Kinerja ADRO, PTBA, HRUM di Q3/2020
Beberapa korporasi batubara sudah mengumumkan kinerja keuangan di kuartal 3/2020: Adaro Energy (ADRO), Bukit Asam (PTBA), Harum Energy (HRUM).
Bagaimana kinerjanya? Dari tiga perusahaan itu, hanya HRUM yang laba bersihnya naik. Laba ADRO turun 48% dan PTBA turun 44%.
Kenapa laba perusahaan batubara turun? Jawaban sederhananya: permintaan batu bara turun. Permintaan turun karena aktivitas ekonomi turun karena pandemi.
Batubara banyak digunakan untuk pembangkit listrik. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, konsumsi listrik turun 7% selama Januari-Juni 2020.
Di pasar domestik, PTBA banyak memasok listrik ke PLN. Hampir 60% pendapatan PTBA berasal dari penjualan batubara ke PLN dan anak usaha PLN, PT Indonesia Power Indonesia.
Bagaimana dengan ADRO? 70% pendapatan ADRO berasal dari ekspor. ADRO banyak mengekspor batubara ke Malaysia, India, China, Korea, Jepang dan sebagainya.
Semua negara itu berada di fase resesi, kecuali China yang ekonominya tumbuh 4,9% di kuartal 3/2020. Resesi berarti ekonomi terkontraksi dimana produksi barang atau jasa turun signifikan karena lesunya permintaan.
Sementara itu, laba HRUM tumbuh lebih dari 60%. Tapi pendapatan itu bukan dari kegiatan operasional.
Pendapatan HRUM paling banyak dari ekspor batubara dan itu juga turun seperti ADRO dan PTBA. Secara akuntansi, HRUM mencatatkan pendapatan lain di laporan keuangan kuartal 3/2020.
Apa pendapatan lain HRUM selain dari berjualan batubara? Pertama, laba selisih kurs (US$5,56 juta). Kedua, perubahan nilai wajar aset finansial (US$12,04). Poin kedua berhubungan dengan transaksi di bulan Mei 2020.
Enam bulan lalu, HRUM membeli perusahaan penambangan dan pengolahan nikel, Nickel Mines yang terdaftar di Bursa Efek Australia (ASX).
Saat transaksi, harga Nickel Mines di ASX sekitar A$0,55 (akhir Mei 2020), kini A$0,85 (awal November 2020). HRUM punya 3,72% saham dengan kode NIC tersebut. Tanpa pendapatan lain itu, laba HRUM akan turun seperti ADRO dan PTBA.
Date: