Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II/2021: Titik Balik Pemulihan?

Date:

[Waktu baca: 5 menit]

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani memang kerap beda pendapat soal prediksi terhadap perekonomian Indonesia. Terakhir, pada kuartal pertama lalu misal, kedua menteri ini memasang proyeksi yang berbeda soal pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Namun, untuk kuartal II/2021, Airlangga dan Sri Mulyani tampak kompak. Dua menteri yang sama-sama jadi tangan kanan Presiden Joko Widodo sejak periode kepemimpinan pertamanya tersebut meramal pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada April-Juni 2021 bakal berada pada kisaran 7 persen.

“Kuartal kedua Indonesia akan masuk zona positif. Rebound, tapi juga disertai confidence dan aktivitas konsumsi, serta efek dari stimulus perekonomian yang meningkat,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers akhir April lalu.

Beberapa hal yang mendasari argumen Sri Mulyani adalah aktivitas ekonomi pada lebaran tahun ini yang meski masih minim, namun dinilainya lebih baik dari lebaran tahun lalu. Faktor lain adalah konsumsi masyarakat.

Soal konsumsi masyarakat itu, sinyal pemulihannya belakangan diklaim Sri Mulyani terbukti seiring rilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia. Pada April 2021 untuk pertama kalinya sejak kuartal kedua tahun lalu IKK Indonesia menembus level di atas 100. Tepatnya pada angka 101,5.

Angka di atas 100 menandakan bahwa konsumsi masyarakat telah masuk ke zona optimistis.

Indeks Keyakinan Konsumen di Indonesia

Sumber: Bank Indonesia

Airlangga, di sisi lain, menyatakan kesamaan pendapatnya dengan Sri Mulyani saat jadi pembicara dalam acara diskusi yang dihelat Satgas Penanganan Covid-19 Sabtu (15 April 2021).

“Trennya arahnya ke positif dan confirm, ekonomi akan tumbuh membentuk kurva V. Kami harap bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2021 akan masuk jalur positif dan diperkirakan bisa capai 7 persen,” ujarnya. 

Jika Sri Mulyani menyampaikan proyeksinya berlandaskan sudut pandang konsumen, Airlangga cenderung melengkapinya dari sinyal pelaku bisnis.
Salah satunya tampak dari perbaikan indeks manufaktur atau purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia pada April 2021, yang mencapai angka 54,6. Angka ini tampak terus membaik bila ditarik dari posisi bulan-bulan sebelumnya.

Indeks PMI manufaktur merupakan indikator yang dibuat berdasarkan survei terhadap para pebisnis di berbagai sektor manufaktur. Angka PMI ini mengindikasikan seberapa optimis pelaku sektor bisnis terhadap kondisi perekonomian ke depannya.

PMI Manufaktur Indonesia

Sumber: BPS

Terlepas dari pernyataan Sri Mulyani dan Airlangga yang memang sudah sama-sama berbasis data, sebenarnya positifnya perekonomian Indonesia pada kuartal II bukanlah kejutan.

Rapor tersebut agaknya sudah hampir pasti terjadi bila mempertimbangkan betapa babak belurnya perekonomian Indonesia pada kuartal II tahun lalu.

Sebagai informasi, pada kuartal II/2020 PDB Indonesia berdasarkan harga konstan berada pada posisi Rp2.589,6 triliun, sedangkan PDB berdasarkan harga berlaku mentok di kisaran 3.687,7 triliun.

Angka tersebut anjlok signifikan bila dibandingkan rapor pada periode yang sama tahun sebelumnya, yang masing-masing mencapai Rp2.735,2 triliun dan Rp3.963,5 triliun.

Di saat bersamaan, bila ditarik ke posisi terkini saja, pada kuartal I/2021 PDB Indonesia berdasarkan harga konstan sudah mampu berbalik ke level Rp2.698,3 dan berdasarkan harga berlaku telah naik ke kisaran Rp3.969,1 triliun.

Artinya, hanya dengan mempertahankan geliat konsumsi dan produksi seperti kuartal sebelumnya saja, rapor PDB Indonesia pada kuartal II/2021 ini sudah pasti baka mengalami perbaikan secara year on year (yoy).

PDB Indonesia Berdasarkan Harga Konstan (Dalam Triliun)

Yang kemudian menarik untuk ditunggu pembuktiannya justru target Sri Mulyani dan Airlangga.

Dengan asumsi perbandingan kasar terhadap kondisi tahun lalu, untuk mencapai pertumbuhan di kisaran 7 persen secara yoy setidaknya PDB Indonesia berdasarkan harga konstan perlu naik lagi menyentuh level Rp2.770,9 triliun.

Bila ditarik lagi ke angka pada kuartal pertama, artinya secara kuartal ke kuartal atau quarter to quarter (q-to-q), PDB konstan Indonesia perlu meningkat sekitar 2,65 persen lagi dibandingkan kuartal pertama.

Di sinilah perdebatan kemudian muncul. Sebab, tak sedikit pakar yang menilai angka tersebut masih sulit untuk digapai dalam 1-2 bulan ke depan.
Meski diproyeksi akan mulai positif, pertumbuhan menuju 7 persen belum tercermin jika menimbang ke beberapa indikator penting.

Di Indonesia, PDB erat kaitannya dengan pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT). Ini tampak dari bobot PK-RT yang selama bertahun-tahun rutin berkontribusi terhadap 55 persen lebih komponen PDB. Terakhir, pada kuartal I/2021, kontribusi PK-RT terhadap PDB mencapai 56,93 persen.

Perbandingan PDB dan Komsumsi Rumah Tangga year on year Indonesia (Kuartalan)

Dan, bila dibedah lagi, pergerakan pertumbuhan PK-RT lazimnya sangat dipengaruhi oleh transaksi di segmen ritel.

Masalahnya, jika dilihat lebih cermat, sektor ritel sejauh ini belum mengalami kebangkitan pesat. Penjualan masih belum kembali ke kondisi prapandemi meski sudah berangsur membaik sedikit demi sedikit.

Bank Indonesia memang belum merilis data suvei penjualan eceran untuk periode April 2021. Namun, berdasarkan survei bulan Maret yang juga baru dirilis pada Selasa (11 Mei 2021) lalu, kondisi terkini memang masih relatif berjarak dari situasi ideal di masa prapandemi.

Survei Bank Indonesia memang menyebutkan bahwa Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Maret 2021 membaik 9,8 persen secara yoy. Namun, patut digarisbawahi bahwa perbaikan ini belum mampu mengimbangi penurunan yang terjadi tahun lalu. Sebab, pada Maret 2020, IPR mengalami kontraksi yang sangat dalam hingga angka 14,6 persen secara yoy. 

Dalam publikasi yang sama, BI memperkirakan IPR pada bulan April kemarin bakal membaik lagi hingga 11,4 persen secara bulanan (month to month). Bila itu terealisasi, tentu bakal menjadi kabar positif untuk mendongkrak angka PK-RT yang berimbas ke perbaikan PDB. Akan tetapi, perlu diingat jika angka tersebut masih perkiraan.

Bila dibedah, kategori barang yang mengalami perbaikan penjualan di segmen ritel secara pesat dibandingkan bulan sebelumnya adalah kebubtuhan sandang, bahan bakar kendaraan bermotor, makanan-minuman dan tembakau, serta barang budaya dan rekreasi.

Sementara itu, penjualan segmen ritel yang mulai melandai perbaikannya adalah penjualan barang-barang suku cadang dan aksesoris, peralatan informasi dan komunikasi, serta perlengkapan rumah tangga. 

Pada akhirnya, mengatakan bahwa kuartal II/2021 bakal jadi titik balik pertumbuhan ekonomi Indonesia bukanlah hal berlebihan.

Yang justru perlu dinanti realisasinya adalah proyeksi angka 7 persen yag dipatok pemerintah.  Waktu akan membuktikan berlebihan atau tidaknya optimisme pemerintah