Hermina: Sang Jawara Emiten Rumah Sakit
Rumah Sakit Hermina yang dikelola oleh PT Medikaloka Hermina Tbk. merupakan salah satu jaringan rumah sakit terbesar di Indonesia yang telah memiliki pengalaman selama lebih dari 36 tahun dalam pelayanan ibu dan anak.
Terkenal dengan spesialisasi layanan pada Ibu dan anak, Hermina juga beroperasi sebagai rumah sakit umum. Jaringan rumah sakitnya mencapai 42 unit, terdiri atas 34 rumah sakit tipe C dan 8 rumah sakit tipe B. Total tempat tidurnya mencapai 5.400 unit.
Dengan jumlah rumah sakit sebanyak itu, Hermina menjadi emiten rumah sakit dengan jumlah jaringan terbanyak, mengalahkan PT Siloam International Hospitals Tbk. (SILO) di posisi kedua dengan 40 jaringan dan 3.792 unit tempat tidur.
Terlepas dari spesialisasi untuk ibu dan anak, selama masa pandemi Hermina juga terpantau aktif memberikan layanan bagi pasien Covid-19. Meski begitu, perseroan juga mencatat adanya peningkatan kunjungan pasien non-covid dibanding kondisi sebelum pandemi. Bagi bisnis rumah sakit, ini jelas angin segar.
Dibandingkan dengan emiten rumah sakit lainnya, emiten dengan kode saham HEAL ini dapat dikatakan sebagai emiten rumah sakit dengan pertumbuhan tercepat. Selain dari sisi keuangan, HEAL juga masih berambisi terus menambah rumah sakit, bahkan tahun ini HEAL menambah 4 rumah sakit baru.
Dengan target sebanyak itu, Hermina menjadi rumah sakit dengan rencana ekspansif paling agresif. HEAL juga berpartisipasi penuh dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Seluruh rumah sakitnya melayani pasien BPJS Kesehatan sehingga eksposur pasien yang diterimanya sangat luas.
Skala bisnis yang luas serta jaringannya yang terintegrasi menjadikan perseroan juga mampu meningkatkan efisiensi bisnisnya. Dengan demikian, pembukuan labanya pun menjadi lebih optimal. Ditambah dengan margin pasien Covid-19 yang cenderung lebih tebal, keuntungan HEAL menjadi kian berlipat.
Pertumbuhan Keuangan Pesat
Selama masa pandemi, HEAL terus menambah tempat tidur khusus untuk pasien Covid-19. Hal ini menjadikan perseroan berkesempatan untuk melayani lebih banyak pasien khusus Covid-19 ini. Seiring dengan itu, pendapatan dan labanya pun menebal.
Per Juni 2021, jumlah tempat tidur khusus pasien Covid-19 mencapai 1.500 bed. Namun, adanya peningkatan pasien Covid-19 pada Juli 2021 mendorong perseroan untuk menambah 800 bed lagi sehingga totalnya mencapai 2.300. Ini baru akan terefleksikan pada kinerja keuangan kuartal III/2021.
Berdasarkan laporan keuangannya untuk periode paruh pertama tahun ini, Hermina membukukan pendapatan senilai Rp3,1 triliun, melonjak 78,9% year-on-year (YoY). Sementara itu, laba bersihnya meroket tajam ke angka 424% YoY atau setara dengan Rp545 miliar.
Artinya, margin laba bersih atau net profit margin (NPM) Hermina pada paruh pertama tahun ini melonjak menjadi 17,6%, padahal pada periode yang sama tahun lalu hanya 6%.
Adapun, NPM HEAL selama beberapa tahun terakhir stabil di bawah level 10%, tetapi pada akhir 2020 lalu sudah mencapai 10,7% dan kini sudah mencapai 17,6%. Hal ini mengkonfirmasi tebalnya margin keuntungan dari pasien Covid-19.
Sebagai pembanding, rata-rata hari perawatan pasien Covid-19 mencapai 7 hari, sedangkan pasien noncovid hanya 3 hari. Pendapatan per hari untuk pasien Covid-19 pun mencapai 2 hingga 3 kali lebih tinggi ketimbang pasien noncovid.
Kinerja keuangan Hermina juga jauh lebih kuat ketimbang pesaingnya. SILO sebagai emiten dengan jumlah rumah sakit kedua terbesar, memang berhasil mencatatkan pendapatan lebih tinggi pada paruh pertama tahun ini, yakni Rp3,8 triliun.
Namun, tingkat pertumbuhannya lebih rendah, yakni 51,7% YoY dari Rp2,5 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, labanya hanya Rp292 miliar, justru lebih kecil ketimbang Hermina. Artinya, NPM-nya hanya 7,7%, jauh lebih tipis ketimbang Hermina.
Pada periode yang sama tahun lalu, SILO bahkan mencetak rugi Rp130 miliar, meskipun pada akhir tahun 2020 berhasil tetap untung Rp116 miliar. Adapun, pada 2019 SILO juga masih rugi besar senilai Rp339 miliar. HEAL justru konsisten tetap mencetak pertumbuhan laba dalam beberapa tahun terakhir
Pesaing lainnya yakni PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. (MIKA) juga tidak tumbuh sepesat HEAL. Pada paruh pertama tahun ini, pendapatannya tumbuh 65,8% YoY menjadi Rp2,4 triliun, sedangkan laba bersihnya melonjak 113,3% YoY menjadi Rp616 miliar.
Meskipun demikian, harus diakui bahwa margin atau NPM MIKA memang lebih tebal ketimbang HEAL, yakni konsisten di atas 20% dalam beberapa tahun terakhir. Pada paruh pertama tahun ini, NPM MIKA mencapai 25,8%, sedangkan pada akhir 2020 sebesar 27,2%.
Jika dibandingkan dengan SILO dan MIKA, tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan Hermina mencapai dua kali lipat dari keduanya. SILO beberapa kali rugi, sedangkan MIKA sempat mencetak penurunan laba pada 2018, sedangkan HEAL konsisten tumbuh positif.
Hal ini menjadikan Hermina sebagai emiten rumah sakit dengan kinerja paling stabil sekaligus paling menjanjikan. Tidak mengherankan jika akhirnya sahamnya hampir selalu menjadi top pick atau pilihan utama kalangan analis saham di antara emiten rumah sakit lainnya.
Strategi Lanjutan HEAL
Sama seperti emiten rumah sakit lainnya, atau emiten sektor mana pun yang diuntungkan oleh kondisi pandemi, ancaman bagi kinerja keuangan HEAL pascapandemi adalah kemungkinan penurunan kinerja. Lonjakan pendapatan dan laba yang tinggi tahun ini terjadi karena kondisi luar biasa akibat pandemi.
Artinya, kondisi ini tidak akan berkesinambungan. Oleh karena itu, menarik untuk mencermati prospek kinerja HEAL setelah pandemi berakhir.
Dari sisi fundamental dan struktur bisnisnya, HEAL relatif sangat kuat. Sepanjang 2020 lalu, total kunjungan rawat jalannya mencapai 4,4 juta, sedangkan pendaftaran pasien rawat inap sekitar 321.000-an. Tiap tahun, perseroan melayani kelahiran sekitar 59.000-an bayi.
Perseroan memiliki lebih dari 3.900 dokter dan spesialis, yang mana dokter top spesialis turut memiliki saham perseroan. Perseroan melayani masyarakat kelas menengah yang pertumbuhannya kini sedang sangat pesat dan telah hadir di 26 kota dan 16 provinsi.
Sebagai spesialis ibu dan anak, RS Hermina memposisikan dirinya sebagai titik masuk bagi penduduk Indonesia berusia produktif. Sementara itu, kerja sama total dengan pemerintah melalui program JKN memastikan Hermina akan diakses oleh masyarakat pengguna BPJS Kesehatan yang sangat luas.
Pada paruh pertama tahun ini, perseroan telah mencatatkan pemulihan dari sisi tingkat kunjungan pasien. Jumlah hari rawat inap meningkat 21,7% YoY dari 458.000-an hari menjadi 558.000-an hari. Selain itu, pasien non-JKN sudah berkontribusi pada 50% hari rawat inap, padahal tahun 2020 masih 42%.
Sementara itu, kunjungan pasien rawat jalan tumbuh 1,6% YoY dari 2,3 juta menjadi 2,4 juta. Pasien JKN mencapai 64%, naik dari posisi akhir tahun 2020 yang sebesar 60%.
Menariknya, pendapatan dari pasien noncovid mulai meningkat pada kuartal II/2021 dibanding kondisi sebelum pandemi. Pada periode April-Juni 2021, pendapatan pasien non covid mencapai Rp919,2 miliar, tumbuh 3,7% dibandingkan periode yang sama tahun 2019 sebelum pandemi, yakni Rp886,6 miliar.
Meskipun demikian, kontribusi dari pasien Covid-19 memang masih cukup tinggi dan menjadi pembeda signifikan antara kondisi selama pandemi dan sebelum pandemi. Hanya saja, setidaknya hal ini memberikan sinyal bahwa Hermina berpeluang meningkatkan pendapatannya usai pandemi berakhir.
Berakhirnya Covid-19 tentu akan secara signifikan menghilangkan kontribusi pendapatan yang cukup besar yang selama ini diperoleh dari kelompok pasien Covid-19 ini. Meskipun demikian, berakhirnya Covid-19 juga akan berdampak positif pada pemulihan perekonomian.
Ekonomi yang membaik pun memiliki dampak secara tidak langsung pada kinerja HEAL. Setidaknya, pemulihan daya beli masyarakat juga akan mendorong masyarakat untuk lebih bersedia menggunakan layanan kesehatan.
Pasien noncovid pun akan lebih percaya diri untuk kembali ke rumah sakit sehingga turut meningkatkan lagi tingkat kunjungan rumah sakit. Setidaknya, itu skenario yang bisa diharapkan bakal terjadi usai pandemi berakhir.
Dengan demikian, kondisinya mungkin tidak akan terlalu buruk bagi emiten kesehatan, meskipun cukup sulit untuk membayangkan bahwa tidak akan ada tekanan kinerja dalam jangka pendek usai pandemi ini berakhir.
Di luar itu, HEAL sendiri berupaya menjaga momentum pertumbuhannya dengan terus melakukan ekspansi rumah sakit, baik melalui pendirian baru maupun akuisisi rumah sakit existing milik perusahaan lain.
Tahun ini, perseroan mempersiapkan dana Rp800 miliar hingga Rp900 miliar untuk menambah 4 rumah sakit dan alat kesehatan. Ekspansi ini tentu bakal makin memperkuat posisi Hermina di industri rumah sakit nasional.
Daya Tarik Saham HEAL
Manajemen HEAL juga cukup perhatian terhadap perkembangan sahamnya di pasar. Hal ini terbukti dari berbagai upaya yang dilakukan perseroan untuk meningkatkan likuiditas sahamnya di pasar sehingga meningkatkan daya tarik sahamnya melalui pembagian dividen.
Nilai dividen per saham HEAL terus meningkat dari tahun ke tahun, mulai dari Rp11 per saham pada 2018, lalu menjadi Rp12 per saham pada 2019, dan meningkat dua kali lipat menjadi Rp25 per saham pada 2020.
Tingginya nilai dividen per saham pada 2020 juga tidak terlepas dari faktor berkurangnya saham beredar perseroan akibat aksi buyback yang dilakukan perseroan. Perseroan secara total melakukan pembelian sebesar 42,5 juta saham dengan nilai Rp169 miliar sejak April 2020.
Baru-baru ini, perseroan juga telah menuntaskan stock split atau pemecahan nilai nominal saham perseroan, sehingga kini harga sahamnya menjadi lebih terjangkau. Aksi tersebut telah tuntas bulan lalu dengan rasio 1:5. Nominal saham perseroan yang dulunya Rp100 kini menjadi Rp20.
Sementara itu, harga sahamnya di pasar kini berkisar Rp1.100 – Rp1.250, jauh lebih terjangkau dibandingkan sebelumnya yang mencapai Rp5.000 hingga Rp6.000-an.
Keputusan stock split ini dilakukan perseroan seiring dengan kenaikan fantastis harga saham HEAL selama ini. Sepanjang tahun ini saja, harga sahamnya sudah melesat 63,6% year-to-date (YtD) sehingga menjadikan harganya cukup tinggi secara nilai. Dengan stock split, kini harganya ada di level Rp1.155-Rp1.180.
Meskipun demikian, dari sisi valuasi, harga saham HEAL masih relatif murah. Ini tecermin dari price to earning ratio (PER) HEAL yang masih di kisaran 15,79 kali. Bandingkan misalnya dengan SILO yang sudah di level 25,09 kali atau MIKA yang mencapai 27,41 kali. Padahal, seperti sudah dijelaskan sebelumnya, kinerja HEAL lebih baik ketimbang keduanya.
Dengan kinerja keuangan dan struktur bisnisnya yang kuat, ditambah pula dengan harganya yang lebih terjangkau, menjadikan saham HEAL salah satu saham yang masih layak untuk dikoleksi. Apalagi, bisnis rumah sakit adalah bisnis yang terus dibutuhkan dalam jangka panjang, terlepas dari ada atau tidaknya pandemi.
Date: