Dari Ramayana Sampai ACE Hardware: Nasib Perusahaan Ritel 2021

Date:

[Waktu baca: 6 menit]

Bisnis ritel adalah salah satu bisnis yang sangat terdampak pandemi virus corona sejak 2020. Berbagai kebijakan pemerintah sebagai respon terhadap pandemi turut memperberat situasi bisnis ritel.

Pandemi berdampak terhadap bisnis ritel dalam hal perubahan perilaku berbelanja Jika dulu sebagian orang senang berbelanja dengan cara datang langsung ke toko, karena adanya pandemi kini mereka lebih suka berbelanja online alias menghindari belanja offline.

Perubahan perilaku itu terjadi tidak lain sebagai antisipasi dari penularan wabah corona yang telah menewaskan lebih dari 3 juta orang di seluruh dunia sampai awal April 2021 ini. Banyak orang yang mengubah perilaku belanjanya karena masih waspada terhadap penularan virus ini.

Kebijakan pemerintah yang membatasi mobilitas masyarakat seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 2020 dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 2021 juga menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi bisnis ritel. Berbagai perusahaan ritel mengalami penurunan penjualan sepanjang 2020 seperti yang ditunjukkan dalam data berikut (dalam Rp juta):

*Data ACES, ECII dan ERAA per kuartal III/2020

Dari tabel di atas tampak 5 dari 7 perusahaan ritel mengalami penurunan pendapatan pada 2020. Sebanyak 4 perusahaan itu juga mengalami kerugian pada 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang membukukan keuntungan. Erajaya Swasembada (ERAA) dan Supra Boga Lestari (RANC) menjadi pengecualian dimana dua perusahaan itu mampu membukukan peningkatan kinerja sepanjang 2020.

Penurunan penjualan ritel itu seiring penurunan mobilitas masyarakat serta penurunan pertumbuhan ekonomi selama pandemi. Penurunan konsumsi masyarakat salah satunya tercermin dari penjualan ritel tersebut.

Sejumlah perusahaan ritel itu mengambil sejumlah langkah antisipatif pada 2020. Matahari Department Store, misalnya, menutup 13 gerai besar dan 12 gerai khusus sepanjang 2020 setelah sebelumnya menutup sementara hampir seluruh gerai pada Maret 2020 dan kemudian membuka kembali secara bertahap di Mei 2020. 

Bukan hanya Matahari. Perusahaan sejenisnya yaitu Ramayana Lestari Sentosa (RALS) juga sempat menutup sementara sebagian gerainya bahkan memberhentikan ratusan karyawannya akibat pandemi pada 2020. Keputusan itu tidak lain sepinya pengunjung gerai perusahaan yang mengakibatkan penurunan penjualan.

Bagaimana dengan 2021? Apakah kinerja perusahaan-perusahaan ritel akan terpuruk seperti 2020 atau ada pemulihannya? Simak ulasannya berikut ini:

Perbaikan Data Mobilitas

Mari kita simak data Google Mobility Report atau data mobilitas masyarakat selama pandemi yang dihimpun oleh perusahaan teknologi Google.  Di Indonesia, Google Mobility Report menunjukkan mobilitas orang ke tempat yang dikategorikan sebagai retail & recreation (pusat perbelanjaan dan sebagainya) turun 25% dari baseline-nya. Data tersebut merupakan data per 14 April 2021

Apa artinya? Jika kita simak data setahun yang lalu, data Google Mobility Report menunjukkan penurunan 47% pada April 2020. Artinya, penurunan masih terjadi dibandingkan dengan masa sebelum pandemi, namun penurunan itu telah berkurang (dari minus 47% menjadi minus 25%). 

Seperti diketahui, April 2020 adalah bulan kedua setelah pemerintah Indonesia mengumumkan kasus pertama virus corona di Indonesia pada Maret 2020. Pada saat itu, masyarakat diliputi ketakutan yang luar biasa atas virus yang mematikan ini. Gerakan #DiRumahSaja atau #StayAtHome menggema dimana-mana.

Masyarakat yang mengurangi mobilitas berarti mengurangi berpergian ke sejumlah tempat, termasuk pusat perbelanjaan atau gerai-gerai ritel seperti Ramayana, Matahari, ACE Hardware, Electronic City, dan sebagainya. Sebagian orang mengubah perilakunya dengan berbelanja online, di samping fakta bahwa banyak orang yang kehilangan pekerjaan atau kehilangan penghasilan sehingga daya belinya terpukul.

Perbaikan data mobilitas itu juga dapat dicermati secara sepintas dari kondisi di lapangan pada saat ini atau awal 2021 (sepanjang kuartal I/2021 lalu dan awal kuartal II/2021). Jika pada masa awal pandemi, gerai-gerai ritel itu tampak sepi atau hanya dikunjungi segelintir orang, kini semakin banyak orang yang berani datang ke gerai-gerai ritel untuk berbelanja.

Mengapa? Apakah pandemi sudah berakhir? Tentu saja belum. Ada berbagai faktor yang kemungkinan berdampak terhadap mobilitas itu. Pertama, sebagian orang tampaknya mengalami kejenuhan berada di rumah. Sebagian orang berani keluar rumah untuk mengusir kejenuhan lalu mendatangi berbagai gerai ritel itu untuk berbelanja dengan menerapkan protokol kesehatan (menggunakan masker, mencuci tangan lebih sering dan sebagainya).

Kedua, kepercayaan diri masyarakat semakin meningkat setelah pemerintah memulai program vaksinasi pada Januari 2021. Kendati vaksinasi tidak berarti menghilangkan virus, sebagian orang berpikir bahwa keadaan menjadi lebih baik. Konsekuensinya, sebagian orang berani keluar rumah dan berpergian, termasuk mengunjungi gerai ritel.

Ketiga, pengawasan pemerintah tidak lagi seketat di masa awal pandemi. Jika pada 2020 sejumlah aparat di sejumlah daerah menggelar razia di pusat-pusat perbelanjaan sebagai bagian dari pengawasan pemberlakuan PSBB, kini kebijakan itu tampak lebih longgar. Suka atau tidak, berbagai situasi itu terjadi pada saat ini.

Selain data Google Mobility Report yang mengindikasikan perbaikan, data lain seperti Indeks Penjualan Riil (IPR) yang dirilis oleh Bank Indonesia juga menunjukkan perkembangan yang menggembirakan bagi perusahaan-perusahaan ritel. 

Indeks Penjualan Riil (IPR) Februari 2021  terkontraksi minus 2,7% secara month-to-month (mtm). Kendati demikian, IPR tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan minus 4,3% mtm pada Januari 2021 dan diperkirakan akan tumbuh 2,9% mtm pada Maret 2021.

Menurut data BI, hampir seluruh kelompok diperkirakan mengalami pertumbuhan positif terutama pada kelompok Barang Lainnya (3,8%, mtm), termasuk sub kelompok Sandang (2,1%, mtm) dan Kelompok Barang Budaya dan Rekreasi (2,5%, mtm).

Data Bank Indonesia itu mengindikasikan perbaikan data penjualan riil pada awal 2021 ini. Data itu belum menunjukkan perkiraan penjualan riil pada April dan Mei 2021 dimana umat Muslim menjalani bulan Ramadan dan Lebaran ---momentum dimana adanya peningkatan konsumsi masyarakat. 

Kinerja Emiten Ritel

Bagaimana dengan kinerja emiten ritel pada 2021? Apakah penurunan seperti yang terjadi pada 2020 akan kembali terulang pada 2021? Jika menilik data Google Mobility Report, IPR Bank Indonesia serta berbagai proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021, tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa kinerja perusahaan ritel berpotensi mengalami pemulihan pada 2021.

Dalam proses pemulihan itu, Bulan Ramadan dan Lebaran akan menjadi momentum bagi perusahaan ritel untuk mendongkrak kinerjanya. Seperti diketahui, berbagai kajian menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat akan meningkat selama bulan puasa dan Lebaran. 

Secara umum, salah satu penyebab peningkatan konsumsi itu adalah para pekerja menerima Tunjangan Hari Raya (THR) sehingga memiliki cash yang lebih besar untuk dibelanjakan. Di samping itu, perilaku konsumsi tertentu di bulan puasa dan Lebaran juga akan mengakibatkan peningkatan konsumsi di bulan ini.

Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia pada Maret 2021 juga mengindikasikan berlanjutnya perbaikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Maret 2021 mencapai level 93,4 atau meningkat dibandingkan dengan dengan 85,8 dan 84,9 pada bulan Februari dan Januari 2021. 

Responden dalam survei itu menyampaikan bahwa perkembangan program vaksinasi nasional yang berjalan lancar mendorong perbaikan keyakinan terhadap kondisi ekonomi saat ini maupun ekspektasi ke depan. Kendati masih berada di area pesimis (kurang dari 100), IKK itu mengalami perbaikan dari bulan-bulan sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekonomi bergerak menuju ke arah yang lebih baik pada saat ini.

Faktor lain yang mendukung pemulihan adalah berbagai inisiatif yang telah dilakukan oleh perusahaan ritel pada 2021, khususnya adaptasi terhadap perubahan perilaku berbelanja online. Ramayana, misalnya, berupaya mendorong penjualan secara online melalui website, Whatsapp, dan berbagai e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, dan JD.ID.

Ace Hardware juga melakukan hal senada dengan mengintensifikan penjualan online melalui berbagai saluran, termasuk e-commerce. Begitupula Ranch Market, Matahari Department Store dan berbagai perusahaan ritel lainnya yang menerapkan strategi yang sama. Inisiatif yang "ditanamkan" sejak tahun lalu idealnya sudah dapat "dipetik" pada tahun ini.

Tags: