Bisnis Otomotif di Persimpangan Jalan
Bulan pertama semester kedua tahun ini menandai masuknya sektor otomotif dalam negeri ke persimpangan jalan.
Di satu sisi, sektor ini diuntungkan berkat langkah pemerintah memperpanjang program insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) nol persen. Adanya insentif ini, pada pengujung kuartal pertama lalu, memantik kenaikan transaksi jual beli otomotif—khususnya mobil—yang sempat lesu sepanjang tahun lalu.
Namun di sisi lain, adanya tren lonjakan kasus Covid-19 dalam negeri yang membuat pemerintah mesti menerapkan PPKM Darurat menjadi pemberat baru. Aturan PPKM Darurat, yang juga mengikat bagi industri otomotif, mengharuskan gerai-gerai penjualan kendaraan bermotor membatasi jam buka mereka.
Selain itu, adanya aturan work from home (WFH) yang otomatis membatasi jumlah pegawai penjualan fisik juga berpotensi menekan realisasi penjualan kendaraan bermotor pada awal semester kedua ini.
“Tentu PPKM Darurat akan ada dampaknya terhadap penjualan dan produksi otomotif serta komponennya,” kata Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto seperti dilansir Antara, Senin (8/7/2021).
Sebagai informasi, agar berada di trek yang tepat Gaikindo memasang proyeksi jumlah mobil sepanjang tahun ini mesti menyentuh angka 750.000 unit.
Bila dihitung, hingga penghujung Mei 2021 penjualan mobil wholesale secara year to date (ytd) menyentuh angka 320.749 unit. Rapor tersebut memang meningkat 29,2 persen dari periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy), ketika jumlah mobil terjual sepanjang Januari-Mei hanya mentok sebanyak 248.309 unit. Namun, kondisi tersebut belum menempatkan sektor otomotif ke jalur yang bagus.
Pasalnya, bila ditarik lagi ke target Gaikindo, artinya pada Juni hingga Desember industri otomotif perlu menjual lagi 429.251 unit mobil tambahan. Artinya, hingga akhir tahun mendatang, industri otomotif mesti bisa mencatatkan rata-rata penjualan mobil 61.322 unit per bulan.
Target tersebut terbilang berat bila disandingkan dengan realisasi terkini secara bulanan. Pada Mei misal, penjualan mobil sepanjang bulan turun 30 persen lebih secara dari realisasi bulan April (month to month/mtm) ke angka 54.815 unit.
Sejauh ini, pelaku industri otomotif menduga adanya pelemahan penjualan Mei banyak dipicu periode ramadan dan lebaran. Banyaknya tanggal merah membuat gerai tak bisa beroperasi secara efektif.
Namun, teridentifikasinya masalah tersebut toh tak memperbaiki apapun. Sebab layaknya bulan Mei, pada Juli kali ini pun industri otomotif mesti berjibaku lagi mencari akal-akalan untuk mendongkrak penjualan di tengah berbagai pembatasan.
Sampai dengan hari ini, kebanyakan pelaku otomotif masih merencanakan senjata yang sama untuk mengarungi PPKM Darurat: yaitu digitalisasi.
PT Astra International Tbk. (ASII) melalui anak-anak usahanya misal, berencana melakukan berbagai ajang pameran mobil virtual. Dari pameran tersebut, konsumen akan mendapat sosialisasi soal karakteristik berbagai produk Astra, serta dapat melakukan pemesanan secara daring.
“Jadi, konsumen bisa mengunjungi showroom Toyota secara virtual dan di sana didukung komunikasi langsung dengan frontline Toyota,” tutur Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmy seperti diwartakan Bisnis.
TAM merupakan anak usaha ASII yang menjual produk-produk keluaran Toyota. Selain TAM, ASII juga bakal menerapkan metode tak beda jauh di anak usaha lain seperti PT Daihatsu Astra Motor, PT Isuzu Astra Motor Indonesia, juga penjualan produk-produk non anak usaha seperti UD Truck dan Peugeot.
Hal serupa bakal ditempuh kompetitor. Saingan terberat Grup Astra dalam hal penjualan mobil, PT Honda Prospect Motor (HPM) misalnya, yang selain memacu penjualan virtual juga akan fokus memperbaiki laman penjualannya agar bisa memberikan pengalaman lebih baik bagi calon pelanggan.
“Saat ini kami meningkatkan promosi online dan fokus untuk menyempurnakan sistem di website Honda Indonesia dan dealer, agar konsumen semakin mudah mencari informasi, melakukan kontak, hingga melakukan pemesanan secara daring,” Direktur Inovasi Bisnis, Marketing dan Penjualan PT Honda Prospect Motor (HPM) Yusak Billy.
Bukan cuma mobil, industri otomotif pada sub-sektor penjualan motor juga bakal dibayangi kekhawatiran efek PPKM Darurat.
Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mengakui bahwa mereka tak berharap banyak. Satu-satunya yang kini dinanti para pelaku penjualan motor adalah bagaimana petunjuk pelaksanaan (juklak) yang akan diterbitkan pemerintah bila ke depan PPKM Darurat diperpanjang lagi.
Pelaku industri penjualan motor mengaku bahwa mereka baru bisa merespons situasi pasar jika juklak dari pemerintah sudah ada.
“Perkara nanti dampak dari PPKM darurat ini, kami lihat lagi apakah ini diberlanjutkan lagi setelah dua minggu. Kami hanya berharap dampaknya akan positif buat masyarakat [menekan laju kasus Covid-19],” tutur Ketua Bidang Niaga Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), dilansir dari Kompas belum lama ini.
Sebagai informasi, AISI sebelumnya memperkirakan penjualan sepeda motor domestik 2021 bisa mencapai 4,3 juta hingga 4,6 juta unit.
Sepanjang Januari hingga Mei 2021, realisasi penjualan memang tumbuh 17,8 persen secara yoy menuju angka 2.021.532 unit. Namun, untuk mencapai target yang dipatok pada Juni hingga Desember penjualan mesti ditambah lagi 2,27 juta hingga 2,57 juta atau sekitar 325.500 hingga 368.350 unit per bulan.
Pada puncaknya, badai yang berpotensi dihadapi pelaku penjualan mobil dan motor juga bisa menggulung perusahaan-perusahaan leasing.
Sebab bukan hanya bisa menekan penjualan, PPKM Darurat yang berpotensi menekan perekonomian juga bisa memicu kenaikan kredit bermasalah. Belum lagi jika kita bicara soal masih rasanya tren penurunan permintaan pembiayaan.
Di hilir paling ujung, perusahaan-perusahaan leasing belum mengalami pemulihan sepesat perusahaan-perusahaan penjual kendaraan bermotor.
Berdasarkan penelusuran kami, hampir semua perusahaan pembiayaan di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menggeluti segmen leasing seperti PT Buana Finance Tbk. (BBLD), PT Clipan Finance Indonesia Tbk. (CFIN), PT Mandala Multifinance Tbk. (MFIN), PT Verena Multi Finance Tbk. (VRNA), hingga PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk. (WOMF) masih kompak mengalami penurunan kinerja signifikan hingga akhir kuartal I/2021.
Situasi tak beda jauh dialami dua pemain segmen leasing terbesar saat ini, PT Adira Dinamika Multifinance Tbk. (ADMF) dan PT BFI Finance Indonesia Tbk. (BFIN).
Aroma pemulihan bukannya tidak ada sama sekali. Mengacu paparan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), kebijakan-kebijakan pemerintah terkait restrukturisasi membuat risiko penurunan kualitas kredit relatif bisa ditekan perusahaan-perusahaan multifinance sejak awal tahun.
Dari nasabah perusahaan multifinance Indonesia yang mengajukan restrukturisasi sejak pandemi datang, APPI juga mencatat bahwa sekitar 70 persen diantaranya telah mulai mengangsur lagi.
“Sampai hari ini kami yakin [kondisi] tidak sama seperti 2020,” tutur Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno dalam salah satu diskusi webinar Selasa (6/7) lalu.
Namun, mesti dipahami bahwa lagi-lagi sikap optimistis tersebut didasarkan pada asumsi PPKM Darurat hanya akan berlangsung selama dua pekan. Bila pada akhirnya tren penambahan kasus Covid-19 gagal melandai, industri otomotif termasuk leasing mesti siap menghadapi kemungkinan yang lebih buruk.
Date: