Dari Masa ke Masa Undang-Undang Koperasi
Keberadaan undang-undang dalam segala aspek sangat penting. Di samping sebagai alat kontrol, ia menjadi pengatur dan penentu hak serta kewajiban pemerintah, aparat, dan warga negara. Sama halnya dengan undang-undang perkoperasian. Namun demikian, kendati sejumlah koperasi sudah berdiri sejak abad ke-19 di Tanah Air, peraturannya baru dibuat di abad ke-20.
Ketika itu, di 7 April 1915, setelah dua dekade pendirian pertama koperasi, pemerintah kolonial baru mengeluarkan Koninklijk Besluit No. 143. Peraturan ini dibuat langsung Kerajaan Belanda untuk mengatur cara kerja koperasi khusus di tanah jajahan.
Dalam aturan itu tercantum, pembuatan anggaran dasar harus dalam bentuk bahasa Belanda bagi bumiputera yang hendak mendirikan koperasi. Di samping meminta izin terlebih dahulu kepada Gubernur Jenderal dengan biaya materai 50 gulden, mereka juga wajib membikin akta pendirian lewat notaris.
Meski persyaratan dinilai memberatkan bumiputera hingga minat pendirian koperasi berangsur turun, aturan ini dijalankan cukup lama. Setelah menuai protes, undang-undang itu akhirnya diperbaiki pada 1927. Di tahun itu, pemerintah kolonial menerbitkan Regeling Inlandsche Cooperative Vereeniging. Undang-undang yang diumumkan lewat Staatsblad No. 91 itu dibuat untuk mengatur tata cara pendirian koperasi bagi bumi putera.
Sebelum merevisi Koninklijk Besluit No. 143 menjadi Regeling Inlandsche Cooperative Vereeniging, diketahui pemerintah kolonial lebih dulu mendirikan Komite Koperasi (Cooperative Commissie) di 1920. Pejabat komite ditetapkan sebanyak 10 orang, dengan komposisi tujuh orang Eropa dan sisanya bumiputera.
Di antara tugas komite, selain mempelajari pertumbuhan koperasi di tingkat domestik dan luar negeri terutama di negara Asia, ialah membuat rekomendasi perbaikan aturan perkoperasian kepada pemerintah kolonial. Lima tahun berselang, di 1930, berhubung jumlah koperasi semakin banyak, dibentuklah Jawatan Koperasi. Dipimpin Dr. JH Boeke, yang juga sempat memimpin Komite Koperasi, instansi ini dimasukkan ke dalam Departemen Dalam Negeri.
Jawatan pun dipindah ke Departemen Perekonomian di 1935. Pemindahan ini dilakukan lantaran sudah tak sedikit koperasi yang melakukan kegiatan ekonomi saat itu. Seiring pendudukan Jepang, nama jawatan diganti ke Syomin Tyuo Djimusyo pada 1942 dan diubah kembali di 1944 menjadi Kumiai. Di masa kekuasaannya pula, Jepang memanfaatkan dana yang terhimpun di koperasi untuk keperluan Perang Asia Raya.
12 Juli 1947, untuk pertama kalinya Kongres Koperasi Indonesia terselenggara atas nama bangsa Indonesia. Bertempat di Tasikmalaya, kongres menghasilkan sejumlah keputusan penting. Menetapkan tiap 12 Juli sebagai Hari Koperasi Nasional, mendirikan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI), dan “kekeluargaan dan gotong royong” menjadi asas koperasi merupakan di antara sekian hasil kongres.
13 tahun usai Indonesia merdeka, UU No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Perkoperasian disahkan pemerintahan Soekarno. UU ini menandai sudah tak lagi berlakunya aturan koperasi pemerintah kolonial. UU ini kemudian dikuatkan dengan dibuatnya UU No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian hingga dicabut dan diganti ke UU No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. Alasan pencabutannya, UU No. 14 Tahun 1965 itu dianggap mencampuradukkan antara fungsi dan peranan koperasi ke dalam politik.
Tahun 1983 tanggal 23 April, Direktorat Jenderal Koperasi sudah tak lagi berada di Departemen Perekonomian, dan departemennya dibuatkan sendiri menjadi Departemen Koperasi melalui Keppres No. 20 Tahun 1983. Sembilan tahun berikutnya, di 21 Oktober 1992, pemerintah menerbitkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi untuk menggantikan UU No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian.
Departemen Koperasi diberi tugas baru pada 1 Juli 1993, yakni membina pengusaha-pengusaha kecil atau golongan ekonomi kecil. Beban kerja yang baru ini sekaligus mengubah nama departemen itu ke Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil melalui Keppres No. 58 Tahun 1993.
Nama itu kemudian disempurnakan kembali lewat Keppres No. 102 Tahun 1998 menjadi Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah. Perubahan nama pun menambah tugas instansi ini, yakni mempersiapkan pelaksanaan reformasi ekonomi dan keuangan di masa Krisis Finansial Asia yang tengah berlangsung ketika itu.
Di 29 Oktober 2012, UU No. 25 Tahun 1992 dicabut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diganti dengan UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Hingga sekarang UU ini masih berlaku sebab di era pemerintahan Joko Widodo belum ada inisiatif untuk menggantinya lagi.
Kemudian, Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah diubah lagi menjadi Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah. Perubahan ini Jokowi lakukan dengan Perpres No. 62 Tahun 2015. Sementara itu, untuk membantu perekonomian akibat pandemi, belum lama ini Jokowi mengucurkan dana likuiditas untuk koperasi sebesar Rp 123,46 triliun. Uang ini ia ambil dari anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional
Date: