Mencerna Kebijakan Anggaran Pertahanan Negara
Anggaran belanja Kementerian Pertahanan yang mendapatkan jatah paling jumbo dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 menjadi sorotan publik setelah dokumen Nota Keuangan dan RAPBN 2022 tersebar luas beberapa pekan lalu.
Hal ini menarik sebab dalam pidato kenegaraan dalam rangka penyampaian Nota Keuangan dan RAPBN 2022 tersebut pada Senin (16 Agustus 2021) lalu Presiden Joko Widodo sama sekali tidak menyinggung soal adanya prioritas pemerintah pada bidang pertahanan ini dalam kebijakan fiskal 2022.
Secara umum, perhatian utama kebijakan fiskal tahun depan adalah dalam hal upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional pascapandemi. Ada tujuh bidang yang menjadi prioritas, yakni kesehatan, perlindungan sosial, pendidikan, infrastruktur, teknologi informasi & komunikasi (TIK), ketahanan pangan, dan pariwisata.
Namun, dalam alokasi anggaran, Kementerian Pertahanan justru mendapatkan alokasi paling besar. Sebaliknya, alokasi anggaran untuk Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian PUPR, dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang disebut sebagai bidang prioritas justru menurun.
Pada dasarnya, pertahananan negara adalah komponen penting untuk memastikan fungsi negara dapat berjalan dengan baik. Tanpa rasa aman, kinerja ekonomi dapat sangat terganggu. Karakter Indonesia sebagai negara kepulauan yang luas jelas sangat membutuhkan sistem keamanan yang kuat pula.
Oleh karena itu, sebenarnya tidak mengherankan jika anggaran pertahanan mendapatkan jatah yang tinggi. Bukan baru pada tahun anggaran 2022 saja Kementerian Pertahanan menerima anggaran paling jumbo. Kementerian ini sudah langganan menerima anggaran belanja besar dari tahun ke tahun.
Berikut ini perkembangan anggaran Kementerian Pertahanan, setidaknya dalam 5 tahun terakhir berdasarkan dokumen RAPBN 2022.
Dari data ini saja sudah terlihat bahwa anggaran belanja Kementerian Pertahanan pada RAPBN 2022 bahkan masih lebih rendah ketimbang alokasi pada 2020 lalu. Selama periode 2017-2020 pun Kementerian Pertahanan selalu menjadi kementerian dengan penerima anggaran terbesar.
Jadi, peningkatan alokasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan pada 2022 mendatang memang sebenarnya tidak mengejutkan. Hanya saja, menimbang tahun depan masih akan ditandai oleh upaya penanganan pandemi, sebagian kalangan berharap penurunan anggaran Kementerian Pertahanan seperti yang terjadi pada tahun ini dapat berlanjut pada tahun depan.
Dengan demikian, alokasi anggaran masih bisa difokuskan pada sektor-sektor yang paling penting dalam penanganan pandemi, yakni kesehatan dan bantuan sosial.
Sepanjang tahun ini, Kementerian Kesehatan dan Kementerian PUPR memang menjadi dua kementerian dengan penerima anggaran terbesar, sedangkan Kementerian Pertahanan ada di posisi ketiga. Namun, sebelum itu, anggaran belanja Kementerian Pertahanan sudah selalu mengungguli kedua kementerian ini setiap tahun.
Sebagai gambaran, pada 2018, saat puncak pembangunan infrastruktur, anggaran belanja Kementerian PUPR mencapai Rp102,4 triliun, sedangkan Kementerian Pertahanan mencapai Rp106,7 triliun. Pada tahun yang sama, penerima anggaran belanja terbesar di posisi ketiga adalah Kepolisian Negara RI, yakni Rp98,2 triliun. Sementara, anggaran Kementerian Kesehatan hanya Rp57,3 triliun.
Besarnya anggaran pada Kementerian Pertahanan dan Kepolisian RI mencerminkan besarnya perhatian pemerintah pada isu keamanan nasional. Hal ini sudah menjadi kenyataan rutin dari tahun ke tahun. Sementara itu, naiknya anggaran Kementerian Kesehatan hingga ke posisi puncak tahun ini semata-mata karena kondisi luar biasa pandemi.
Oleh karena itu, dari sudut pandang ini, tampaknya tidak mengherankan jika Presiden Joko Widodo tidak secara khusus menyinggung bidang keamanan ini sebagai bidang prioritas dalam kebijakan fiskal tahun depan. Sebab, dari tahun ke tahun pentingnya keamanan memang tidak dapat ditawar lagi.
Mencerna Kebijakan Anggaran Pemerintah
Tingginya anggaran Kementerian Pertahanan pada dasarnya bukanlah isu yang mengejutkan. Hanya saja, momentum kenaikan anggaran yang terjadi di saat kondisi pandemi belum dapat dipastikan kapan berakhirnya menjadikan langkah ini disorot publik.
Apalagi, pada saat yang sama anggaran untuk Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial justru dipangkas. Alhasil, komitmen terhadap penanganan pandemi dan dampak ekonominya oleh pemerintah terkesan kurang kuat.
Oleh karena itu, pertanyaannya kini, apakah menaikkan anggaran Kementerian Pertahanan adalah isu yang mendesak untuk dilakukan? Apakah isu ini lebih mendesak ketimbang penanganan pandemi dan dampaknya?
Dalam konteks saat ini, memilih antara mana yang paling mendesak tampaknya bukanlah pertanyaan yang sepenuhnya tepat. Apalagi jika semata-mata membandingkan dari sisi nilai anggaran belanja masing-masing kementerian.
Jika kembali memperhatikan grafik sebelumnya terkait alokasi anggaran Kementerian Pertahanan dari tahun ke tahun, terlihat bahwa kenaikan anggaran tahun depan bukanlah hal yang luar biasa, sebab bahkan masih lebih rendah ketimbang 2020.
Sebaliknya, anggaran Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial, kendati diturunkan dibanding tahun ini, tetap saja mencerminkan tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi. Perhatikan grafik berikut:
Terlihat bahwa anggaran untuk kedua kementerian ini memang diturunkan cukup signifikan pada tahun depan, tetapi nilainya masih jauh lebih tinggi ketimbang kondisi sebelum pandemi atau selama periode 2017-2019. Artinya, perhatian pemerintah pada isu penanganan pandemi masih besar.
Lagi pula, perlu diingat bahwa keputusan pemerintah untuk menaikkan anggaran belanja di saat kondisi ekonomi sedang tertekan saat ini adalah keputusan berat, sebab pemerintah masih akan kesulitan dalam menggenjot pendapatan pajak.
Artinya, belanja yang terlalu besar berpotensi menimbulkan pembengkakan defisit anggaran yang mesti ditutup oleh lebih banyak utang lagi. Oleh karena itu, langkah kompromi anggaran memang harus ditempuh.
Kendati memang masih sulit untuk dipastikan, dampak pandemi tahun depan diharapkan sudah jauh lebih berkurang ketimbang tahun ini, terutama dengan program vaksinasi yang sudah menjangkau masyarakat yang lebih luas. Jadi, anggaran penanganan kesehatan pun dapat lebih minim.
Dengan demikian, pembatasan mobilitas juga tidak perlu lagi seketat sekarang. Alhasil, program bantuan sosial juga dapat lebih ditekan. Sementara itu, terkait turunnya anggaran infrastruktur Kementerian PUPR, hal ini juga dapat dimaklumi dalam konteks untuk menekan defisit anggaran.
Konsolidasi fiskal pada 2022 dilakukan untuk memuluskan normalisasi defisit APBN agar kembali di bawah 3% PDB sesuai amanat UU 2/2020 dengan tetap menjaga momentum pemulihan ekonomi.
Adapun, defisit anggaran pada 2022 ditargetkan hanya 4,85% dari PDB, turun dibanding tahun ini yang mencapai 5,82% dan tahun 2020 lalu yang mencapai 6,14%.
Menilai Keputusan Peremajaan Alutsista
Isu yang menjadi sorotan dalam kenaikan anggaran Kementerian Pertahanan terutama adalah anggaran belanja untuk alat utama sistem pertahanan (alutsista), sebab komponen anggaran belanjanya meningkat paling signifikan.
Berikut ini perincian kenaikan anggaran Kementerian Pertahanan antara outlook 2021 berbanding RAPBN 2022:
Pada data tersebut terlihat bahwa penyumbang terbesar kenaikan anggaran Kementerian Pertahanan tahun depan adalah pada program modernisasi alutsista, non-alutsista, dan sarana-prasarana pertahanan. Program ini menelan anggaran Rp43,3 triliun, tumbuh 33,2%.
Naiknya anggaran modernisasi alutsista ini tidak terlepas dari hasil evaluasi terkini Kementerian Pertahanan terhadap alutsista TNI saat ini. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menilai banyak alutsista TNI yang sudah tua dan mendesak untuk diganti.
"Banyak alutsista kita sudah tua, sudah saatnya memang mendesak harus diganti, kebutuhan-kebutuhan sangat penting dan kita siap menghadapi dinamika lingkungan strategis yang berkembang sangat pesat," tutur Prabowo Subianto sebagaimana dikutip Kontan.co.id.
Oleh karena itu, kenaikan anggaran Kementerian Pertahanan menjadi suatu keharusan, terutama dalam rangka memenuhi Minimum Essential Force (MEF) secara bertahap. Kementerian Pertahanan memang berencana untuk meningkatkan akuisisi alutsista modern secara bertahap mulai tahun ini hingga 2024.
Baru-baru ini, misalnya, Kementerian Pertahanan telah menyetujui kesepakatan pembelian enam unit jet tempur latih (trainer) dari perusahaan dirgantara Korea Selatan, yakni Korea Aerospace Industries (KAI).
Berdasarkan pemberitaan CNBC Indonesia, kesepakatan itu bernilai US$240 juta atau setara Rp3,48 triliun dengan kurs Rp14.500 per dolar AS. Nantinya, jet bertipe T-50 itu akan dikirim secara bertahap. KAI bakal memasok enam jet itu dari 16 Desember 2021 hingga 30 Oktober 2024.
Sementara itu, dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2022 pemerintah menjelaskan alasan di balik keputusan strategis di bidang pertahanan dan keamanan ini. Kebijakan anggaran keamanan yang besar ditujukan untuk mengukuhkan posisi Indonesia sebagai pemilik kapasitas militer terkuat di Asia Tenggara.
Ditambah dengan jumlah penduduk yang sangat besar, Indonesia akan siap menghadapi situasi darurat. Kendati tidak secara langsung berhubungan dengan penanganan pandemi, pertahanan dan keamanan adalah prasyarat untuk menjamin program-program nasional dapat berjalan sesuai rencana.
Tanpa pertahanan dan keamanan yang kuat, program-program pemulihan ekonomi justru dapat tidak berjalan optimal. Apalagi, akhir-akhir ini Indonesia bahkan kerap mengalami konflik internal yang berujung pada kerusuhan.
Program peremajaan alutsista harus tetap berjalan, sebab pertahanan dan keamanan tak mungkin berhenti meski adanya pandemi. Mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas, ketersediaan alutsista yang modern dan layak tempur menjadi keharusan.
Kita tidak dapat memastikan keamanan kita tetap terjamin, sehingga satu-satunya pilihan adalah selalu bersiap. Oleh karena itu, anggaran pertahanan yang besar tentu menjadi sangat masuk akal.
Ingat, Ini Masih Rencana
Kenaikan anggaran Kementerian Pertahanan pada RAPBN 2022 tampaknya mendapatkan sorotan yang terlalu berlebihan, mengingat anggaran tersebut masih bersifat rencana. Selain itu, jika ditarik dalam konteks yang lebih luas, terlihat bahwa kenaikan anggaran kementerian ini sangat wajar.
Sebagai pengingat, dalam RAPBN 2021 lalu, anggaran belanja Kementerian Pertahanan juga dipatok cukup tinggi, yakni Rp137 triliun. Kala itu, program modernisasi alutsista, non-alutsista, dan sarpras pertahanan mencapai Rp42,7 triliun.
Namun, dalam outlook terbaru anggaran belanja Kementerian Pertahanan 2021 hanya Rp118,2 triliun, sedangkan program modernisasi alutsista, non-alutsista, dan sarpras pertahanan hanya Rp32,5 triliun.
Artinya, kebijakan anggaran pemerintah masih sangat cair dan berpotensi terus berubah di masa mendatang, menyesuaikan dengan kondisi terkini bangsa dan negara. Kendati anggaran Kementerian Pertahanan dalam RAPBN 2022 dipatok tinggi, nilainya masih bisa turun lagi jika dipandang ada hal lain yang lebih urgen nantinya.
Hal yang terpenting tampaknya bukanlah anggaran pos mana yang terbesar, melainkan adalah seberapa optimal penyerapan anggaran pada masing-masing pos. Seperti kita ketahui, persoalan penyerapan anggaran masih menjadi tantangan utama Indonesia, termasuk selama proses penanganan pandemi selama ini. Belum lagi adanya banyak kebocoran anggaran akibat korupsi di sana-sini.
Date: