Ketika Saham Erick Thohir "Ngamuk": MARI dan ABBA

Date:

[Waktu baca: 6 menit]

Nama Erick Thohir kini lebih sering dikaitkan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Maklum, sejak Oktober 2019, pengusaha kelahiran 30 Mei 1970 itu ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo sebagai Menteri BUMN.

Sebelum menjadi menteri atau masuk ke arena politik pada Pemilihan Presiden 2019, Erick lebih dikenal sebagai pengusaha lintas-sektor dengan pengalaman bisnis di Indonesia dan luar Indonesia. Bersama kakaknya, Garibaldi "Boy" Thohir, Erick memiliki saham di banyak perusahaan. Erick bahkan sempat memiliki saham klub sepakbola Inter Milan.

Dari berbagai perusahaan milik Erick yang beroperasi di Indonesia, dua di antaranya telah berstatus sebagai emiten atau perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia. Sejak akhir 2020 hingga awal 2021, pergerakan harga saham dua perusahaan itu memberikan kejutan di pasar saham.

Dua perusahaan itu adalah Mahaka Radio Integra (MARI) dan Mahaka Media (ABBA). Kedua perusahaan ini dikuasai  oleh Erick Thohir melalui Beyond Media dengan kepemilikan mayoritas. Sebagian saham MARI dikuasai oleh ABBA. 

Dalam tiga bulan terakhir hingga 12 Maret 2021, saham MARI telah melesat lebih dari 400%, sedangkan saham ABBA sudah naik lebih dari 150%. Sepanjang Juli hingga Desember, MARI adalah salah satu saham penghuni klub gocap alias saham-saham dengan harga Rp50. Begitupula dengan ABBA.

Padahal, dua perusahaan itu tidak bergerak di bidang yang kini sedang booming yaitu bank digital, farmasi atau komoditas, melainkan: media. Beberapa waktu belakangan ini memang ada sentimen yang memompa harapan terhadap dua perusahaan ini. Bagaimana kisahnya?

Noice: Aplikasi Pesaing Spotify?

Kisah ini bermula dari aplikasi yang dapat diunduh App Store atau Google Playstore bernama Noice. Aplikasi ini dikelola oleh Mahaka Radio Digital, sebuah perusahaan yang dikelola oleh MARI.  Mahaka Radio Digital bekerjasama dengan Quatro Kreasi Indonesia dan EMT Aset Investama.

Siapa Quatro? Quatro Kreasi Indonesia merupakan perusahaan konsolidasi label rekaman Musica, Aquarius Musikindo, My Music dan Trinity, sejumlah nama yang telah dikenal luas dalam blantika musik Indonesia. Berbagai nama yang tergabung dalam Quatro itu memiliki rekam jejak panjang dalam mengorbitkan musisi Indonesia.

Nah, MARI, Quatro dan EMT itu berkolaborasi mengelola Noice, sebuah aplikasi yang dapat digunakan untuk mengkonsumsi berbagai produk audio seperti radio, musik dan siniar (podcast). Produk yang disebut terakhir, podcast, adalah produk audio yang kini kian populer di seluruh dunia termasuk Indonesia. Menurut salah satu laporan, jumlah pendengar podcast di Indonesia mencapai lebih dari 3 juta orang pada Februari 2020.

Sepintas, Noice mirip dengan aplikasi sejenis yang mendominasi pasar di Indonesia yaitu Spotify atau aplikasi lainnya Joox. Kendati demikian, seperti diungkapkan oleh manajemennya dalam berbagai kesempatan, Noice memiliki pembeda dengan para aplikasi sejenis itu: fokus pada konten-konten lokal yang diproduksi oleh creator Indonesia.

Di samping itu, salah satu pembeda dari Noice adalah pengguna bisa mendengarkan siaran dari radio-radio yang dikelola oleh MARI yaitu Gen Fm, Jak Fm, Hot Fm, Kis Fm, Mustang Fm, Rayya dan Most Radio. Berbagai radio itu merupakan radio yang memiliki rekam jejak yang panjang dalam bisnis radio di Indonesia. 

Sejauh ini, aplikasi Noice sudah diunduh lebih dari 100.000 pengguna. Jumlah tersebut memang relatif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Spotify yang sudah diunduh lebih dari 500 juta kali di seluruh dunia. Kendati demikian, keberadaan Noice memberikan alternatif bagi para penyuka produk audio dimana layanan yang diberikan masih gratis.

Noice yang Dilirik VC

Dengan ukuran yang masih relatif kecil dibandingkan dengan perusahaan yang jauh lebih besar seperti Spotify, apakah Noice masih memiliki ruang untuk tumbuh menjadi jauh lebih besar? Barangkali itu menjadi salah satu pertanyaan sejumlah investor yang belakangan ini melirik Noice.

Keberadaan Noice dilirik oleh investor yang dikenal sebagai venture capitalist (VC) seperti Alpha JWC dan Kinesys. Ketertarikan berbagai VC terhadap Noice itu disampaikan oleh manajemen MARI pada Desember 2020. Kabarnya, ada satu investor lagi yang berstatus sebagai unicorn yang juga ingin terlibat dalam pengembangan Noice. Partisipasi itu akan dilakukan dalam bentuk convertible loan.

Alpha JWC adalah salah satu VC dengan portofolio yang mencapai lebih dari 40 perusahaan yang mayoritas berasal dari Indonesia. Sejumlah perusahaan yang pernah mendapat "sentuhan" dari Aplha JWC antara lain Kopi Kenangan, Ajaib hingga Kredivo. Sementara itu, Kinesys merupakan VC yang pernah berinvestasi ke sejumlah perusahaan rintisan, mulai dari Wahyoo hingga Umma.

Nah, informasi mengenai rencana keterlibatan sejumlah VC dan bahkan satu unicorn dalam pengembangan Noice ini yang kemudian disambut hangat oleh pasar saham. Harga MARI, beserta perusahaan terafiliasinya, ABBA, kemudian "ngamuk" dalam beberapa bulan terakhir.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, harga saham MARI melesat lebih dari 400%, sedangkan ABBA lebih dari 150% dalam tiga bulan terakhir. Kedua perusahaan dulunya adalah penghuni klub saham gocap. Apakah ada ekspektasi dari pasar saham bahwa keterlibatan VC dalam Noice ini dapat membuat aplikasi ini menjadi semakin besar di era digital ini?

Keterlibatan pengelola dana tersebut bukan tidak mungkin dipersepsikan dapat mendongkrak Noice yang kini masih relatif kecil menjadi lebih besar di masa mendatang. Berbagai rekam jejak perusahaan yang pernah didanai Alpha JWC barangkali turut membentuk persepsi investor terhadap keterlibatan VC dalam pengembangan Noice.

Kopi Kenangan, misalnya. Dalam kurang dari tiga tahun, Kopi Kenangan bisa membukukan pertumbuhan eksponensial dimana kedainya mencapai 324 unit. Salah satunya investor tahap awal dari Kopi Kenangan adalah Alpha JWC.

Pertanyaan tentang Monetisasi Noice

Sejumlah pertanyaan mengenai Noice belum terjawab pada saat ini. Salah satunya, bagaimana monetisasi Noice di masa depan? Apakah Noice akan memasang iklan di aplikasinya (misalnya, ada iklan yang tiba-tiba muncul ketika seorang pengguna mendengarkan lagu) atau menggunakan model berlangganan (subscription) seperti Spotify?

Pada saat ini, MARI menguasai 75% saham Noice dimana Quatro menguasai 20% dan EMT menguasai 5%. MARI sendiri memiliki rekam jejak yang panjang sebagai perusahaan yang sebagian besar pendapatannya berasal dari iklan, ketimbang lini bisnis yang lain. 

Apakah Noice akan membuka ruang beriklan sebagai salah satu strategi monetisasinya? Hal itu bukan mustahil mengingat iklan (program, spot, adlibs) menjadi salah satu penyumbang utama pendapatan MARI dalam beberapa tahun terakhir ketimbang event off-air atau lainnya.

Berikut ini data pendapatan, laba dan ROE MARI (dalam Rp miliar):

Dari tabel di atas dapat dicermati bahwa pendapatan MARI berada dalam tren bertumbuh sejak 2015 hingga 2019. Sementara itu, laba juga bertumbuh kendati mengalami sedikit penurunan pada 2019. Salah satu indikator profitabilitas MARI yaitu ROE berada dalam tren menurun sejak 2015. 

Kondisi itu berbeda dari ABBA. Sejak 2015 sampai 2019, ABBA selalu membukukan rugi yang dapat diatribusikan kepada kepentingan pengendali. ABBA memiliki berbagai lini bisnis di bidang media, mulai dari koran cetak bernama Republika sampai televisi bernama Jak TV. Pergerakan saham ABBA belakangan ini tampaknya terkena "efek samping" pergerakan saham MARI.

Kembali ke pertanyaan mengenai Noice. Bagaimana Noice akan bertumbuh di masa depan? Jika Noice suatu saat terbukti bisa "mengekor" kesuksesan Spotify, maka reaksi investor terhadap saham berkapitalisasi kecil seperti MARI pada saat ini tidaklah keliru.

Tags: