Unilever Indonesia (UNVR), Emiten Defensif yang Inovatif
[Waktu baca: 6 menit]
PT Unilever Indonesia Tbk. merupakan salah satu saham defensif di Bursa Efek Indonesia. Artinya, harga saham emiten berkode UNVR ini relatif tidak terlalu banyak bergejolak, baik di saat ekonomi sedang terpuruk, maupun di saat ekonomi tengah bergairah.
Tahun ini, di tengah tekanan pandemi, saham UNVR memang tidak luput dari koreksi. Namun, dibandingkan dengan penurunan harga yang terjadi pada banyak emiten lainnya, kinerja UNVR jauh lebih baik.
Kinerja pasar yang tercermin dari IHSG menunjukkan tingkat penurunan harga yang tajam tahun ini. IHSG sepanjang tahun berjalan sudah turun 18,1% dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2019 (year to date/ytd) ke level 5.159,45 per Selasa, 3 Oktober 2020.
Sementara itu, harga saham UNVR pada saat yang sama hanya turun 6,85% ytd ke level Rp7.825 per saham. Sepanjang 6 bulan terakhir, saham UNVR juga sudah mulai rebound, sama seperti kebanyakan emiten lainnya. Harga saham UNVR naik 17,67% dalam 6 bulan terakhir.
Sebagai salah satu emiten di sektor barang konsumsi, UNVR memang banyak dipilih oleh investor konservatif atau risk averse yang cenderung menghindari risiko.
Saham-saham sektor konsumsi seperti UNVR bisa diandalkan, sebab konsumsi masyarakat dari tahun ke tahun cenderung terus meningkat, seiring pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Bersama dengan itu, tentu peluang kenaikan kinerja bisnis sektor konsumsi pun ikut terkerek.
Bahkan di saat ekonomi tengah tertekan, permintaan konsumsi masyarakat terhadap barang-barang kebutuhan sehari-hari relatif tetap terjaga. Pandemi, misalnya, tidak lantas menyebabkan masyarakat mengurangi mandi demi menghemat sabun, shampo, atau pasta gigi.
Namun, tentu saja ada jenis barang konsumsi lain yang dihemat, terutama yang kebutuhannya tidak begitu mendesak. Es krim, misalnya, cenderung turun konsumsinya sebab aktivitas luar ruangan masyarakat makin terbatas.
Artinya, bisnis perusahaan barang konsumsi, terutama yang memproduksi kebutuhan sehari-hari, tentu tidak luput dari tantangan resesi ekonomi. Namun, tekanan bisnisnya pun tidak akan terlalu buruk. Hal tersebut pun turut dialami oleh UNVR.
Berikut ini kinerja UNVR per September 2020 (dalam Rp triliun):
Dari data tersebut, terlihat bahwa penjualan bersih UNVR bahkan masih bisa bertumbuh di saat pandemi, meskipun sangat tipis. Di sisi lain, beban pokoknya justru bisa ditekan, sehingga laba brutonya masih bisa tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan bersih.
Hanya saja, UNVR melaporkan adanya peningkatan pada beban pemasaran dan penjualan, serta beban umum dan administrasi. Hal inilah yang menyebabkan laba usaha hingga laba bersihnya mengalami penurunan.
Meskipun demikian, koreksi laba bersihnya hanya 1,29%, relatif rendah untuk kondisi ekonomi yang sedang resesi. Tentu ada alasan di balik pencapaian tersebut.
Dalam paparan publiknya yang disampaikan pada Selasa, 3 Oktober 2020, manajemen UNVR mengungkapkan sejumlah langkah strategis dalam menghadapi dinamika bisnis yang diwarnai pandemi dan tantangan resesi tahun ini.
Strategi tersebut memungkinkan perusahaan untuk dapat mempertahankan kinerja yang stabil tahun ini. Berikut ini beberapa strategi yang diungkapkan perusahaan:
Melanjutkan Inovasi
Pandemi tidak menghalangi UNVR untuk melanjutkan agenda inovasi produknya dari tahun ke tahun. Tahun ini pun, perseroan juga tetap melakukan akuisisi terhadap merek baru sebagai salah satu upaya untuk diversifikasi portofolio produk.
Total inovasi yang telah dilakukan UNVR tahun ini sudah mencapai 65 jenis, tersebar di berbagai lini, antara lain inovasi pada merek baru dan produk baru, serta inovasi pada mereka lama dengan kemasan baru.
Langkah inovasi yang dilakukan perusahaan disesuaikan dengan kondisi ekonomi saat ini dan perubahan karakter konsumsi masyarakat yang kini lebih banyak di rumah.
Sebagai contoh, perusahaan mengembangkan produk baru di lini bisnis produk kesehatan dan kebersihan, seperti hand sanitizer dan Rinso Laundry Desinfektan, serta adaptasi produk lama seperti es krim untuk kemasan rumahan, seperti Cornetto mini pack. Perusahaan memastikan inovasi yang dilakukan tepat sasaran dan sesuai kebutuhan aktual masyarakat.
Belanja modal atau capital expenditure (capex) perusahaan difokuskan pada produk-produk yang tahun ini mencetak pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan produk lainnya. Hanya saja, alokasi capex tahun ini hanya 1% dari total penjualan, sedangkan tahun-tahun sebelumnya berkisar antara 2%-2,5%.
Penguatan Layanan Digital
Terbatasnya aktivitas luar rumah dan saluran pemasaran produk Unilever seiring PSBB mendorong perusahaan untuk memperkuat saluran distribusinya melalui layanan digital. Hanya saja, upaya ini masih relatif baru dan belum sampai berkontribusi besar terhadap kinerja penjualan perusahaan.
Meskipun demikian, langkah go digital perusahaan saat ini diyakini bakal mampu berkontribusi terhadap penjualan antara 25% hingga 30% dalam beberapa tahun ke depan.
Sejauh ini, ada tiga konsep penjualan digital yang dikembangkan Unilever, yakni digital business-to-consumer (B2C), e-commerce, dan digital business-to-business (B2B).
Layanan digital B2C konsepnya yakni kontak langsung dari agen penjual ke konsumen, sedangkan e-commerce dilakukan melalui kerja sama dengan aplikasi e-commerce.
Sejauh ini, kontribusi e-commerce baru sekitar 2% - 3%, tetapi pertumbuhannya sangat tinggi dari waktu ke waktu. Unilever berencana untuk memfokuskan bisnis pada layanan e-commerce ini di masa mendatang.
Sementara itu, pada model bisnis digital B2B, Unilever mengembangkan layanan pemasaran melalui aplikasi Sahabat Warung. Selain itu, perusahaan juga telah bermitra dengan pengelola aplikasi super yakni Gojek melalui layanan GoToko.
GoToko sendiri merupakan platform digital B2B yang menghubungkan pelaku UMKM dengan perusahaan barang konsumsi terkemuka. Kerja sama ini memungkinkan Unilever untuk mengoptimalkan program mereka, termasuk mengefektifkan kampanye pemasaran dan promosi dengan menjangkau audiens yang tepat.
Penyesuaian Harga Jual dan Efisiensi
Peningkatan pendapatan penjualan UNVR tahun ini sedikit ditopang pula oleh kenaikan harga jual. Namun, rata-rata kenaikan harga tahun ini hanya 2%. Hal ini telah dilakukan sejak awal tahun ini, menimbang kemungkinan inflasi harga kebutuhan material produksi.
Memasuki periode pandemi, perseroan melihat level harga tersebut masih bisa diterima oleh konsumen. Perseroan tidak melakukan penaikan lebih lanjut, tetapi mengupayakan efisiensi dari sisi biaya promosi, bahan baku, operasional pabrik, dan logistik. Hal tersebut memungkinkan beban pokok pendapatan UNVR turun.
Selama periode pandemi, tren yang diamati perusahaan yakni adanya kecenderungan konsumen untuk beralih kepada produk dengan kemasan yang lebih kecil dan harga lebih murah atau down trading. Oleh karena itu, UNVR pun beradaptasi dengan lebih banyak meluncurkan produk yang lebih kecil dan murah.
Lagi pula, sebenarnya UNVR sudah memiliki beragam produk yang menjangkau aneka kelas pasar, mulai dari kelas bawah dengan harga murah, hingga segmen atas dengan kualitas premium dan harga lebih tinggi. Hal ini memungkinkan UNVR sejak dini bisa menghadapi tren down trading tersebut.
Lantas, apakah saham UNVR masih prospektif?
Unilever Indonesia sudah beroperasi selama 86 tahun dan memiliki lebih dari 5.000 karyawan. Perusahaan ini mengelola sekitar 43 brand dengan sekitar 1.000 jenis item melalui sembilan pabrik dan 800-an distributor.
Artinya, perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan besar dengan struktur bisnis yang relatif kuat. Kemampuannya untuk tetap menghasilkan pertumbuhan pendapatan, berinovasi, dan mengefisienkan beban pokok menjadi bukti kemampuannya dalam menghadapi periode krisis.
Di pasar modal, kinerja saham UNVR memang tidak selalu meningkat, tetapi kerap mengalami penurunan juga. Meskipun demikian, secara umum saham UNVR merupakan salah satu saham dengan kinerja yang stabil. Selain itu, UNVR juga cukup rutin membagikan dividen kepada pemegang sahamnya.
Bahkan, tahun ini perseroan membagikan 100% dari labanya sepanjang tahun 2019 sebagai dividen kepada pemegang saham. Totalnya mencapai Rp7,4 triliun. Hal ini menjadi salah satu daya tarik yang menjadikan saham UNVR diminati oleh investor jangka panjang, sebab dapat menikmati dividen tiap tahun.
Tahun 2019 lalu, kinerja UNVR tidak begitu menggembirakan. Labanya memang turun 18,69% yoy menjadi Rp7,4 triliun. Namun, manajemen menjelaskan bahwa penurunan tersebut karena pada 2018 perusahaan mendapatkan keuntungan dari transaksi penjualan aset kategori spreads.
Jika tidak memperhitungkan keuntungan penjualan aset tersebut, laba UNVR tahun lalu masih tumbuh 9,3% yoy.
Selain itu, dalam paparan publiknya, manajemen UNVR juga mengungkapkan bahwa selama periode 2010-2019, rata-rata peningkatan pendapatan penjualan perseroan dan laba bersihnya tumbuh masing-masing 9,5% per tahun.
Ini jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dan menjadi bukti kinerja bisnisnya yang stabil. Kinerja solid inilah yang menjadi daya tarik utama saham UNVR selama ini.
Bagaimana dengan kamu, masih tertarik membeli saham UNVR?
Date: