Pertumbuhan Ekonomi Minus, Apa Maknanya Bagi Pekerja?

Date:

[Waktu baca: 5 menit]

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia minus 5,32% pada kuartal II/2020 dibandingkan dengan kuartal II/2019.

Penurunan PDB ini merupakan penurunan terdalam sejak 1999. Penurunan ini melanjutkan pelemahan yang telah dimulai pada kuartal I/2020 dimana PDB Indonesia hanya tumbuh 2,97%.

Penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia minus ini tidak lain adalah pandemi virus corona. Pandemi yang menewaskan lebih dari 700.000 orang di seluruh dunia itu berdampak besar terhadap perekonomian dunia, termasuk Indonesia.

Pandemi memaksa masyarakat mengurangi aktivitasnya di luar rumah sebagai bagian dari upaya penyebaran virus corona tersebut. Pemerintah di sejumlah negara mengeluarkan kebijakan pembatasan aktivitas, lockdown hingga pembatasan sosial berskala besar.

Situasi itu berdampak besar terhadap permintaan dan penawaran barang serta jasa di seluruh dunia karena masyarakat mengurangi konsumsinya. PDB Indonesia ditopang sebagian besar oleh konsumsi rumah tangga dengan kontribusi lebih dari 50%, selain dari belanja pemerintah, investasi dan ekspor-impor.

Pertumbuhan PDB Indonesia yang minus tersebut menunjukkan kondisi ekonomi yang tidak sedang dalam performa terbaiknya. Bagi angkatan kerja, kondisi ini berdampak terhadap sejumlah hal di antaranya:

1. Kesempatan Kerja

Kondisi perekonomian yang buruk mengurangi kesempatan kerja atau lapangan kerja. Seperti diketahui, pendapatan perusahaan atau organisasi usaha cenderung berkurang atau bahkan menghilang pada saat ekonomi sedang terkontraksi. 

Dalam kondisi yang sulit, perusahaan tidak melakukan perluasan usaha atau ekspansi yang berarti tidak merekrut pekerja baru. Pada saat yang bersamaan, kemampuan perusahaan untuk membayar gaji pekerja juga bisa berkurang karena pendapatan usaha berkurang.

Pada semester I/2020, BPS menyatakan bahwa iklan lowongan pekerjaan menyusut hingga 50% dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Kondisi ini dihadapi oleh setiap industri dengan tantangan yang berbeda-beda.

2. PHK/Layoff

Seperti sudah disebut di atas, pendapatan perusahaan cenderung berkurang bahkan bisa menghilang pada saat ekonomi terkontraksi. Kondisi itu berpengaruh terhadap arus kas perusahaan.

Dalam situasi itu, perusahaan menjadi tidak memiliki anggaran untuk membayar gaji pegawai. Dengan demikian, perusahaan terpaksa memberhentikan sementara atau selamanya para pekerja tersebut.

Data BPS menunjukkan sejumlah industri terdampak pandemi. Di industri pariwisata misalnya, jumlah wisatawan mancanegera yang datang ke Indonesia turun hingga lebih dari 87% pada kuartal II/2020 dibandingkan dengan kuartal II/2019.

Berdasarkan Survei Sosial Demografi Dampak Covid 19 yang melibat 87.379 responden, BPS menemukan bahwa 2,5% responden mengalami PHK dan 18,34% diantaranya dirumahkan.

Kementerian Tenaga Kerja menyatakan lebih dari 1 juta pekerja dirumahkan serta diberhentikan dari pekerjaannya selama pandemi virus corona. Para pekerja tersebut berasal dari berbagai industri.

3. Pemotongan Gaji

Pada masa pandemi, tidak sedikit perusahaan yang mengalami penurunan produksi karena tidak adanya permintaan terhadap komoditas yang diproduksinya. Situasi itu berdampak terhadap penjualan serta pendapatan usaha perusahaan.

Supaya tetap dapat beroperasi dalam masa sulit yang dihadapinya, perusahaan harus melakukan efisiensi atau pengurangan biaya. Salah satu cara untuk efisiensi adalah memangkas gaji para pekerja, selain biaya operasional lainnya.

Pemotongan gaji adalah "pil pahit" yang seringkali sulit dihindari sebagai bagian dari upaya menyelamatkan sebuah perusahaan agar tetap dapat beroperasi dalam kondisi yang tidak mudah.

Berdasarkan Survei Sosial Demografi Dampak Covid 19 yang melibat 87.379 responden, BPS menemukan 4 dari 10 responden mengalami penurunan pendapatan karena terdampak pandemi virus corona.