Serba-Serbi Lolosnya Indonesia dari Resesi Ekonomi

Date:

Kabar baik bagi perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II 2021 ini dilaporkan tembus 7,07 persen (yoy). Kinerja positif ini dicapai setelah selama empat kuartal berurutan, sejak Q2 2020, Indonesia mencatatkan pertumbuhan negatif, alias kontraksi. 

Sejak rilis kinerja ekonomi pada Q3 2020 lalu, Indonesia pun resmi terjerembab dalam lembah resesi ekonomi. Sebagai informasi, resesi ekonomi adalah pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut. Kondisi ini menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi di sebuah negara. Tapi resesi otomatis terhenti saat kinerja ekonomi kembali tumbuh positif, seperti saat ini. 

Pemulihan ekonomi nasional ini ternyata sejalan dengan kinerja perekonomian global yang juga menunjukkan peningkatan. Indeks PMI (purchasing manager's index) global pada Q3 2021 tercatat 56,6, naik dari 54,8 pada Maret 2021. Selain itu, harga komoditas makanan seperti minyak kelapa sawit serta Komoditas tambang seperti tembaga dan timah mengalami kenaikan sepanjang 2021 ini. 

Seperti apa Serba-Serbi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang perlu kamu tahu? Big Alpha merangkumnya untuk kamu. 

 

1. Keluar dari resesi

Seperti yang disampaikan sekilas di atas, pertumbuhan ekonomi Q2 2021 sebesar 7,07 persen membuat Indonesia resmi keluar dari resesi. Sejak Q2 2020, setahun lalu, Indonesia masuk ke dalam zona resesi. Pertumbuhan ekonomi nasional selama empat kuartal sebelumnya, berurutan, antara lain -5,32% pada Q2 2020, -3,49% pada Q3 2020, -2,19% pada Q4 2020, dan -0,74% pada Q1 2021. 

2. Negara lain juga alami pertumbuhan positif

Pemulihan ekonomi tidak hanya dialami Indonesia. Sejalan dengan perbaikan kinerja ekonomi global, negara-negara lain di dunia pun turut mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif. Sejumlah negara mitra dagang yang ikut mengalami perbaikan ekonomi pada Q2 2021 ini antara lain China yang tumbuh 7,9%, Amerika Serikat tumbuh 12,2%, Singapura tumbuh 14,3%, Korea Selatan tumbuh 5,9%, Vietnam tumbuh 6,6%, Hong Kong 7,5%, dan Uni Eropa 13,2%. 

3. Mobilitas masyarakat mulai tumbuh

Anjloknya pertumbuhan ekonomi, baik Indonesia atau global, pada 2020 lalu paling besar dikontribusikan oleh adanya pembatasan aktivitas masyarakat. Pandemi Covid-19 membuat pemerintah di berbagai negara melakukan berbagai kebijakan untuk membatasi mobilitas warga. Seperti di Indonesia, dengan berbagai julukan dan jilid pembatasan, mulai dari PSBB hingga yang terbaru adalah PPKM darurat dan PPKM dengan berbagai level 'kepedasan'. Dibanding tahun 2020 lalu, mobilitas masyarakat sepanjang tahun 2021 ini sudah mulai meningkat. Hal ini pulalah yang ikut berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi Indonesia, bahkan global. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, aktivitas masyarakat terkait belanja dan farmasi tumbuh positif, yakni 21,8% pada Q2 2021. Angka ini jauh lebih baik ketimbang capaian pada Q2 2020 lalu yang tumbuh minus 14,38%. 

Pergerakan masyarakat dengan moda transportasi juga mulai ada perbaikan, meski masih terkontraksi 19,14% pada Q2 2021 ini. Pada periode yang sama tahun 2020 lalu, mobilitas warga dengan moda transportasi terkontraksi tajam sampai 53,13%. 

BPS juga mulai mencatat adanya tren pertumbuhan jumlah penumpang pesawat terbang dan tingkat hunian hotel sepanjang 2021 ini. Tingkat hunian hotel di Bali misalnya, tercatat tembus 16,68% pada Juni 2021 ini. Coba bandingkan dengan capaian periode yang sama pada 2020 lalu, saat Bali hanya mencatatkan tingkat hunian hotel sebesar 2,07%. 

Dalam kurun waktu satu tahun, Bali mencatatkan peningkatan tingkat hunian hotel sampai 14,61 persen. Angka ini memang belum signifikan, tapi menjadi nafas segar bagi industri pariwisata Bali dan daerah lain yang menggantungkan ekonominya dari sektor pariwisata. 

4. Low base effect pada Pertumbuhan Ekonomi 

Sebenarnya tidak mengherankan pertumbuhan ekonomi Q2 2021 bisa cukup 'melejit'. Salah satu penyebabnya adalah adanya 'Low base effect' alias basis perhitungan yang rendah pada Q2 tahun 2020 lalu. Kinerja ekonomi pada Q2 2020 yang babak belur dihantam periode awal pandemi Covid-19 saat itu, dijadikan basis perbandingan pertumbuhan ekonomi Q2 2021 saat ini. 

Kalau diingat-ingat, Q2 2020 tahun lalu memang lagi parah-parahnya kondisi perekonomian nasional. Pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk membatasi mobilitas warga. Di awal pandemi, nyaris seluruh sektor ekonomi terhenti. Hal ini membuat ekonomi terkontraksi sangat dalam, tembus -5,32%. 

Nah, kondisi saat ini tentu sudah jauh lebih baik. Kendati pandemi belum usai, pemerintah mulai membuat berbagai pelanggaran terkait aktivitas masyarakat. Geliat perekonomian pun mulai tumbuh, meski belum pulih sepenuhnya. Hal ini membuat angka pertumbuhan pun melejit cukup tinggi.