Kenapa Saham WIIM "Unggul" Daripada GGRM dan HMSP?

Date:

[Waktu baca: 5 menit]

Kinerja Wismilak Inti Makmur (WIIM) tampak "anomali" di antara emiten rokok lain di tengah pandemi corona.

Di saat kinerja emiten-emiten rokok turun, kinerja WIIM melesat. Laba emiten rokok di kuartal 3/2020 dibandingkan kuartal 3/2019:

  • HMSP Rp6,9 triliun vs Rp10,2 triliun (turun 32%)
  • GGRM Rp5,65 triliun vs Rp7,42 triliun (turun 22%)
  • RMBA (rugi) Rp563 miliar vs Rp11,25 miliar
  • WIIM Rp109 miliar vs Rp15 miliar (naik 627%)

Berikut ini ringkasan kinerja WIIM di kuartal 3/2020 dibandingkan kuartal 3/2019 (dalam Rp juta):

Dari data di atas tampak, di pos laba usaha WIIM melesat 606%. Artinya, secara operasional (setelah dikurangi beban usaha yang biasanya berupa biaya gaji pegawai, depresiasi, administrasi dan sebagainya), WIIM berkinerja sangat menguntungkan. 

Mengapa WIIM melesat? Dari berbagai faktor, ada beberapa kemungkinan:

1. Kenaikan Tarif Cukai

Pada 2020, pemerintah menaikkan tarif Cukai Harga Tembakau (CHT) 23% dan harga jual eceran 35%. Kenaikan tarif itu memaksa produsen rokok, termasuk produsen rokok besar seperti HM Sampoerna (HMSP) dan Gudang Garam (GGRM), menaikkan harga rokok.

Akibatnya, terjadi peralihan konsumen dari rokok "mahal" ke rokok "murah" yang diproduksi Wismilak. Sebagai perbandingan harga satu bungkus (isi 16 batang) rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM):

  • Sampoerna Mild (HMSP): Rp23.000-Rp25.000 
  • Diplomat Mild (WIIM): Rp14.000-Rp16.000

Harga rokok WIIM lebih murah di pasar dibandingkan produk emiten lain. Di produk Sigaret Kretek Tangan (SKT), WIIM menjual Wismilak Special, Galan, Wismilak Slim. Di produk SKM, WIIM menjual Diplomat Evo, Wismilak Diplomat, Diplomat Mild, Menthol, 

2. Penurunan Daya Beli

Daya beli masyarakat menurun saat pandemi virus corona. Hal itu ditandai dengan inflasi rendah (0,07% pada Oktober 2020) dan deflasi (tiga bulan berturut, September, Agustus, Juli 2020).

Daya beli turun karena sejumlah penyebab: pemutusan hubungan kerja (PHK),  pemangkasan gaji, penurunan omzet usaha dan sebagainya. Saat daya beli turun, konsumsi rumah tangga turun, termasuk konsumsi rokok.

Penurunan daya beli ini juga mengalihkan preferensi produk rokok yang dibeli, dari rokok "mahal" ke rokok "murah". Dalam situasi ini, penjualan WIIM tumbuh organik.

Saham WIIM: Mengepul

Peningkatan kinerja WIIM itu diikuti dengan harga WIIM. Di saat harga saham rokok berguguran secara year to date, saham WIIM tetap mengepul. Perbandingannya (data hingga 18 November 2020):

Data tambahan soal rokok:

  • Survei Komite Nasional Pengendalian Tembakau menyatakan pandemi tidak mengubah perilaku merokok. Dalam survei ke 612 orang (15 Mei-15 Juni 2020), 48,95% responden mengaku punya pengeluaran tetap untuk membeli rokok selama pandemi. 13,1% lainnya menyatakan pengeluaran rokok meningkat.
  • Data Survei Penjualan Eceran (September 2020) yang dirilis Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan triwulanan indeks penjualan riil makanan, minuman dan tembakau paling tinggi (1,3%) dibandingkan dengan kategori lainnya yang masih terkontraksi.