Sinyal Buruk Aksi Divestasi Pengendali CASH

Date:

PT Cashlez Worldwide Indonesia Tbk. merupakan salah satu emiten penghuni indeks IDX Sector Technology. Sepanjang tahun ini, indeks ini menjadi indeks dengan kinerja terpanas di antara indeks-indeks sektoral yang ada di Bursa Efek Indonesia.

Namun, berbeda dibandingkan dengan saham-saham lain penghuni indeks ini, emiten berkode saham CASH itu justru bergerak di zona merah. Sejauh ini, ada 23 saham penghuni indeks tersebut dan hanya empat saham yang memerah. CASH adalah yang terburuk di antara keempatnya.

Kabar baiknya, sepanjang bulan Oktober 2021, saham CASH justru cenderung kembali menguat. Pada sesi pertama perdagangan hari ini, Jumat (29 Oktober 2021) saham CASH tercatat sudah di level Rp246, naik 7,89%. Level tersebut sudah 70,83% lebih tinggi dibandingkan level harga sebulan yang lalu.

Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan level harganya pada akhir tahun 2020 lalu, saham CASH masih tercatat turun 47,44% year-to-date (YtD). Oleh karena itu, menarik untuk mencermati dinamika saham CASH ini, terutama terkait faktor pendorongnya serta prospek masa depannya.

Adapun, CASH merupakan perusahaan yang baru seumur jagung. Emiten ini berdiri sejak 2015 sebagai perusahaan penyedia solusi teknologi finansial pembayaran untuk merchant. Emiten ini membantu pemilik usaha untuk mengatur dan menumbuhkan bisnisnya.

Pada Mei 2019, Cashlez mendapatkan izin resmi sebagai payment gateway dari Bank Indonesia dan listing di Bursa Efek Indonesia pada 4 Mei 2020. Emiten startup ini merupakan salah satu alumni dari IDX Incubator. Seperti namanya, emiten ini menyediakan solusi pembayaran cashless atau nontunai.

Pada awal tahun ini, sekitar 9.000 pelaku usaha di seluruh Indonesia menggunakan jasanya. Perseroan menargetkan bisa menambah 5.000 merchant baru tahun ini. Perseroan mengincar segmen baru yakni pelaku bisnis kawasan wisata, makanan-minuman, jasa kesehatan, dan pasar tradisional.

Cashlez menciptakan sistem mobile point of sale (mPOS) yang dilengkapi dengan penerimaan pembayaran menggunakan kartu, baik kartu kredit atau kartu debit berbasis aplikasi pada smartphone (Android dan iOS), yang dihubungkan dengan card reader melalui bluetooth.

Selain menerima kartu, merchant dapat menerima metode pembayaran digital lainnya seperti pembayaran QRIS, Cashlez-Link untuk pembayaran e-commerce, dan pembayaran akun virtual.

Cashlez mengembangkan fitur POS & back-office reporting kepada merchant untuk mempermudah merchant dalam mengatur dan meningkatkan bisnisnya. Dalam hal ini, sistem dapat memonitor semua transaksi penjualan merchant secara real time.

 

Kinerja CASH

Cashlez sejatinya melaporkan pertumbuhan kinerja yang cukup baik selama ini, meskipun perseroan memang masih rugi. Pendapatannya meningkat dari tahun ke tahun, apalagi di tengah pandemi. Kebutuhan terhadap transaksi cashless makin meningkat, sehingga jasa perseroan pun makin dicari. 

Berikut ini perkembangan kinerja keuangannya beberapa tahun terakhir ini:

CASH jelas bukanlah emiten besar. Namun, pertumbuhan kinerjanya cukup menjanjikan. Dari data tersebut, terlihat bahwa peningkatan kinerja perseroan cukup signifikan dari tahun ke tahun.

Sekadar catatan, laporan posisi keuangan perseroan untuk periode 2018 dan 2019 tersebut memang bukanlah merupakan laporan konsolidasi sebab belum menyertakan entitas anak. Meskipun demikian, hal itu tidak menutup fakta bahwa pertumbuhan bisnisnya memang cukup tinggi.

Pada paruh pertama tahun ini, pendapatan CASH meroket 299% YoY, sedangkan laba brutonya 107% YoY. Namun, dengan pertumbuhan setinggi itu, perseroan belum mampu lepas dari jerat kerugian. Jika ditilik pada laporan keuangannya, perseroan tertekan oleh beban umum dan administrasi yang besar.

Pos tersebut menyumbang beban senilai Rp22,8 miliar, melonjak 62% Yoy dari Rp14,1 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Ditambah lagi dengan aneka beban lainnya menyebabkan rugi bersih perseroan justru meningkat 26% YoY.

Adapun, pertumbuhan bisnis CASH yang pesat ditopang oleh beberapa strategi perusahaan mulai dari kolaborasi, transformasi, dan inovasi teknologi hingga optimalisasi produk serta layanan. Tertekannya bisnis UMKM selama pandemi juga menjadi momentum bagi CASH untuk mempromosikan pemanfaatan teknologi digital mereka.

CASH bekerja sama dengan beberapa penyedia pendanaan atau pemberi pinjaman, seperti Bank Commonwealth, Duha Syariah, dan KoinWorks untuk membantu pelaku bisnis mendapatkan pendanaan. Sementara itu, bagi konsumen, CASH telah dapat memproses sistem paylater.

Untuk menghadirkan layanan paylater ini, CASH bekerja sama dengan lembaga keuangan penyedia paylater non-bank, seperti VosPay, Kredivo, Atome, dan terbaru Indodana. Dengan layanan dua arah itu, CASH menargetkan dapat melayani 10 triliun transaksi tahun ini.

Menurut McKinsey & Co., bagi pedagang, layanan beli sekarang bayar nanti atau paylater ini telah meningkatkan penjualan rata-rata sebesar 45%. Oleh karena itu, CASH memandang perluas layanan paylater menjadi strategi yang tepat untuk meningkatkan pendapatan di tengah pandemi.

Dengan strategi ini, tampaknya bisnis CASH memang cukup menjanjikan di masa mendatang. Namun, mengapa sahamnya justru melemah tahun ini?

 

Dilepas Investor Utama

Saham CASH sempat melonjak cukup tinggi ketika pertama kali listing di BEI pada pertengahan tahun lalu. CASH IPO dengan level harga Rp350 per saham. Dalam waktu singkat, sahamnya naik ke level Rp635 pada 24 Agustus 2020. Namun, sayangnya sejak itu saham CASH terus terpuruk.

Kini, dengan level harganya yang sudah di kisaran Rp246, saham CASH sudah lebih rendah dibandingkan dengan harga IPO-nya.

Menunjuk faktor kerugian sebagai penyebab turunnya harga saham CASH tampaknya tidak sepenuhnya tepat, sebab sudah banyak emiten lain yang juga rugi tetapi sahamnya tetap naik. Lagi pula, dari sisi bisnis, model bisnis CASH sebenarnya cukup menjanjikan dan sejalan dengan tren digitalisasi ekonomi Indonesia.

Faktor utamanya tampaknya adalah aksi jual saham CASH yang dilakukan oleh para pemegang saham terbesarnya, Tee Teddy Setiawan yang adalah pemegang saham pengendalinya, Steven Samudera, serta Sumitomo Corporation.

Tee Teddy Setiawan adalah founder dan mantan Presiden Direktur CASH. Belakangan, ia direkrut oleh Hary Tanoe untuk menjadi Chief Operating Officer Motion Digital Banking PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP).

Pada akhir 2020 lalu, kepemilikan Teddy di CASH masih mencapai 24,33% atau 348.124.440 saham. Namun, jika merujuk pada data insider trading di Stockbit, pada 27 Oktober 2021 lalu, kepemilikannya tinggal 15,95%. Teddy tercatat kembali menjual saham CASH sebanyak 12,8 juta di hari itu.

Sementara itu, kepemilikan Sumitomo Corporation pada akhir 2020 lalu mencapai 8,23%. Namun, perusahaan ini juga banyak melepas saham CASH sejak September 2021.

Terakhir, pada 17 dan 18 Oktober 2021, Sumitomo kembali menjual masing-masing 1,6 juta dan 3,2 juta saham CASH. Kepemilikannya kini tinggal 5,22%.

Selanjutnya ada Steven Samudera. Akhir-akhir ini, dirinya cukup rutin untuk kembali membeli saham CASH. Terbaru, dia membeli saham CASH pada 26 Oktober 2021 sebanyak 14.800 unit. Pembelian lainnya yakni pada 22 Oktober 2021 sebanyak 125.200 unit.

Namun, kepemilikannya atas CASH kini tinggal 12,08%, padahal pada akhir 2020 lalu mencapai 16,03%. Artinya, sepanjang tahun ini dirinya pun sudah banyak melepas saham CASH ke pasar.

Meskipun demikian, tidak semua pemegang saham besar CASH melepas sahamnya. Beberapa investor individu lain pada CASH selain Steven Samudera terlihat aktif membeli saham CASH sepanjang bulan Oktober 2021 ini. Mereka antara lain yakni Andri Wijono Sutiono dan Hasim Sutiono.

Aksi beli ini tampaknya menjadi penyebab naiknya saham CASH sepanjang Oktober 2021 ini.

Transaksi terakhir Andri Wijono Sutiono yang terekam Stockbit yakni pada 27 Oktober 2021, berupa pembelian atas 10,6 juta saham CASH atau 0,74%. Aksi beli tersebut menyebabkan kepemilikannya meningkat menjadi 9,58%. Adapun, pada akhir 2020 lalu, kepemilikannya hanya 5,94%.

Sementara itu, Hasim Sutiono terakhir membeli saham CASH pada 22 Oktober 2021 sebanyak 4,49 juta atau 0,31%. Kepemilikannya pun kini sudah mencapai 12,3%, naik dari posisi akhir tahun lalu yang sebesar 11,18%.

Adapun, dalam keterangan yang disampaikan di laman Bursa Efek Indonesia pada 14 Oktober 2021 lalu, Sumitomo mengaku menjual saham CASH dengan tujuan untuk merealisasikan keuntungan modal. Harga jual saham CASH mereka adalah di rentang Rp139 hingga Rp160 per saham.

Sementara itu, dalam keterbukaan informasi pada 23 September 2021, Tee Teddy Setiawan melaporkan menjual 11,11 juta saham CASH di rentang harga antara Rp160 hingga Rp200.

Dengan kata lain, harga jual saham CASH oleh Teddy dan Sumitomo berada di bawah harga IPO. Namun, jika memang mereka telah menggenggam saham CASH sebelum IPO dengan nilai yang lebih rendah, aksi exit ini boleh jadi memang menguntungkan.

Hal yang jelas, keluarnya investor utama, apalagi investor pengendali dari suatu emiten memberikan sinyal yang buruk kepada pasar. Hal itu berarti pemegang saham utama tidak lagi percaya terhadap prospek bisnis dari emiten yang diinvestasikannya.

Oleh karena itu, meskipun sepak terjang CASH akhir-akhir ini cukup mengesankan, sulit untuk meyakini bahwa pemegang saham utamanya memiliki komitmen untuk mendukung pengembangan bisnisnya di masa mendatang.

Alhasil, investor publik pun ikut-ikutan meninggalkan CASH dan menyebabkan harganya rontok. Hal ini sangat disayangkan mengingat banyak emiten teknologi lain yang justru menikmati kenaikan harga berlipat tahun ini akibat sentimen ekonomi digital.