir 2019.


PT Astra Outoparts Tbk. (AUTO)

AUTO merupakan lini bisnis Grup Astra yang bergerak di bisnis penyediaan suku cadang kendaraan bermotor. Seiring lesunya penjualan kendaraan bermotor dan minimnya aktivitas transportasi, kebutuhan terhadap suku cadang kendaraan bermotor pun turun drastis. Hal ini sangat memukul bisnis AUTO.

Berikut ini kinerja AUTO per September 2020 (dalam Rp miliar):

AUTO tampaknya sulit untuk menjaga bisnisnya tetap untung tahun ini. Perseroan harus rela menelan kerugian hingga Rp243 miliar pada 9 bulan tahun ini, berbalik dari laba Rp512 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Pendapatan perusahaan turun cukup tajam sehingga secara keseluruhan memukul kinerja keuangan perusahaan. Selain itu, perseroan juga menanggung rugi dari entitas asosiasi dan ventura bersama senilai Rp225 miliar, sehingga menyebabkan beban usaha meningkat. Alhasil, perseroan kesulitan untuk menjaga laba tetap positif.

Di tengah tantangan bisnisnya, perseroan kini berupaya untuk melakukan efisiensi proses bisnis untuk mengurangi beban. Perseroan juga tidak banyak melakukan ekspansi. Anggaran untuk belanja modal atau capital expenditure (capex) tahun ini pun hanya Rp500 miliar, separuh dari tahun lalu yang mencapai Rp1 triliun.

Selain itu, perseroan juga akan memperkuat penjualan melalui e-commerce perusahaan, yakni astraotoshop.com. Harapannya, pelanggan bisa mendapatkan suku cadang dengan lebih mudah di tengah upaya untuk mematuhi protokol kesehatan.

Upaya ini terutama efektif untuk kebutuhan kendaraan yang tidak bisa ditunda penggantiannya, seperti aki dan oli. Selain itu, perseroan juga tengah menjajaki peluang penjualan alat pelindung diri (APD) untuk kebutuhan pencegahan Covid-19.

 PT Acset Indonusa Tbk. (ACST)

ACST merupakan anak usaha Astra di lini bisnis konstruksi. Grup Astra mengendalikan ACST melalui PT Karya Supra Perkasa (KSP) yang memiliki saham ACST sebanyak 64,84%. Adapun, KSP merupakan anak usaha yang sahamnya dimiliki 100% oleh PT United Tractors Tbk. (UNTR).

Pandemi tampaknya makin memperburuk kinerja ACST tahun ini. Emiten ini bahkan sudah membukukan kerugian sejak tahun lalu. Berikut ini kinerja keuangan ACST per September 2020 (dalam Rp miliar):

 

Dari data tersebut, terlihat bahwa pendapatan ACST tahun ini makin tertekan. Meskipun beban pokoknya juga ikut turun, tetapi hal itu tidak cukup untuk membantu perseroan memperbaiki kinerjanya.

Secara umum, kinerja profitabilitas ACST makin buruk. Hal ini akibat dari terhambatnya proyek-proyek ACST seiring dengan pandemi dan PSBB. ACST juga kesulitan mendapatkan tender-tender proyek infrastruktur baru yang kebanyakan tertunda.

Kontrak baru yang diperoleh ACST hingga pertengahan September 2020 baru Rp260 miliar dari proyek jalan akses tol Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati. Adapun, sepanjang semester I/2020, kontrak baru ACST hanya Rp1 miliar dari pekerjaan pondasi. Bandingkan dengan capaian semester I/2019 yang senilai Rp110,72 miliar dari pondasi.

Perseroan berupaya untuk menekan beban-beban keuangan, tetapi hal itu belum cukup mampu untuk memulihkan bisnis perseroan. Manajemen ACST pun mengungkapkan akan menggunakan momentum perlambatan kinerja saat ini untuk konsolidasi internal dan memperbaiki proses bisnis internal.

Tantangan pandemi yang tampaknya masih akan berat hingga akhir tahun menyulitkan perusahaan untuk bisa membalikkan posisi keuangan. Posisi kas dan setara kas ACST turun tajam dari Rp182 miliar pada akhir tahun 2019 menjadi tinggal Rp63 miliar per September tahun ini. 

PT United Tractors Tbk. (UNTR)

UNTR dengan bisnis alat beratnya merupakan salah satu lini bisnis kunci pada Grup Astra. Sayangnya, kinerja bisnisnya pun tahun ini juga mengalami tekanan. Namun, UNTR tidak sampai membukukan kerugian.

Berikut ini kinerja keuangan UNTR per September 2020 (dalam Rp triliun):

Dari data tersebut, terlihat bahwa kinerja pendapatan hingga laba UNTR semuanya tertekan. Adapun, dari total pendapatan perseroan, kontributor terbesar masih berasal dari lini bisnis kontraktor pertambangan, yakni 48%.

Selanjutnya, lini bisnis mesin konstruksi menyumbang 22% dan lini bisnis pertambangan batu bara 16%. Kontributor terkecil berasal dari bisnis pertambangan emas dan industri konstruksi, masing-masing 12% dan 2%.

Tekanan pada bisnis kontraktor pertambangan terjadi seiring dengan turunnya volume produksi batu bara sebesar 12% yoy menjadi 85,3 juta ton, sedangkan pekerjaan pemindahan tanah turun 16% yoy menjadi 630,8 juta bcm. Pendapatan di lini bisnis ini turun 26% yoy menjadi Rp22,1 triliun.

Pada lini bisnis mesin konstruksi, volume penjualan alat berat Komatsu mencapai 1.191 unit, anjlok 54% yoy. Penjualan UD Trucks turun dari 387 unit menjadi 154 unit (-60,21%), sedangkan mereka Scania turun dari 382 unit menjadi 129 unit (-66,23%).

Hal ini disebabkan oleh turunnya harga komoditas dan turunnya aktivitas di semua sektor pengguna alat berat. Di lini bisnis ini, pendapatan UNTR turun 31% yoy menjadi Rp4,7 triliun.

Di lini bisnis pertambangan batu bara, volume penjualan memang naik 11% yoy menjadi 7,1 juta ton, tetapi pendapatannya turun 11% yoy menjadi Rp7,5 triliun karena turunnya harga jual batu bara. Bahkan sebelum pandemi, harga batu bara memang sudah melemah sehingga menekan kinerja UNTR.

Sementara itu, di lini pertambangan emas, volume produksi turun 16% yoy menjadi 256 ribu ons, sedangkan pendapatan turun 6% menjadi Rp5,5 triliun. Meskipun harga emas naik, tetapi tampaknya UNTR belum dapat menikmati hal tersebut.

Pasalnya, sekitar 70% dari volume penjualan emas UNTR, harganya sudah terkontrak tetap hingga awal 2021. Alhasil, harga jual emas UNTR hanya sekitar 85% dari harga emas rata-rata di pasaran. Namun, selepas Februari 2021, UNTR bisa menjual emasnya dengan harga lebih tinggi.

Hal ini tentu membuka peluang bagi bisnisnya tahun depan, asalkan harga emas tidak turun lagi. Pada lini bisnis usaha konstruksi, UNTR mengandalkan  ACST. Turunnya kinerja ACST pun tercermin pada kinerja keuangan UNTR di lini bisnis ini.

PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI)

AALI tampaknya menjadi satu-satunya emiten di dalam Grup Astra yang masih mampu mencatatkan pertumbuhan penjualan tahun ini. Harga minyak sawit mentah atau CPO yang tetap meningkat di tengah pandemi tampaknya mendukung kinerja bisnis emiten sawit ini.

Berikut ini kinerja keuangannya per September 2020 (dalam Rp miliar):

Pendapatan AALI tetap tumbuh di saat pandemi, bahkan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan beban pokok pendapatannya. Hal ini memungkinakan laba brutony melesat lebih tinggi lagi, yakni 57,5% yoy.

AALI juga menikmati keuntungan dari selisih kurs Rp15,5 miliar, berbalik dari rugi tahun lalu Rp25 miliar. Selain itu, ada juga penghasilan bunga Rp39 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu Rp22 miliar. Alhasil, laba sebelum pajak AALI melesat 239% yoy. Setelah dikurangi pajak, AALI masih menikmati kenaikan laba hingga 424% yoy.

Kinerja AALI yang unggul tahun ini terutama ditopang oleh kenaikan harga jual rata-rata CPO yang meningkat pesat dibandingkan level harga 2019.

Prospek bisnis AALI pun masih cukup menjanjikan pada sisa tahun ini, bahkan hingga awal tahun depan, seiring dengan sentimen La Nina yang dapat mendongkrak harga CPO.

La Nina diperkirakan akan berlangsung hingga April tahun depan dan berpotensi membuat harga CPO terus naik, sebab produksi sawit terancam turun. La Nina akan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia dan Malaysia, produsen CPO terbesar dunia. Umumnya, La Nina akan memicu curah hujan tinggi hingga 40% di atas curah hujan normal dan biasanya diikuti bencana seperti banjir dan tanah longsor yang bisa mengganggu aktivitas panen.

Kini, harga CPO di Bursa Malaysia Derivative Exchange masih bergerak di atas 3.000 ringgit Malaysia per ton. Selain karena La Nina, kenaikan harga juga dipicu oleh peningkatan permintaan di India dan China, serta larangan impor CPO Malaysia oleh Amerika Serikat.

PT Astra Graphia Tbk. (ASGR)

ASGR merupakan satu-satunya perusahaan di Grup Astra yang bergerak di bidang teknologi informasi (TI). ASGR menyediakan layanan solusi dokumen untuk perkantoran, layanan digital, dan layanan perkantoran.

Termasuk di dalamnya antara lain penjualan perangkat keras dan lunak, jasa pembangunan infrastruktur TI, jasa layanan pengembangan aplikasi TI, pusat data, dan cloud.

Sepanjang tahun ini, lini bisnis ini pun tidak luput dari koreksi. Meskipun tidak sampai rugi, tetapi kinerja keuangan emiten ini cukup tertekan. Berikut ini laporan kinerja keuangannya per September 2020 (dalam Rp miliar):

 
Dari data tersebut, terlihat bahwa kinerja ASGR secara umum melemah. Kinerja laba bersihnya bahkan turun lebih dalam dibandingkan pendapatannya. Hal ini tampaknya tidak terlepas dari turunnya kebutuhan layanan perkantoran seiring dengan kebijakan work from home serta langkah efisiensi banyak perusahaan.

Adapun, peluang yang masih dijajaki perusahaan ini antara lain dari sektor production printing. Tahun lalu, perseroan sudah meneken perjanjian kerjasama dengan PT FUJIFILM Indonesia untuk menangkap peluang dari industri cetak komersial. Prospek bisnis ini masih menjanjikan.

Selain itu, kini banyak korporasi mulai go digital. Kebutuhan transformasi digital ini sejatinya membuka peluang bisnis yang besar bagi ASGR di masa mendatang, tinggal kini menunggu momentumnya saja. Apalagi, pemerintah kini memiliki fokus untuk mendorong ekonomi digital di Indonesia.

Kesimpulan

Dari paparan yang telah disampaikan, tampak bahwa secara umum kinerja keuangan Grup Astra cukup tertekan sepanjang periode pandemi tahun ini. Beberapa emiten bahkan membukukan kerugian.

Meskipun demikian, secara umum struktur bisnis Grup Astra masih cukup kuat dan merupakan salah satu yang terbaik secara nasional. Hal ini memungkinkan grup ini memiliki ketahanan kinerja yang kuat, bahkan di tengah pandemi.

Pemulihan harga saham emiten-emiten grup ini, bahkan ketika kinerjanya masih negatif, menunjukkan tingginya kepercayaan pasar terhadap prospek bisnis jangka panjang grup ini. Masih banyak peluang yang terbuka pada tiap lini bisnis yang digelutinya.